Tampilkan postingan dengan label Nasehat Kematian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasehat Kematian. Tampilkan semua postingan

Senin, 27 Maret 2017

SIAPAKAH ORANG YANG BANGKRUT SESUNGGUHNYA...??

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 



Imam Muslim rahimahullah berkata di dalam kitab Shahihnya pada hadits nomor 2581:

Telah berkata kepada kami Qutaibah bin Sa’id dan Ali bin Hujr, mereka berdua berkata: Telah berkata kepada kami Isma’il (yaitu Ibnu Ja’far), dari Al ‘Ala`, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

أتدرون ما المفلس؟ قالوا: المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع. فقال: إن المفلس من أمتي يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة، ويأتي قد شتم هذا وقذف هذا وأكل مال هذا وسفك دم هذا وضرب هذا، فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته. فإن فنيت حسناته قبل أن يقضى ما عليه، أخذ من خطاياهم فطرحت عليه ثم طرح في النار

“Tahukah kalian siapa orang yang pailit (bangkrut)? Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Nabi berkata: “Sesungguhnya orang yang bangkrut di umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakat; akan tetapi dia datang (dengan membawa dosa) telah mencaci si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si itu; maka si ini (orang yang terzhalimi) akan diberikan (pahala) kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman), dan si ini (orang yang terzhalimi lainnya) akan diberikan kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman). Jika kebaikannya telah habis sebelum dituntaskan dosanya, maka (dosa) kesalahan mereka diambil lalu dilemparkan kepadanya kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka.”

Imam An Nawawi rahimahullah di dalam kitab Syarh Shahih Muslim menjelaskan: “Maknanya bahwa hal ini adalah makna orang bangkrut yang sebenarnya. Adapun orang yang tidak memiliki harta ataupun sedikit hartanya lalu manusia menamakannya sebagai orang yang bangkrut, maka ini bukanlah orang bangkrut yang sebenarnya, karena perkara ini (kebangkrutan) akan hilang dan terputus dengan kematiannya. Ataupun bisa jadi ia terputus dengan kemudahan yang dia peroleh setelah itu ketika dia masih hidup.

Sesungguhnya orang bangkrut yang sebenarnya adalah apa yang tersebut di dalam hadits ini, yaitu orang yang celaka dengan keadaan yang parah dan bangkrut secara pasti karena pahala kebaikannya diambil untuk para korban (kezaliman) nya. Apabila kebaikannya telah habis, maka kesalahan mereka akan diambil lalu diletakkan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka. Maka lengkaplah kerugiannya, kehancurannya, dan kebangkrutannya.” Demikian perkataan Imam An Nawawi.

Demikianlah ancaman yang diberikan terhadap orang-orang yang berbuat kezhaliman terhadap manusia, meskipun dia banyak melakukan amalan shalih. Baik kezhaliman itu dilakukan dengan cara mencaci orang lain; atau menuduh orang lain dengan tuduhan yang keji, seperti tuduhan berzina ataupun yang lainnya; atau memakan harta orang lain, membunuh, dan memukul orang lain dengan sebab atau cara yang tidak diizinkan oleh syariat; ataupun dengan berbagai bentuk kezhaliman yang lainnya.

Orang yang demikian ini akan dihukum oleh Allah untuk membayar kezhaliman yang telah dilakukannya terhadap orang lain dengan cara dipindahkan pahala kebaikannya kepada orang yang terzhalimi sesuai kadar kezhalimannya. Jika pahalanya tidak cukup untuk membayar dan menutupi kezhalimannya, maka dosa orang yang terzhalimi akan dipindahkan kepada orang yang menzhalimi sehingga dosanya semakin lebih banyak dan berat daripada pahalanya yang berakibat dia akan dimasukkan ke dalam neraka.

Dengan keadaan nihil pahala seperti ini, maka dia digolongkan sebagai orang bangkrut (palit) yang sebenarnya karena semua kebaikan dan pahala yang dia cari menjadi hilang. Inilah makna sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم di dalam hadits di atas. Adapun kebangkrutan harta benda, maka bukanlah kebangkrutan yang sebenarnya karena bisa jadi dia berhasil memperoleh kekayaan lagi di masa yang akan datang, ataupun terputus dengan kematian.

Kita memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar Dia menghindarkan diri kita dari menzhalimi orang lain ataupun dizhalimi oleh orang lain.

PERINGATAN!

