Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri 3 hal yang. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri 3 hal yang. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 April 2016

3 HAL YANG BISA MERUSAK KEIKHLASAN

3 HAL YANG BISA MERUSAK KEIKHLASAN
______________________________________________


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


     Ikhlas adalah salah satu hal yang bisa menyebabkan suatu amalan ibadah kita diterima Allah Ta'ala. Yang dimaksud dengan pengertian ikhlas adalah memurnikan ibadah atau amal shalih hanya untuk Allah dengan mengharap pahala dari Nya semata. Jadi dalam beramal kita hanya mengharap balasan dari Allah, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk yang lain. Demikian adalah pengertian
Ikhlas dalam Islam.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa makna ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: "Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan."
Berhati-hatilah bila dalam beramal dalam hati kita menginginkan sesuatu dari tujuan-tujuan duniawi. Karena hal tersebut bisa menjadi pertanda kebinasaan karena Allah tidak akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang berterbangan sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam QS Al-Furqan: 23 yang artinya: "Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan"
Ikhlas memang tidak mudah. Akan tetapi kita harus belajar dan mempraktekkan keihlasan itu sendiri. Demikian pula seperti yang tercantum dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya" (HR. Muslim).
Ada beberapa hal yang merusak keikhlasan seseorang yaitu :

1. Riya’ .
Pengertian riya adalah seseorang menampakan amalnya dengan tujuan orang lain melihatnya dan memujinya. Dan hal inilah yang termasuk pembatal ikhlas dalam islam. Sehingga kita harus berhati-hati terhadap ikhlas dan menanyakan pada diri kita sendiri
Sudah Ikhlaskah Kita ?. Dan ini termasuk dalam perbuatan syirik dan dikategorikan syirik kecil. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya : ‘Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya’, ‘Pergilah kalian kepada apa-apa yang membuat kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mandapat balasan dari mereka’"(HR. Ahmad )

2. Ujub.
Yang dimaksud dengan pengertian ujub adalah adalah seseorang berbangga diri dengan amal-amalnya. Para ulama menerangkan bahwa ujub merupakan sebab terhapusnya pahala seseorang, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ujub sebagai hal-hal yang membinasakan. Beliau bersabda yang artinya: "Hal-hal yang membinasakan ada tiga yaitu: berbangganya seseorang dengan dirinya, kikir yang dituruti, dan hawa nafsu yang diikuti"(HR. Al-Bazzar ).

3. Sum’ah .
Pengertian sumah adalah adalah seseorang beramal dengan tujuan agar orang lain mendengar amalnya tersebut lalu memujinya. Maka bahaya sum’ah sama dengan bahaya riya’ dan pelakunya terancam tidak akan mendapatkan balasan dari Allah, bahkan Allah akan membuka semua keburukannya di hadapan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya : "Barangsiapa yang memperdengarkan amalannya maka Allah akan memperdengarkan kejelekan niatnya dan barang siapa yang beramal karena riya’ maka Allah akan membuka niatnya di hadapan manusia"(HR. Bukhari dan Muslim)

Minggu, 31 Juli 2016

GOLONGAN MANUSIA KETIKA TERTIMPA MUSIBAH, GOLONGAN MANAKAH ENGKAU....??

GOLONGAN MANUSIA KETIKA TERTIMPA MUSIBAH, GOLONGAN MANAKAH ENGKAU....?? 


Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 


GOLONGAN MANUSIA KETIKA TERTIMPA MUSIBAH

----------------------------------------------------------------------


Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin rahimahullah berkata:

"Macam-macam manusia di saat musibah menimpanya:

- Syaakir (bersyukur)
- Raadhi (ridho)
- Shaabir (bersabar)
- Jaazi' (marah).

▪Adapun orang yang Marah (ketika ditimpa musibah) maka ia telah berbuat keharaman dan murka terhadap ketentuan dari Rabb (pemilik, pengatur, dan penguasa) alam semesta.

▪Dan keadaan orang yang bersabar maka ia telah menegakkan kewajibannya. Orang yang sabar ini tidak suka terjadinya (musibah itu) dan memandang musibah tersebut sebagai sesuatu yang pahit dan sulit..

Namun ia memikul dan menahan jiwanya dari (melakukan) sesuatu yang diharamkan (dalam menghadapi musibah).

▪Dan tentang orang yang ridho maka dia adalah yang tidak memperhatikan musibah dan ia melihat bahwa hal itu datang dari sisi Allah sehingga ia ridha dengan keridhaan yang sempurna. Tidak ada duka lara di hatinya.

Kondisinya ini lebih tinggi derajatnya dari keadaan orang yang bersabar..

▪Dan mengenai orang yang bersyukur maka ia bersyukur kepada Allah atas musibah ini.

Syukurnya ini dari dua sisi:

1. Dengan cara ia melihat kepada orang lain yang ditimpa musibah yang lebih besar. Lalu ia bersyukur kepada Allah bahwa ia tidak terkena yang semisalnya.

2. Dia memahami bahwa dengan musibah ini akan menjadikannya mendapat penghapusan (dosa) kejelekan-kejelekannya dan terangkat derajatnya bila ia bersabar.

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita berupa syukur ketika datang musibah.

[ Asy-Syarhul Mumti' 5/ 395 ].

ـــــــــــــــــــــــــــــ
۞ صيــد الفوائــد ۞:
ﺃﻗﺴــﺎﻡ ﺍﻟﻨــﺎﺱ ﺇﺫﺍ ﺃﺻﺎﺑﺘﻬــﻢ  ﻣﺼﻴﺒــﺔ :

1⃣ ﺍﻟﺸﺎﻛﺮ
2⃣ ﺍﻟﺮﺍﺿﻲ
3⃣ ﺍﻟﺼﺎﺑﺮ
4⃣ ﺍﻟﺠﺎﺯﻉ .
.
▪ ﺃﻣــﺎ ﺍﻟـﺠـﺎﺯﻉ : ﻓﻘﺪ ﻓﻌﻞ ﻣﺤﺮﻣﺎً ﻭﺗﺴﺨﻂ ﻣﻦ ﻗﻀﺎﺀ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ .
▪ ﻭﺃﻣــﺎ ﺍﻟﺼﺎﺑـﺮ : ﻓﻘﺪ ﻗﺎﻡ ﺑﺎﻟﻮﺍﺟﺐ ، ﻭﺍﻟﺼﺎﺑﺮ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻜﺮﻩ ﻭﻗﻮﻋﻬﺎ
ﻭﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﻣُﺮَّﺓ ﻭﺷﺎﻗَّﺔ ، ﻟﻜﻨﻪ ﻳﺘﺤﻤﻞ ﻭﻳﺤﺒﺲ ﻧﻔﺴﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﻲﺀ
ﺍﻟﻤُﺤﺮﻡ .
▪ ﻭﺃﻣـﺎ ﺍﻟﺮﺍﺿﻲ : ﻓﻬﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻬﺘﻢ ﻟﻬﺬﻩ ﺍﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﻭﻳﺮﻯ ﺃﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ
ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﺮﺿﻰ ﺭﺿﺎً ﺗﺎﻣﺎً ، ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﺗﺤﺴّﺮ ، ﻭﺣﺎﻟﻪ ﺃﻋﻠﻰ ﻣﻦ
ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺼﺎﺑﺮ .
▪ ﻭﺃﻣـﺎ ﺍﻟﺸﺎﻛﺮ : ﻓﻬﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺸﻜﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺼﻴﺒﺔ .

ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺷﻜﺮﻩ ﻣﻦ ﻭﺟﻬﻴﻦ :
1⃣ ﺃﻥ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻣﻦ ﺃﺻﻴﺐ ﺑﻤﺎ ﻫﻮ ﺃﻋﻈﻢ ، ﻓﻴﺸﻜﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻢ
ﻳﺼﺐ ﻣﺜﻠﻪ .
2⃣ ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﺳﻴﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺑﻬﺬﻩ ﺍﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﺗﻜﻔﻴﺮ ﻟﻠﺴﻴﺌﺎﺕ ﻭﺭﻓﻌﺔ ﻓﻲ
ﺍﻟﺪﺭﺟﺎﺕ ﺇﺫﺍ ﺻﺒﺮ . ﻧﺴﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﺮﺯﻗﻨﺎ ﺍﻟﺸُﻜﺮ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻤﺼﺎﺋﺐ .

【ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺍﻟﻤﻤﺘﻊ【٥ / ٣٩٥】
ﻟﻠﺸﻴــﺦ العلامة فقيه الزمان ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺻﺎﻟﺢ ﺍﻟﻌﺜﻴﻤﻴﻦ - ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ وغفر له ورفع درجته في المهديين -
قناة :صيــد الفوائــد 





       " GOLONGAN MANAKAH ENGKAU...? " 
---------------------------------------------------------------------


🟢 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

‎ﺛُﻢَّ ﺃَﻭْﺭَﺛْﻨَﺎ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺻْﻄَﻔَﻴْﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩِﻧَﺎ ﻓَﻤِﻨْﻬُﻢْ ﻇَﺎﻟِﻢٌ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻣُﻘْﺘَﺼِﺪٌ ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺳَﺎﺑِﻖٌ ﺑِﺎﻟْﺨَﻴْﺮَﺍﺕِ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺫَﻟِﻚَ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞُ ﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮ

➖"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar." 
📖[Qs. Faathir 32]

🟢 Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

➖"Allah membagi umat (islam) ini menjadi tiga bagian :

✅1. Orang yang menzalimi dirinya sendiri, yaitu orang-orang yang meremehkan kewajiban dan yang menerjang hal-hal yang diharamkan.

✅2. Orang yang pertengahan, yaitu orang-orang yang mengerjakan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan yang diharamkan. Mereka terkadang meninggalkan hal-hal yang bersifat anjuran (sunnah) dan mereka juga terkadang melakukan hal-hal yang hukumnya makruh.

✅3. Orang yang berlomba dalam kebaikan, yaitu orang-orang yang melaksanakan hal-hal yang diwajibkan serta melaksanakan hal-hal yang disunnahkan. Mereka meninggalkan hal-hal yang haram dan hal-hal yang makruh serta meninggalkan (berlebih-lebihan) dalam hal-hal yang mubah."