Ada dua hal yang perlu disampaikan di sini agar tidak timbul kesalahpahaman bagi sebagian orang. Dua hal tersebut adalah:

1. Imam At Tirmidzi di dalam kitab Sunannya (13/121) menukilkan kalam Al Maziri rahimahullah: “Sebagian ahli bid’ah menyangka bahwa hadits ini bertentangan dengan firman Allah ta’ala:

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

“Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” [QS Al An’am: 164]

Ini adalah (persangkaan) batil dan kejahilan yang nyata karena orang itu (pelaku kezhaliman) sesungguhnya dihukum akibat perbuatannya dan dosanya, sehingga ditujukan atasnya hak-hak para korban (kezhaliman) nya, lalu diberikan kepada mereka kebaikannya. Ketika (pahala) kebaikannya habis, diambillah (dosa) perbuatan jelek korbanya, lalu diletakkan untuknya (pelaku). Maka hakikat hukuman (yang dia terima) adalah disebabkan karena kezhalimannya, dan bukan dihukum karena kesalahan yang tidak dilakukannya.” Demikian perkataan Imam Al Maziri.

2. Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata di dalam kitab Syarh Riyadhush Shalihin (27/39): “Akan tetapi hadits ini tidak berarti bahwasanya dia (pelaku kezhaliman yang telah habis pahalanya) kekal berada di neraka. Akan tetapi dia disiksa sesuai dengan kadar dosa orang lain yang telah ditimpakan kepadanya, kemudian setelah itu tempat kembalinya adalah ke surga, karena seorang mukmin tidak kekal berada di dalam neraka.

Akan tetapi api itu panasnya sangat dahsyat. Seseorang tidak akan mampu menahan (panasnya) api walaupun sebentar saja. Ini adalah api dunia, maka terlebih lagi api neraka. 
Semoga Allah melindungi kami dan anda daripadanya.”

Rabu, 08 Maret 2017

KEMATIAN SEBAGAI NASEHAT

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya.
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal  kita.
Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.

Puji dan Syukur tak henti kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang tiada henti memberikan nikmat, berkah, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Karena nikmat dan hidayah dari Allah berupa keimanan dan keislaman-lah yang membuat kita tetap kokoh berjalan di atas jalan Allah.
Dan nikmat kesehatan dan kesempatan dari Allah pula sehingga hari ini kita dapat bersilaturahmi dalam rangka melaksanakan salah satu aktivitas yang merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam, yakni menuntut ilmu.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke muka bumi ini sebagai rahmatan lil alamiin, yang telah menggempur kesesatan dan mengibarkan panji-panji kebenaran, serta memperjuangkan islam hingga sampai kepada kita sebagai rahmat tak terperi dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Tema pembicaraan kali ini adalah mengenai sebuah ayat al-Qur’ān yang sekiranya diturunkan kepada gunung niscaya luluh lantak; yang apabila direnungkan oleh pembacanya maka hatinya bergetar ketakutan dan air matanya mengalir; yang jika dihayati oleh orang yang bergelimang maksiat maka ia bertaubat; serta bila dipahami oleh siapa saja yang berpaling dari seruan Allāh maka ia pun bersegera kepadanya-Nya.

Ayat yang menyebutkan tentang pintu gerbang dari sebuah perjalanan panjang nan berat….

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
(QS. Āli `Īmrān [3]: 185.)

Kematian adalah langkah awal dari perjalanan agung yang memisahkan suami dari istrinya, orang tua dari anaknya, kekasih dari yang dicintainya dan saudagar dari kekayaannya.

Perjalanan yang bermuara kepada keabadian; kenikmatan Surga atau kesengsaraan Neraka.
Kematian merupakan hal yang diyakini namun sering kali sengaja dilupakan atau terlupakan; perkara yang diketahui akan tetapi begitu banyak diabaikan.

Rasa sakit dalam proses kematian telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan juga Hadist, yaitu sakitnya bagaikan disabet pedang sebanyak 70 kali sabetan, sehingga banyak orang yang lari dan ingin menghindari kematiannya namun setiap makhluk hidup di bumi ini tidak dapat menghindar dari kematian yang telah ditetapkan oleh Allah.
Namun yang akan kita bahas kali ini adalah tentang bagaimana menjadikan kematian tersebut sebagai nasehat.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ – يَعْنِي الْمَوْت

“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan (yakni kematian).” [Riwayat at-Tirmidzi IV/553/2307, Ibn Mājah II/1422/4258]

Dalam rangka mengingat kematian Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan ziarah kubur.
Beliau bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوهَا، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ

“Dahulu aku pernah melarang kalian dari ziarah kubur. Namun saat ini lakukanlah ziarah kubur, karena hal itu mengingatkan kalian terhadap akhirat.” [Ash-Shahīhah II/545/886.]

Dahulu, jika Khalifah Utsman Ibn 'Affān berdiri di daerah kuburan maka beliau menangis hingga basah jenggot beliau. Ada yang bertanya, “Disebutkan Surga dan Neraka namun Anda tidak menangis, maka mengapa Anda menangis karena kuburan ini?”