📚[Kitab al-Mishbaahul muniir fii tahfdziib tafsiir Ibni Katsiir, hal 113]

🟢 Marilah kita instropeksi diri kita masing-masing, apakah kita sudah termasuk golongan yang ketiga, atau minimal golongan yang kedua.

🟢 Abdullah bin Abbas radiyallahu 'anhuma berkata :

➖"Orang-orang yang menzalimi dirinya, (kemudian bertaubat) maka akan diampuni. Orang orang yang pertengahan akan dihisab dengan hisab yang mudah. Dan orang-orang yang berlomba dalam kebaikan akan dimasukkan surga tanpa dihisab."

📚[Misbahul muniir, hal 1131]

🟢 Semoga Allah memberi taufiqNya kepada kita untuk senantiasa berlomba dalam kebaikan.

Aamiin....

 

Rabu, 08 Maret 2017

MENJAGA LISAN DARI GHIBAH DAN FITNAH

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ.
اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

صدق الله العظيم
أَمَّا بَعْدُ

*
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, yang telah memberikan nikmat islam , nikmat iman dan nikmat kesehatan kepada kita semua.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam, beserta keluarganya, sahabat"nya, dan insya Allah juga kepada kita selaku umatnya.

*
Berkaitan dengan firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 12 yang telah jadi pembuka kajian ini, Insya Allah kita akan bersama belajar tentang "Menjaga Lisan Dari Ghibah dan Fitnah"

Diantara nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita adalah nikmat lisan.
Lisan adalah anugerah, namun apabila anugerah ini tidak kita manfaatkan sebaik-baiknya maka akan menjadi bumerang bagi pemiliknya.
Karena itulah menjaga lisan termasuk amalan yang diperintahkan dalam islam.

Semua yang kita lakukan didunia ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Dan seluruh anggota tubuh kita nantinya akan menjadi saksi, termasuk ucapan dari lidah kita.
Tentunya kita sadari bahwa tak ada yang lepas dari pengawasan Allah.

*
Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf : 16-18]

*
Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman:

{ يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ } .

Artinya: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” QS. An Nur: 24.

*
Ayat di atas menjadi dalil untuk menjaga lisan, pada ayat yang pertama pemberitahuan dan sekaligus peringatan bahwa setiap perkataan akan dicatat oleh para malaikat di dalam buku catatan amal, yang akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat.

Sedangkan pada ayat yang kedua, juga berupa pemberitahuan serta peringatan sekaligus, bahwa  lisan akan menjadi saksi atas semua perbuatan manusia pada hari kiamat.

*
Ke topik bahasan kita kali ini tentang ghibah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?

Secara bahasa, kata “ghibah” (غيبة) berasal dari akar kata “ghaba, yaghibu” (غاب يغيب) yang artinya tersembunyi, terbenam, tidak hadir, dan tidak tampak. Kita sering menyebut “ghaib”, tidak hadir.

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyimpulkan bahwa ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedangkan orang muslim itu tidak suka bila hal itu disebutkan.

*
Seorang ulama yang menggugah jiwa lewat tulisan-tulisannya, Imam Al-Ghazali mengungkapkan, ghibah tidak hanya pengungkapan aib seseorang yang dilakukan secara lisan. Tetapi juga termasuk pengungkapan dengan melalui perbuatan, misalnya dengan isyarat tangan, isyarat mata, tulisan, gerakan dan seluruh yang dapat dipahami maksudnya.

Masih menurut Imam Al-Ghazali, aib seseorang yang diungkapkan itu meliputi berbagai hal, seperti kekurangan pada badannya, pada keturunannya, pada akhlaknya, pada pebuatannya, pada ucapannya, pada agamanya, termasuk pada pakaian, tempat tinggal dan kendaraannya.

*
Dalam kitab Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَأكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ اَفَرَاَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنَّ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُولُ فَقَدِاغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَهُ

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada yang menyahut, “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Bila demikian itu berarti kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah berdusta atas dirinya”

*
Jadi Ghibah adalah membicarakan orang lain dgn hal yg tidak disenanginya bila ia mengetahuinya baik yg disebut-sebut itu kekurangan yg ada pada badan nasab tabiat ucapan maupun agama hingga pada pakaian rumah atau harta miliknya yg lain. Menyebut kekurangannya yg ada pada badan seperti mengatakan ia pendek hitam kurus dan lain sebagainya. Atau pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong fasik munafik dan lain-lain. Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah dan saat diperingatkan ia menjawab ” Yang saya katakan ini benar adanya! ”

*
Menggunjing tidak terbatas dgn lisan saja namun juga bisa terjadi dgn tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata gerakan tangan cibiran bibir dan sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain.

Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.
Ketika wanita itu sudah pergi ‘Aisyah mengisyaratkan dgn tangannya yg menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lantas bersabda ” Engkau telah melakukan ghibah! ” Semisal dgn ini adalah gerakan memperagakan orang lain seperti menirukan cara jalan seseorang cara berbicaranya dan lain-lain. Bahkan yg demikian ini lbh parah daripada ghibah krn di samping mengandung unsur memberitahu kekurangan orang juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.