Utsmān menjawab, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ

“Sungguh, kubur merupakan tempat pertama dari akhirat. Jika seseorang selamat darinya, maka yang berikutnya akan lebih mudah. Namun, jika ia tidak selamat, maka yang berikutnya akan lebih keras lagi.”

`Utsmān melanjutkan, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

مَا رَأَيْتُ مَنْظَراً قَطُّ إِلاَّ وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ

“Tidaklah aku melihat suatu pemandangan pun (di dunia) melainkan kuburan lebih buruk darinya.”
[Riwayat at-Tirmidzi IV/553/2308; Ibn Mājah II/1426/4267; Ahmad I/63/454]

Ka`b berkata, “Barangsiapa mengenal kematian, niscaya menjadi remehlah segala musibah dan kegundahan dunia.” [Al-Ihyā’, vol. IV, hal. 451.]

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian niscaya akan menjadi sedikit kegembiraannya dan sedikit kedengkiannya.”

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata, “Aku senang dengan kemiskinan, karena hal itu semakin membuatku merendah kepada Rabbku. Aku senang dengan kematian, karena kerinduanku kepada Rabbku. Dan aku menyukai sakit, karena hal itu akan menghapuskan dosa-dosaku.”

Terkadang seseorang menyadari tengah jauh dari-Nya, sehingga terpuruk dalam kehampaan jiwa yang demikian menyakitkan, meskipun secara zahir dikelilingi oleh kenikmatan duniawi.
Ia ingin keluar dari kondisi tersebut, namun ia bingung untuk mencari penawar yang praktis dan tepat.

Mengingat kematian adalah kunci dari obat rohani yang sangat efisien dan ampuh.
Apapun bentuk kesenangan yang melenakan dan menjauhkan dari-Nya, baik berupa harta, wanita, jabatan, anak-anak dan lain sebagainya, seluruhnya akan terputus oleh kematian.

Salah satu penyebab utama kerusakan kalbu yang menimpa banyak orang sehingga mereka terjerumus ke dalam kubangan dosa dan maksiat adalah karena jauhnya mereka dari mengingat dan menghayati kematian yang menanti di depan mereka.

Karena itu Rabī` Ibn Abī Rāsyid berkata,

لَوْ فَارَقَ ذِكْرَ الْمَوْتِ قَلْبِيْ سَاعَةً لَخَشِيْتُ أَنْ يَفْسدَ عَلَيَّ قَلْبِيْ

“Sekiranya kalbuku terpisah sesaat saja dari mengingat kematian, maka aku benar-benar khawatir kalbuku menjadi rusak.”
[Lihat Shifah ash-Shafwah, vol. III, hal. 109; dan az-Zuhd, Ibnu’l Mubārak, hal. 90. Dalam al-Ihyā’, vol. IV, hal. 451, ucapan tersebut dinisbatkan kepada ar-Rabī` Ibn Khutsaim, namun yang tepat adalah sebagaimana telah disebutkan. Allāhu a`lam.]

Seorang wanita pernah mendatangi `Āisyah untuk mengeluhkan tentang kekerasan kalbu.
Āisyah berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian, niscaya kalbu itu akan menjadi lembut (baik).”

Dikisahkan bahwa ar-Rabī` Ibn Khutsaim menggali kuburan di tempat tinggalnya dan tidur di dalamnya beberapa kali dalam sehari, agar selalu mengingat kematian.

Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata: “Beruntunglah orang yang senantiasa mengingat waktu datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak buahnya di dalam amal perbuatannya.”

`Umar Ibn `Abdu’l `Azīz berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian. Sekiranya engkau hidup dalam kelapangan maka hal itu akan menyempitkanmu.
Namun apabila engkau hidup dalam kesempitan maka hal itu akan melapangkanmu.”
[Al-Ihyā’, vol. IV, hal. 451.]

Tidak cukupkah kematian sebagai nasehat?
Bayangkanlah ketika datangnya kematian dengan sekaratnya, alam kubur dengan kesunyian dan kegelapannya, hari kebangkitan dengan detail perhitungannya, serta Neraka dengan siksanya yang kekal atau Surga dengan kenikmatannya nan abadi.

Kita masih saja terperdaya oleh kelezatan dunia yang fana.
Saat kematian membawa kita ke kubur, adakah kenikmatan dunia yang masih terasa?

Semuanya musnah tak berbekas.
Mana rumah yang megah, pakaian yang indah, wajah yang rupawan, tubuh yang bagus, istri yang jelita, kekasih yang dicintai, anak yang dibanggakan, jabatan yang tinggi dan kedudukan yang terhormat?

Kita terbenam dalam tanah.
Di atas, bawah, kanan dan kiri kita hanyalah tanah.
Tiada kawan kecuali kegelapan yang sangat pekat, kesempitan dan serangga yang menggerogoti daging kita.
Kita benar-benar mengharapkan kumpulan amal shalih yang mendampingi dan membantu kita, namun sayangnya harapan dan penyesalan tidak lagi berguna.