*
Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk yg paling buruk adalah ghibah yg disertai dgn riya’ seperti mengatakan ” Saya berlindung kepada Allah dari perbuatan yg tidak tahu malu semacam ini semoga Allah menjagaku dari perbuatan itu. ” padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain namun ia menggunakan ungkapan doa utk mengutarakan maksudnya.

*
Kadang orang melakukan ghibah dgn cara pujian seperti mengatakan ” Betapa baik orang itu tidak pernah meninggalkan kewajibannya namun sayang ia mempunyai perangai seperti yg banyak kita miliki kurang sabar. ” Ia menyebut juga dirinya dgn maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang shalih yg selalu menjaga diri dari ghibah.

Bentuk ghibah yg lain misalnya mengucapkan ” Saya kasihan terhadap teman kita yg selalu diremehkan ini.
Saya berdoa kepada Allah agar dia tidak lagi diremehkan. ” Ucapan semacam ini bukanlah doa krn jika ia menginginkan doa untuknya tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak menguta-rakannya semacam itu.

*
Demikian banyak hal yang dapat menjadi obyek pengungkapan tentang kekurangan diri seseorang, sehingga seorang muslim, sadar atau tidak sadar memungkinkan dirinya sangat mudah terjerumus dalam ghibah ini, bila tidak berhati-hati dan tidak pula mewaspadainya.

Ada benarnya ungkapan bahwa lidah tak bertulang sebab banyak di antara manusia bahkan kaum muslimin yang tidak mampu mengendalikan lidah atau lisannya.
Lidah mudah menjulur dan bergerak kian kemari tanpa kendali, dan akhirnya menjadi panglima baginya, yang mesti diperturutkan apapun kehendaknya. Jika lidah telah menjadi panglima, maka berapa banyak dosa dan kesalahan yang dapat ditimbulkan olehnya?. Berapa banyak kerusakan dan kehancuran yang disebabkan olehnya?. Dan berapa banyak pula akibat buruk baginya dan bagi orang lain yang dapat dihasilkan olehnya??

*
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menasehatkan,

“Telah sampai kepadaku, seseorang mengatakan bahwa tidak ada satu bagian dari tubuhnya yang paling dimurkai pada hari kiamat melebihi lisannya, kecuali yang menggunakannya untuk mengucapkan yang baik-baik atau mengisinya dengan kebaikan,”

*
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu  juga menasehatkan,

”Demi Allah yang tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia, tidak ada sesuatupun yang paling perlu untuk dipenjara lebih lama dari pada lisan.” Ia pernah berkata, ”Wahai lisan, ucapkan yang baik maka kamu beruntung! dan diamlah dari mengucapkan keburukan maka kamu selamat, sebelum kamu menyesal!.”

*
Pada hari kiamat nanti, banyak diantara kita yang sakit hati sama lisannya, yang benci lisannya, karena gara-gara lisan ini dia diadzab dalam api neraka. Gara-gara lisan ini dia tergelincir ke dalam adzab Allah Subhanahu wa ta’ala. Bukan karena rambutnya, karena rambutnya sudah ditutup dengan jilbab, bukan karena badannya, badannya sudah ditutup dengan baju yang sesuai dengan syari’at, bukan karena mata kakinya karena sudah sesuai dengan tuntunan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Tapi yang dia benci adalah lisannya.
Na’udzubillaahi mindzaliik.

*
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَمَحَااَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِيْنَا هُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَا هُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِيْنِاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوِى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّ بُهُ

“Setiap anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak akan bisa dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. (Dalam hal ini), hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau mengurungkannya."

*
Saudaraku yang dimuliakan Allah...
Jika suatu saat kita bertandang ke kediaman seorang kawan, kemudian pada saat waktunya makan kita diberi hidangan berupa makanan kesukaan kita, misalnya ayam panggang yang masih hangat dengan aroma  yang mengundang selera. Apa sikap kita?
Tentu dengan senang hati ayam panggang itu akan kita terima, apalagi sang tuan rumah adalah kawan baik kita dan menghidangkannya dengan wajah ceria.

*
Namun ketika akan disantap, tiba-tiba sang kawan mengatakan sambil tersenyum manis bahwa ayam panggang ini sebelum dimasak adalah ayam yang sudah mati beberapa hari yang lalu, alias bangkai ayam, dengan alasan agar tidak mubadzir maka bangkai ayam ini di olah sedemikan rupa  dengan bumbu dan cara masak yang jitu sehingga akan sedap untuk di makan.
Bagaimana sikap kita? Sudah dipastikan, kita akan menolak sebab akal tidak bisa menerima, baik ditinjau dari segi kesehatan  maupun dari hukum syar’i.
Perut yang tadinya lapar bisa jadi kenyang mendadak, dan spontan kita akan menolak dengan sekuat tenaga bila dipaksa untuk memakannya.

*
Hal di atas adalah suguhan bangkai ayam yang dikemas dengan masakan yang lezat, bagaimana bila yang dihidangkan adalah bangkai manusia? Apakah kita juga akan menolaknya? Secara akal sehat seharusnya kita akan semakin keras dalam menolak.