Kita menganggap kematian itu berada pada posisi yang sangat jauh dari kita, padahal ia begitu dekatnya.
Waktu berlalu bagaikan kedipan mata. Masa kecil dan remaja bertahun-tahun yang lalu hanyalah bagai hari kemarin, dan tanpa terasa kita telah berada di hari ini.

Begitu pula yang akan terjadi dengan esok hari.
Sampai kemudian kematian tiba-tiba datang menjemput kita untuk mengarungi sebuah perjalanan yang sangat panjang dan berat, sementara kita belum memiliki bekal untuk itu, karena kesengajaan dan kelalaian kita.

Syaikh Abdul Malik al-Qasim berkata, “Betapa seringnya, di sepanjang hari yang kita lalui kita membawa [jenazah] orang-orang yang kita cintai dan teman-teman menuju tempat tinggal tersebut [alam kubur]. Akan tetapi seolah-olah kematian itu tidak mengetuk kecuali pintu mereka, dan tidak menggoncangkan kecuali tempat tidur mereka. Adapun kita; seolah-olah kita tak terjamah sedikit pun olehnya!!”

Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan.
Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
Secara garis besar terdapat 5 nilai yang dapat kita ambil sebagai berikut :

1. Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga

Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat.

Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44:

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”

2. Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa

Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya.
Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya.
Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita.

Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya.
Semuanya akan berakhir.
Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya.
Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya.
Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

3. Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa

Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia..
Kaya atau miskin, penguasa atau rakyat jelata, semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.
Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.

Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan....?
Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan....?
Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran.
Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah.

Lalu dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa kecuali, hanya hamba Allah...?
Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

4. Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara

Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya hingga kapan pun.
Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar bahwa, segalanya akan berpisah.
Dan pemisah kenikmatan itu bernama "kematian".
Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

5. Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga

Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga.
Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman.
Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga dengan sungguh-sungguh.
Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat).

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu.
Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat.
Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Tak ada yang akan bisa lepas dari kematian termasuk junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (QS. 39:30)

Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang.
Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Yaitu suatu perjalanan abadi yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau neraka.

Perjalanan abadi itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat.

Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah Saw bersabda:

“Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)

Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya, niscaya kita akan ingat bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.

Allah SWT berfirman: “Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).

Sayangnya di zaman kita sekarang, kebanyakan kita kadang lebih memprioritaskan dunia, tidak sedikit dari kita yang melupakan kehidupan akhirat. Kita kejar dunia dengan berbagai cara kita tempuh dengan banyak jalan hingga lupa akan kata-kata bijak bahwa kita di dunia tak lebih hanya seorang anak manusia yang tengah safar (perjalanan) yang hanya sekejap.

Kita lupa akan perjalanan panjang itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak kekal.
Kita korbankan akhirat dan menggantinya dengan dunia.

Tidakkah kita takut dengan ancaman Allah...?

Allah ta’ala berfirman (yang artinya): “Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata: “Wahai Rabbku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta padahal dulu aku bisa melihat?”. [Allah menjawab] Demikianlah yang pantas kamu dapatkan, sebab telah datang kepadamu ayat-ayat Kami tetapi kamu justru melupakannya. Maka, pada hari ini kamu pun dilupakan.”
(QS. Thaha: 124-126)

Di dalam ayat lain, Allah juga berfirman (yang artinya),
“Dan dikatakan: Pada hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana halnya dahulu kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini, tempat tinggal untuk kalian adalah neraka, sama sekali tidak ada bagi kalian seorang penolong.”
(QS. Al-Jatsiyah: 34).

Imam al-Qurthubi menjelaskan, bahwa maksud dari ‘kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini’ adalah: ‘kalian meninggalkan amal untuk akhirat’ (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [19/173])

Ulama Salaf berkata,

كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا

“Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat.”
[Lihat Shifah ash-Shafwah vol. I, hal. 639; al-`Āqibah fī Dzikri’l Maut, hal. 43; dan al-Ihyā’, vol. IV, hal. 450. Adapun hadits Nabi s.a.w. dengan lafal dimaksud, maka tidak valid.]

‘Amar bin Yasir radhiyallahu’anhu berkata: “Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat dan pelajaran. Cukuplah keyakinan sebagai kekayaan. Dan cukuplah ibadah sebagai kegiatan yang menyibukkan.”

Cukuplah kematian menjadikan hati kita bersedih, menjadikan mata kita menangis, perpisahan dengan orang-orang yang kita cintai, penghilang segala kenikmatan kita , pemutus segala cita-cita kita.
Wahai orang yang tertipu oleh dunianya,wahai orang yang berpaling dari Allah , wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada Rabbnya, wahai orang yang setiap kali dinasihati, hawa nafsunya menolak nasihat ini, wahai orang yang dilalaikan oleh nafsunya dan tertipu oleh angan-angan panjangnya...