Tetapi kadang rasa tidak enak yang dipoles dengan hawa nafsu mengalahkan akal sehat dan pengetahuan akan bahayanya bagi tubuh dan jiwanya. Kecuali hamba-hamba Allah yang dirahmati-Nya, dia  akan menolak lebih keras lagi.
Bahkan kalau bisa menjauh sejauh-jauhnya agar tidak melihat suguhan bangkai manusia dikarenakan saking jijiknya.

*
Inilah hakikat ghibah, yang kebanyakan kaum muslimin  tidak menyadarinya, kecuali mereka yang mendapat rahmat dari Allah ‘azza wa jalla.
Semoga kita bagian dari para hamba-Nya yang selalu diingatkan akan bahayanya ghibah sehingga kita bisa mewaspadainya dari awal.

Aamiin yaa Rabbal'alamiin.

*
Bagaimana jika yang kita bicarakan itu emang kebenaran?

Perlu kita fahami hal berikut!

Bicara benar tentang seseorang dari sesuatu yang tidak kita sukai ➡GHIBAH

Bicara tidak benar atau salah tentang seseorang dari sesuatu hal yang tdk kita sukai➡ FITNAH

*
Astaghfirullahal ‘adzim.
Seringkali terdengar di tempat kerja, di rumah, bahkan di majelis pengajian, seorang kaum muslimin menggunjing saudaranya sesama muslim tanpa merasa berdosa sedikitpun.
Mereka asyik dengan gunjingannya itu, dan puas mengupas tuntas kejelekan, kelemahan, dan kesalahan saudaranya, yang semestinya dicintai, dikasihi dan dijaga nama baiknya karena Allah.

*
Seiring dengan kemajuan jaman, sekarang tidak hanya dgn lidah, dengan tulisan, chatting, obrolan di grup kita ngebahas orang dengan nada tidak suka.
Oleh karenanya tulisan ini sering disebut dengan "LISAN KEDUA".
Bahkan media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yg paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yg paling rendah.
Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yg seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.
Astagfirullah hal'adziim.

*
Padahal, kalau kita melihat bagaimana Allah menggambarkan menggunjing itu dengan suatu yang amat kotor dan menjijikkan, yaitu bangkai.
Mari kita perhatikan firman Allah Ta’ala yang telah jadi pembuka dalam kajian ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah menggibah (menggunjing)  sebagian yang  lain. Sukakah salah seorang diantara kamu  memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih.” (QS. Al-Hujurat: 12)

*
Hadits tentang pentingnya menjaga lisan ini banyak sekali, diantaranya :

عن سفيان بن عبد الله الثقفي قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ حَدِّثْنىِ بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ قَالَ: قُلْ رَبِّيَ اللهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا أَخْوَفَ مَا تَخَافُ عَلَيَّ؟ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا

Dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqofiy berkata, aku bertanya, “Wahai Rosulullah ! ceritakan kepadaku suatu perkara yang aku dapat berpegang kepadanya”. Beliau bersabda, “Ucapkanlah ! Rabb-ku adalah Allah, kemudian istiqomahlah”. Sufyan berkata, aku bertanya lagi, “Wahai Rosulullah ! sesuatu apakah yang paling engkau khawatirkan diantara yang engkau khawatirkan?”. Beliau lalu memegang lidahnya sendiri, kemudian bersabda, “Ini”.
[HR at-Turmudziy, Ibnu Majah, Ahmad].

*
Senada dengan sabda Rasulullah, suatu ketika Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengunjungi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Ternyata Abu Bakr sedang menarik lidah dengan tangannya. Umar  pun bertanya, ”Apa yang Anda lakukan? Semoga Allah mengampunimu!” Abu Bakar menjawab, ”Inilah benda yang akan menjerumuskanku ke neraka.

*
Di dalam Kitab Sunan At-Tirmidzi terdapat suatu riwayat yang menyebutkan hadits dari Ibnu ‘Umar, beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam naik mimbar dan menyeru dengan suara yang lantang :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانَهِ وَلَمْ يَفْضِ الإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوا وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبَعِ اللهُ يَفْضَحْهُ لَهُ وَلَو في جَوْفِ رَحْلِهِ

Artinya : “Wahai segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya, namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, dan janganlah kalian melecehkan mereka, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barangsiapa yang sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahan-kesalahannya. Dan barang siapa yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah maka pasti dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.”

*
Begitu besar dosa menggunjing, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diperlihatkan balasannya kelak di akhirat.

لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَصُدُوْرَهُمْ ، فَقُلْتُ مَنْ هؤُلاَءِ يَاجِبْرِيْلُ؟ قَالَ : هؤُلاَءِ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسِ وَيَقَعُوْنَ فِي أَعْرَاضِهِمْ

Artinya : “Ketika aku mi’raj (naik di langit), aku melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari tembaga dalam keadaan mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka itu wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu Dawud)

*
Ghibah merupakan sebuah perbuatan tercela dimana pelaku dapat membuat persatuan dan kesatuan yang awalnya telah terbentuk hilang seketika. Bahkan tidak jarang pula ada yang awalnya berteman lalu menjadi bermusuhan akibat perbuatan ini.

*
Sebagai gambaran lagi mari kita lihat kisah Fitnah dan Kemoceng!

Ada orang yang gosip mengenai tetangganya dan dalam beberapa hari saja, seluruh lingkungan mengetahui ceritanya. Tetangganya itu tentu saja sakit hati. Beberapa hari kemudian, orang yang menyebarluaskan gossip tersebut menyadari bahwa ternyata gosip itu tak benar.

Dia menyesal, lalu datang kepada orang yang bijaksana untuk mencari tahu apa yang harus dilakukannya untuk memperbaiki kesalahannya itu.
‘Pergilah ke pasar’ kata orang bijak itu, ‘belilah kemoceng, kemudian dalam perjalanan pulang, cabuti bulu ayam di kemoceng dan buanglah satu persatu di sepanjang jalan pulang. Meski kaget mendengar saran itu, si penyebar gosip tetap melakukan apa yang disuruh kepadanya.

*
Keesokan harinya orang tersebut melaporkan apa yang sudah dilakukannya. Orang bijak itu berkata lagi, ‘Sekarang pergilah dan kumpulkan kembali semua bulu ayam yang kau buang kemarin dan bawa kepadaku ’Orang itu pun menyusuri jalan yang sama, tapi angin telah melemparkan bulu-bulu itu ke segala arah.

Setelah mencari selama beberapa jam, ia kembali hanya dengan tiga potong bulu.‘Lihat kan?’ kata orang bijak itu, ‘sangat mudah melemparkannya, namun tak mungkin mengumpulkannya kembali, begitu pula dengan gossip. Tak sulit menyebarluaskan gossip, namun sekali gossip terlempar, 7 ekor kudapun tak dapat menariknya kembali.

*
Ada benarnya Hidup dan mati seseorang dikuasai lidah, siapa suka meng-gema-kannya, akan memakan buahnya.
Lidah memang suatu anggota yang kecil, tapi sangatlah besar kuasanya. Bila kita salah menggunakan, maka hancurlah semua yang ada disekitar kita.

Lidah itu sepotong tapi dahsyat...
Hati-hati yang suka mudah komentar tentang selintas yang dilihat karena itu belum menggambarkan yang sesungguhnya.

*
Imam Hasan Al Bashri pernah mengatakan: “Sesungguhnya Lidah orang Mukmin berada dibelakang Hatinya, Apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka dia merenungkannya. Sedangkan lidah orang munafik berada didepan Hatinya, apabila menginginkan sesuatu dia mengutamakan lidahnya daripada memikirkan dulu dengan hatinya.”

Bahkan setajam mata bathin Rasulullah dalam sabdanya : “Sesungguhnya kebanyak dosa anak adam berada pada lidahnya”
(HR. Ath Thabarani, Ibnu Abi Dunya dan Al Baihaqi).

*
Setelah kita bahas mengenai pengertian ghibah, larangan ghibah dan akibatnya , berikut ini adalah beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk terhindar dari dosa ghibah tersebut:

1. Bergaul dengan orang yang baik
Tidak dapat dipungkiri lagi jika nyatanya pergaulan merupakan hal yang dapat membawa dampak besar pada kehidupan sehari-hari kita. Ketika anda bergaul dengan orang-orang dengan kelakuan baik, maka anda dengan sendirinya akan ikut terpengaruh dan melakukan hal-hal yang baik pula.

Kebalikannya, ketika anda bergaul dengan orang yang berperilaku buruk, maka hal ini juga akan memberntuk kepribadian anda juga. Jika anda ingin menghindari perilaku ghibah tentu anda harus menghindari orang yang gemar melakukan ghibah itu sendiri.

*
Dalam hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran seorang teman :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Artinya:

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Saat anda berada di antara para pelaku ghibah anda akan terbawa perkataan mereka dan mulai merespon setiap kata sehingga terbentuklah ghibah.

*
2. Jaga lidah anda
Berhati-hati dalam bicara merupakan sifat yang harus kita tanamkan sejak kecil. Berhati-hati ketika ingin mengatakan sesuatu membantu anda dalam menghindari ghibah. Ketika tahu apa yang akan dibicarakan merupakan hal yang buruk, lebih baik tidak usah dikatakan.

Katakan saja yang baik-baik sehingga anda terhindar dari bahaya lisan. Pepatah mengenai mulutmu adalah harimaumu merupakan sebuah pepatah yang benar adanya.

Dari Sahl bin Sa’ad ra., Rosululloh Muhammad saw bersabda:

“Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada di antara kedua tulang rahangnya – yakni mulut atau lidah – serta antara kedua kakinya – yakni kemaluannya, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya.”
(Muttafaq ‘alaih)

*
3. Intropeksi diri
Intropeksi diri merupakan hal yang cukup sulit dilakukan.
Ada banyak orang yang dapat memilah-milah kesalahan orang lain, ini benar dan yang itu salah namun terkadang kesalahan sendiri tidak tampak olehnya. Intropeksi diri merupakan hal yang baik terlebih untuk mencari kejelekan diri sendiri. Ketika kita menemukan bahwa ternyata diri kita jauh lebih buruk dibandingkan orang lain, maka akan menimbulkan rasa malu yang pastinya menghindarkan anda untuk membicarakan keburukan yang lain.

Intropeksi diri akan membuat anda merasa malu jika harus membicarakan keburukan orang lain sedangkan anda sendiri masih memiliki banyak kesalahan dan harus dibenahi. Intropeksi membuat anda sadar dengan kesalahan yang ada sehingga dapat dijadikan sebagai ajang untuk membenahi diri supaya dapat berperilaku lebih baik.