Pernahkah kita memikirkan saat-saat kematian sedangkan kita tetap dalam keadaanmu semula?

Sekaya apapun kita , sesukses apa-pun karir kita, sepandai apapun kita , secantik/setampan apapun kita, sekuat apapun badan kita , sekeras apapun kerja kita untuk mengumpulkan harta yang banyak, marilah tetap ingat!
Seperti ini nanti kita , terbujur kaku dan tidak berdaya.
Hendaklah kita mengambil nasehat dan pelajaran dari kematian itu.
Sebab manakala kita tidak bisa mengambil pelajaran dari kematian, niscaya nasehat apapun tidak akan berguna bagi kita.

Oleh karena itu, ketika kita dinasehati saat kita ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi atau sosok yang berharga bagi kita, bahwa kematian pasti akan menghampiri kita , dan rumah terakhir ini menjadi keharusan bagi kita, maka kita harus bersiap-siap untuk menyambutnya, mengevaluasi diri kita sebelum diri kita dievaluasi (dihisab).

Kita dulu lahir telanjang dan tidak membawa apa-apa, dan sekarang kembali pada Allah juga telanjang dan tidak membawa apa-apa, selain amal saleh.

Tentang kematian sebagai nasehat, dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda :
“…..aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yakni Al Qur'an, dan yang diam saja ialah kematian ...”

Selama hayat masih dikandung badan, marilah kita siapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan keabadian itu, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah, menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya, serta marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita lakukan.

Marilah kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita masing-masing.
Tentang masa muda kita, untuk apa kita pergunakan.
Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main saja ?

Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau haram ?
Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk kita belanjakan di jalan Allah, bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya?

Dan terus kita muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui. Sekarang marilah kita tanyakan kepada diri kita masing-masing.
Apakah kematian sudah menjadi penasehat kita....?

Kalau memang iya, lantas apa yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal kita tahu akan meninggalkannya.
Perlu kita ingat bahwa pangkat, harta dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita bawa untuk mendekat dan menemui Allah.
Hanya amal saleh yang akan kita bawa nanti, yang dapat membawa kita menemui Allah.

Suatu ketika Imam Ali Bin Abu Thalib melewati daerah pekuburan.
Beliau mengucapkan salam lalu berkata, “Wahai para penghuni kubur, istri kalian maka telah dinikahi, rumah kalian telah dihuni dan harta kalian telah dibagi. Inilah kabar dari kami, maka bagaimana kabar kalian?”
[Tasliyah Ahl al-Mashā'ib, hal. 194 dan al-`Āqibah fī Dzikri'l Maut, hal. 196.]

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya:
“Siapakah yang paling cerdik dari kalangan kaum mukminin?”
Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولئِكَ الْأَكْيَاسُ

“Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk setelah kematian.
Mereka itulah orang-orang yang cerdik.”

[Shahīh at-Targhīb wa’t Tarhīb III/164/3335.]

Kebanyakan dari kita emang sudah yakin akan pasti datangnya kematian namun masih lalai, kita juga pasti sangat mengharapkan surga namun tidak serius untuk mencarinya.

Sangat tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Hasan al-Bashri berikut ini :

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Tidaklah aku melihat sebuah perkara yang meyakinkan yang lebih mirip dengan perkara yang meragukan daripada keyakinan manusia terhadap kematian sementara mereka lalai darinya. Dan tidaklah aku melihat sebuah kejujuran yang lebih mirip dengan kedustaan daripada ucapan mereka, ‘Kami mencari surga’ padahal mereka tidak mampu menggapainya dan tidak serius dalam mencarinya.”

Sebagai penutup, saya kutipkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebagai berikut:

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, ” Siapakah orang mukmin yang paling baik? ‘ Beliau menjawab, ‘ Yang paling baik akhlak nya.’ Ia bertanya, ‘ Siapakah orang mukmin yang paling beruntung?’ Beliau menjawab, ‘ Yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik persiapan nya untuk (alam) setelah kematiannya. Itulah orang-orang yang beruntung.”
(HR.Ibnu Majah)

Semoga Allah Swt menjadikan kita dan anak keturunan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang cerdas, yang paling banyak mengingat kematian dan mengumpulkan sebanyak-banyak amal untuk persiapan bekal setelah kematian.
Aamiin ya Robbal'alamiin.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan.
Semoga ada manfaat yang dapat kita ambil bersama.
Mohon maaf jika ada kekurangannya.
Jika ada kebaikan dan kebenarannya semua datang dari Allah dan jika ada kekurangannya semua datang dari saya pribadi yang masih fakir dalam ilmu.

Dari saya....