*
4. Ingat kebaikan orang tersebut
Tidak semua orang yang dibicarakan memiliki kelakuan yang buruk sehingga tidak ada satupun ada kebaikan dari dirinya. Setiap orang tentu memiliki sisi baik dan sisi buruk.
Ketika ingin membicarakan kejelekan tentangnya, sebaiknya anda ingat-ingat pula kebaikannya. Dengan mengingat sisi baik orang tersebut terlebih jika orang tersebut sering membantu anda ketika ada masalah, maka rasa keinginan untuk membicarakan hal buruk darinya akan hilang.

Hilangkan kebiasaan buruk untuk membicarakan orang ketika orang tersebut melakukan sedikit kesalahan karena bisa jadi dia jauh lebih baik jika dibandingkan dengan anda.

*
5. Ghibah merupakan hal yang buruk
Cara menghindari ghibah juga dapat anda lakukan dengan cara mengingatkan diri sendiri jika ghibah merupakan hal yang buruk. Tanamkan pada diri sendiri jika pelaku ghibah tidak ada manfaatnya dan hanya akan membawa keburukan. Keburukan yang didapat tidak hanya pada orang yang menjadi bahan pembicaraan melainkan juga pada si pelaku ghibah. Anda akan dicap orang sebagai tukang gosip yang gemar menggosip kesana sini.

Perhatikan kembali surat Al Hujurat ayat 12.

*
6. Banyak berpikir positif
Berpikir positif menyelamatkan anda dari pikiran-pikiran buruk yang merusak. Berpikir positif tentu lebih baik dan pastinya memberi pengaruh yang baik pula pada kehidupan anda. Berbeda dengan berpikir positif, maka gemar berpikir buruk merupakan kebalikannya.

Pikiran buruk dapat membuat anda tenggelam dalam beragam hal yang tidak bermanfaat sehingga perilaku anda juga dapat menyimpang. Selain itu pikiran buruk terhadap orang lain membuat kita dengan mudah membicarakan keburukannya.

*
7.Saling mengingatkan
Anda tidak perlu merasa sungkan ataupun ragu untuk mengingatkan terhadap sesama. Namun dalam mengingatkan tentu anda sendiri juga harus mencerminkan perbuatan yang baik. jangan sampai anda hanya sekedar mengingatkan namun kelakuan anda juga tidak jauh beda dengan yang diingatkan.

Setelah kita tahu jika ghibah merupakan perbuatan yang berdosa dan dimurkai Allah. Perbuatan ini membuat timbangan kejahatan orang yang digunjingkan berpindah pada si pelaku ghibah. Sehingga ada baiknya jika anda berpikir seribu kali sebelum melakukan perbuatan satu ini.

*
Dalam Al-quran di jelaskan;
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan mereka yang saling mengingatkan
tentang kebenaran dan
saling mengingatkan
tentang kesabaran.” (QS Al-Ashr : 1-3)

*
Sebagai penutup.
Mari kita simak apa yang di ucapkan oleh al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah berikut ini :

“Amat mengherankan bahwa ada seseorang yang dengan mudah dapat menjaga diri dari makan makanan yang haram, berbuat zhalim, berzina, mencuri, minum khomer, memandang sesuatu yang haram dan sebagainya, namun ia sulit untuk menjaga gerakan lisannya. Sehingga engkau dapat melihat seseorang yang dijadikan acuan dalam agama, kezuhudan dan ibadah, ia berucap dengan perkataan-perkataan yang mengundang kemurkaan Allah tanpa ambil peduli. Padahal satu kalimat saja akan dapat menjatuhkannya dengan jarak lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat. Berapa banyak kamu lihat orang yang mampu menjaga dari perbuatan keji dan kezhaliman, sementara itu lisannya mencela kehormatan orang-orang yang masih hidup dan juga orang-orang yang telah mati, tanpa peduli sedikitpun tentang apa yang ia ucapkan”.
[Ad-Da’ wa ad-Dawa’ halaman 191 oleh al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah].

*
Tajamkan mata batin kita sehingga dapat memilah mana yang benar dan yang salah tak hanya mampu mengasah lidah dan lisan hingga setajam pedang yang melukai hati lawan bicara.
Mari kita istighfar!
Astagfirullah hal'adziim....

Semoga semua uraian diatas akan membuat kita dapat mengambil manfaat dan meniatkan ada perubahan dalam hidup ini karena Allah Ta'ala.
Semoga kelak Allah hadirkan kemulian yang tak bertepian.

Aamiin ya rabbal 'alamin

*
Demikianlah yang dapat saya sampaikan.
Semoga ada manfaat yang dapat kita ambil bersama.
Mohon maaf jika ada kekurangannya.
Jika ada kebaikan dan kebenarannya semua datang dari Allah dan jika ada kekurangannya semua datang dari saya pribadi yang masih fakir dalam ilmu.

Dari saya....

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Senin, 19 Februari 2018

AL-QURAN PENYEMBUH SEGALA PENYAKIT

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh



وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا ٨٢

“Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penyembuh, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” [QS. Al-Isra`: 82)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
نُنَزِّلُ
“Kami turunkan.”