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Minggu, 31 Juli 2016

KISAH NYATA MAYAT MEMBACA AL-QUR'AN DI DALAM KUBUR


۞﷽۞

╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
" KISAH NYATA MAYAT MEMBACA AL-QUR'AN DI DALAM KUBUR "
•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

===================================
⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛⬛

📰Kisah ini benar terjadi seperti yang telah diceritakan oleh Mahasiswa Malaysia di Arab Saudi. Peristiwa ini benar-benar terjadi dan disahkan benar oleh Ustadz Halim Naser, penceramah yang amat terkemuka di Malaysia.
.
📰Peristiwa ini terjadi pada suatu hari di musim haji yang lalu, mahasiswa Malaysia yang sama-sama menunaikan haji ikut tergabung dengan seorang Arab untuk mengubur seorang mayat yang meninggal dunia pada musim haji. 
Makam tersebut terletak di Ma'la, tempat pemakaman para jemaah haji yang meninggal dunia di Makkah.
.
📰Cara yang mereka kebumikan mayat adalah dengan cara meninggalkan mayat dalam lubang yang disediakan dan menutupnya untuk sekitar delapan bulan. Setelah delapan bulan, lubang itu akan dibuka kembali untuk menguburkan mayat yang baru.
.
📰Pada hari tersebut, ketika satu lubang dibuka untuk mengubur mayat yang baru, orang Arab tersebut berhamburan lari karena dia nampak mayat sedang bersila, bukan tidur seperti kebiasaannya. Penuntut Malaysia ini memberanikan diri merangkak ke dalam kubur tersebut untuk melihat dengan lebih jelas. Hasilnya dia merasa memang mayat tersebut sedang bersila dan mayat tersebut sedang membaca Al-Quran, dan Al-Quran tersebut memang yang asli.
.
📰Setelah dilihat berikutnya. Ayat Quran yang terbuka adalah Surah Yasin. Satu hal adalah mayat tersebut tidak membusuk dan kain yang membalutinya juga tidak busuk. Yang membusuk hanyalah kapas yang ditempatkan di antara mayat dengan kain kafan (kain ehram).
.
📰Setelah dilakukan penelitian, ternyata mayat tersebut adalah mayat seorang pria berkulit hitam yang kerjanya adalah membersihkan Baitullah dari tumpahan air zam-zam. Kerjanya tiada lain selain membersihkan Baitullah jika ada tumpahan air zam-zam. Jika tidak ada tumpahan, dia akan duduk di satu sudut Baitullah dan membaca Surah Yasin.
.
📰Itulah kelebihannya bagi orang yang berbakti ke jalan Allah. Inilah yang membuat kita semakin berkobar-kobar untuk mengunjungi Baitullah.
.
🙏Ya Allah wafatkanlah aku, kedua orangtuaku, dan semua member grup ini dalam keadaan husnul khatimah 

ﺁﻣــــــــــــــــــﻴﻦ ﻳَﺎ ﺭَﺏَّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِــــــــــﻴْﻦ

CUKUPLAH KEMATIAN SEBAGAI NASEHAT

Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 


⏳CUKUPLAH KEMATIAN SEBAGAI NASEHAT!⌛

“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!”
(HR. Tirmidzi)

Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.

Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga
Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapalama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”

Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa
Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naïf kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa
Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu. Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.

Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara
Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga
Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.


Senin, 13 Juni 2016

MALAIKAT MAUT MENGINTAI KITA SETIAP 21 MENIT

۞﷽۞ ۞﷽۞

╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
                          WASPADALAH...!! 
SETIAP 21 MENIT MALAIKAT MAUT MENGINTAI KITA
•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

===================================

🍂 Sungguh tanpa kita sadari, betapa seringnya malaikat maut mengintai kita, Malaikat Pencabut Nyawa ini menatap (melihat) wajah kita, yakni sebanyak 70 kali dalam sehari-semalam (24 Jam), malaikat maut tersebut melihat kita. Saudaraku, Apabila kita merasa sadar diri, tentang hakikat tersebut, maka insyaallah kita otomatis tidak akan lupa untuk selalu mengingat kematian kita.

🍂 Akan tetapi dikarenakan malaikat maut tersebut merupakan “makhluk ghaib”, artinya kita sebagai manusia yang pada hakikatnya tidak dapat melihat kehadiran melaikat maut tersebut. 
Maka dari itu kita pun tidak menyadari bahwa setiap 21 menit kita diziarahi/ diintai-nya, Sungguh kita sama-sekali tidak menyadari apa yang telah dilakukan oleh Malaikat Maut tersebut, kita tidak menyadari apa yang telah dipantau oleh “Malaikatul-Maut”. 
Allahuakbar.. Allahuakbar.. Allah Maha Besar !

🍂 Baginda Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wassalam Bersabda, sebagaimana yang telah di-riwayatkan oleh Abdullah bin Abbas r.a. Sebagai berikut : 
➖ {” Bahwasanya malaikat maut itu memperhatikan wajah manusia (kita), di muka bumi ini (yakni sebanyak) 70 kali dalam sehari (sehari-semalam = 24jam). Ketika (Malaikat) Izrail datang merenungi wajah seseorang, (maka) didapati orang tersebut sedang bergelak-ketawa. Dan berkatalah (malaikat) Izrail: ‘Alangkah heran-nya aku melihat orang ini, padahal aku ini diutus oleh Allah SWT untuk mencabut nyawa-nya kapan saja, Namun (sungguh) dia masih terlihat bodoh dan bergelak ketawa’ “}.

🍂 Saudaraku yang dicintai oleh Allah Subhanahu wata'ala , dari hadits di atas ini bisa kita kaji, sebagaimana berikut ini :

• Dalam » 1 hari = 24 Jam, dan 24 jam = 1440 menit. Jadi 1440 menit/ 70 kali (malaikat melihat kita) = 20.571 menit (dibulatkan menjadi 21 menit). 
Nah dari perhitungan tersebut berarti Sang Malaikat Maut (Malaikat pencabut nyawa) mengintai/ menziarahi kita “setiap 21 menit”. Subhanallah..!

🍂 Wahai Saudaraku yang beriman, Tidak sadarkah kita sekarang ini bahwasanya Malaikat Maut mengintai kita. 
Bayangkan… dalam waktu 21 Menit kita di intai oleh Malaikat kematian tersebut, Sungguh betapa banyak diantara kita yang sekarang ini, bergembira, bersuka-ria, tertawa, Bahkan berfoya-foya di setiap hari-harinya. 
Padahal Demi Allah… Sungguh ! 
Kain Kafan ini sedang ditenun/dipersiapkan dalam keadaan kita tidak sadarkan diri. 

🍂 Astaghfirullahal Adziim…, Ampuni Aku Ya Allah…. Ampuni Hambamu ini Yang acapkali tak sadarkan diri bermak-siat di hadapan-Mu Ya Rabb !

➖{” “Wahai Baginda Rasulullah, Siapakah orang mukmin yang paling cerdas ?” Tanya sahabat kepada Rasulullah SAW, Dan Baginda Rasulullah SAW pun menjawab : “ (mereka) Yang paling banyak mengingat mati, dan kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas”. “} 
📙(HR. Thabrani dan Ibnu Majah).





                  3 RAHASIA KEMATIAN 


1. RAHASIA WAKTU.
Kita tidak akan pernah tau,kapan kematian akan menjemput kita.

2. RAHASIA TEMPAT.
Kita tidak akan pernah tau,dimana kematian itu akan menjemput kita.

3. RAHASIA CARA.
Kita tidak akan pernah tau,dengan cara apa kematian akan merengut nyawa kita.

Allah Swt," merahasiakan" nya, agar kita senantiasa siap setiap saat.

Kematian itu adalah sesuatu yang pasti ..dan pasti akan terjadi.
Oleh karena itu .:
~ Jangan kita menunda amal ibadah.
  ~ Jangan kita menunda taubat.
  ~ Jangan menunda perbaikan diri.
  ~ Jangan main - main dengan maksiat.
   ~ Jangan menyia2kan mereka yang kita cintai.
      

Semoga diakhir hayat, kita Husnul Qhatimah. Aminn.

🍂 Semoga dengan tulisan singkat ini bermanfaat banyak bagi kita semua ! Aamiin.

Jumat, 20 Mei 2016

KISAH AHLI KUBUR BEREBUT BACAAN AL QUR'AN

۞﷽۞


╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮

" KISAH AHLI KUBUR BEREBUT BACAAN AL QUR’AN "

 •┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•

                        ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


=====================================


🔶Suatu hari seorang alim bermimpi bertemu dengan para ahli kubur. Dalam mimpinya ia melihat para ahli kubur sedang berebut dan memungut berbagai macam bingkisan yang berserakan. 


🔶Tak lama kemudian ia melihat ada satu orang yang sedang duduk acuh tidak tergiur sama sekali dengan berbagai barang berharga yang sedang diperebutkan tersebut. 


🔶Orang alim ini pun dibuat heran dan penasaran. 

➖"Mengapa anda diam saja tidak seperti mereka mengambil barang-barang itu?" tanya sang alim kepada orang tersebut. 


🔶Mendapat pertanyaan itu, ia langsung menjawab bahwa mereka yang sedang sibuk itu sedang mengambil 'paket kiriman' dari umat Islam yang mendoakan ahli kubur berupa bacaan Al-Qur'an, sedekah dan doa. 


➖"Saya sendiri tidak butuh 'bingkisan' itu sebab saya sudah punya semuanya," jawab laki-laki itu dengan mantap.


➖ "Dari mana Anda bisa mendapatkan barang-barang itu?" tanya sang alim yang tambah penasaran. 


➖"Saya punya anak yang berjualan kue di pasar , setiap hari dia selalu mengirim bacaan Al-Qur'an dan doa kepadaku," jawabnya. 


🔶Tidak lama kemudian, sang alim ini terbangun dari tidurnya dan semua yang terjadi dalam mimpinya itu sangat jelas teringat hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengunjungi pasar dan mencari seseorang yang menjual kue. 


🔶Berangkatlah sang alim ini menuju pasar dan tidak perlu waktu lama untuk menemukan penjual kue di sana. Firasat orang alim ini semakin kuat ketika melihat mulut penjual kue ini tidak henti-hentinya bergerak seperti sedang membaca sesuatu. 


➖"Saya melihat mulut Anda dari tadi tidak berhenti bergerak, kalau boleh tahu apa yang sedang dibaca?" tanya orang alim itu. 


➖"Oh, saya sedang membaca Al-Qur'an dan dikirimkan khusus untuk orang tuaku yang sudah meninggal," jawabnya. 


🔶Jawaban itu cukup memuaskan sang alim sebab apa yang disampaikan penjual kue itu ternyata memiliki hubungan dengan mimpi yang dialaminya kemarin. 


🔶Beberapa waktu kemudian, sang alim ini kembali bermimpi sebagaimana sebelumnya, namun ada sesuatu yang berbeda. Ia melihat orang yang dulu hanya duduk manis, sekarang juga ikut memungut 'bingkisan' dengan para ahli kubur lainnya. 


🔶Sang alim tak sempat berkomunikasi, sebab orang itu terlihat begitu sibuk. Ketika sudah bangun dari tidurnya, sang alim ini sedikit kebingungan hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali menemui sang penjual kue di pasar. 


🔶Namun saat sampai di pasar, sang alim tidak menemukan penjual kue itu sebab menurut informasi yang didapat, penjual kue yang waktu itu selalu membasahi bibirnya dengan bacaan Al-Qur'an ternyata sudah meninggal dunia. 


🔶Akhirnya sang alim pun menyimpulkan bahwa orang yang di mimpi pertama hanya duduk manis kemudian di mimpi kedua sibuk berebut 'bingkisan' itu ternyata sudah tidak lagi mendapat kiriman doa dari anaknya. 


🔶Dzikir yang berisi doa dan bacaan ayat suci Al-Quran atau juga sedekah yang dilakukan orang hidup kemudian 'dikirimkan' untuk orang yang sudah meninggal dunia sesungguhnya bisa sampai dan memberi manfaat bagi ahli kubur. 


📚Kisah ini dibahas dalam kitab I'anatut Thalibin jilid 2 halaman 143. 

Syaikh Bakri Syata Ad-Dimyati, sang penulis kitab tersebut mengutip hadits Rasulullah dan pendapat para ulama dalam membahas pentingnya ziarah dan mengirim doa untuk orang meninggal dunia sebagaimana kisah inspiratif ini.

Sabtu, 23 April 2016

TERNYATA HANYA 90 MENIT KITA HIDUP DI DUNIA INI

۞﷽۞


╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮

🕒 TERNYATA HANYA 90 MENIT KITA HIDUP DI DUNIA INI 🕒

 •┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•

                        ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


⏳ Mari kita lihat berdasarkan Al-Qur'an sebagai sumber

kebenaran absolut.

1 hari akhirat = 1000 tahun ..

24 jam akhirat = 1000 tahun ..

3 jam akhirat = 125 tahun ..

1,5 jam akhirat = 62,5 tahun ..

90 Menit = 1,5 jam waktu dunia


⏳ Apabila umur manusia itu rata-rata 60-70 tahun, maka hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja. Pantaslah kita selalu diingatkan masalah waktu.


⏳ Ternyata hanya satu setengah jam saja yang akan menentukan kehidupan abadi kita kelak, hendak di Surga atau Neraka.

(QS. 35:15, 4:170)


⏳ Cuma satu setengah jam saja cobaan hidup, maka bersabarlah. 

(QS. 74:7, 52:48,39:10)


⏳ Demikian juga hanya satu setengah jam saja kita harus menahan nafsu dan mengganti dengan sunnah-Nya. 

(QS. 12:53, 33:38)


⏳ "Satu Setengah Jam" sebuah perjuangan yang teramat singkat dan Allah akan mengganti dengan surga Ridha Allah. (QS.9:72, 98:8, 4:114)


⏳ Maka berjuanglah untuk mencari bekal perjalanan panjang nanti. 

(QS. 59:18, 42:20, 3:148, 28:77)

Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (dibumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." 

(QS. 23:114)


⏳ Ya Allah,

Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilah kami, berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat.


Aamiin ya Rabbal'alamin