Jumhur Ahli Qiraah membacanya dengan diawali nun dan bertasydid. Adapun Abu ‘Amr membacanya dengan tanpa tasydid (نُنْزِلُ). Sedangkan Mujahid membacanya dengan diawali huruf ya` dan tanpa tasydid (يُنْزِلُ). Al-Marwazi juga meriwayatkan demikian dari Hafs. [Tafsir Al-Qurthubi, 10/315 dan Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 3/253]

مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ

“Dari Alquran.”

Kata min (مِنْ) dalam ayat ini, menurut pendapat yang rajih (kuat), menjelaskan jenis dan spesifikasi yang dimiliki Alquran. Kata min di sini tidak bermakna “sebagian”, yang mengesankan bahwa di antara ayat-ayat Alquran, ada yang tidak termasuk syifa` (penawar), sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.

Kata min pada ayat ini seperti halnya yang terdapat dalam firman-Nya:

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi…” [QS. An-Nur: 55)

Kata min dalam lafal tidaklah bermakna sebagian, sebab mereka seluruhnya adalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh. [Lihat Tafsir al-Qurthubi, 10/316, Fathul Qadir, 3/253, dan at-Thibb an-Nabawi, Ibnul Qayyim, hal. 138]

شِفَآءٞ
“Penyembuh.”
Penyembuh yang dimaksud di sini meliputi penyembuh atas segala penyakit, baik rohani maupun jasmani, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tafsirnya.

Penjelasan Tafsir Ayat

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
“Allah ‘azza wa jalla mengabarkan tentang kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Alquran, yang tidak terdapat kebatilan di dalamnya, baik dari sisi depan maupun belakang, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji, bahwa sesungguhnya Alquran itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum Mukminin. Yaitu menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan, dan penyelisihan yang terdapat dalam hati. Alquran-lah yang menyembuhkan itu semua.

Di samping itu, ia (Alquran) merupakan rahmat, yang dengannya membuahkan keimanan, hikmah, mencari kebaikan, dan mendorong untuk melakukannya. Hal ini tidaklah didapatkan, kecuali oleh orang yang mengimani, membenarkan, serta mengikutinya. Bagi orang yang seperti ini, Alquran akan menjadi penyembuh dan rahmat.

Adapun orang kafir yang menzalimi dirinya sendiri, maka tatkala mendengarkan Alquran tidaklah bertambah baginya, melainkan semakin jauh dan semakin kufur. Dan sebab ini ada pada orang kafir itu, BUKAN pada Alqurannya. Seperti firman Allah ‘azza wa jalla:

قُلۡ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدٗى وَشِفَآءٞۚ وَٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ فِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَقۡرٞ وَهُوَ عَلَيۡهِمۡ عَمًىۚ أُوْلَٰٓئِكَ يُنَادَوۡنَ مِن مَّكَانِۢ بَعِيدٖ ٤٤

“Katakanlah: ‘Alquran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Alquran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh’.” [QS. Fushshilat: 44)

Dan Allah ‘azza wa jalla juga berfirman:

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ فَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمۡ زَادَتۡهُ هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنٗاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَهُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ ١٢٤ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَتۡهُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ رِجۡسِهِمۡ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كَٰفِرُونَ ١٢٥

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.

Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [QS At-Taubah: 124-125]

Dan masih banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/60)

Al-’Allamah Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata pula dalam menjelaskan ayat ini:

“Alquran mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum Mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang zalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat-ayat tersebut tidaklah menambah baginya, kecuali kerugian. Karena hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu.

Penyembuhan yang terkandung dalam Alquran bersifat umum, meliputi penyembuhan hati dari berbagai syubhat, kejahilan, berbagai pemikiran yang merusak, penyimpangan yang jahat, dan berbagai tendensi yang batil. Sebab ia (Alquran) mengandung ilmu yakin, yang dengannya akan musnah setiap syubhat dan kejahilan. Ia merupakan pemberi nasihat serta peringatan, yang dengannya akan musnah setiap syahwat yang menyelisihi perintah Allah ‘azza wa jalla. Di samping itu, Alquran juga menyembuhkan jasmani dari berbagai penyakit.

Adapun rahmat, maka sesungguhnya di dalamnya terkandung sebab-sebab dan sarana untuk meraihnya. Kapan saja seseorang melakukan sebab-sebab itu, maka dia akan menang dengan meraih rahmat dan kebahagiaan yang abadi, serta ganjaran kebaikan, cepat ataupun lambat.” [Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465]

Alquran Menyembuhkan Penyakit Jasmani

Suatu hal yang menjadi keyakinan setiap Muslim, bahwa Alquranul Karim diturunkan Allah ‘azza wa jalla untuk memberi petunjuk kepada setiap manusia, menyembuhkan berbagai penyakit hati yang menjangkiti manusia, bagi mereka yang diberi hidayah oleh Allah ‘azza wa jalla dan dirahmati-Nya. Namun apakah Alquran dapat menyembuhkan penyakit jasmani?

Dalam hal ini, para ulama menukilkan dua pendapat: Ada yang mengkhususkan penyakit hati. Ada pula yang menyebutkan penyakit jasmani dengan cara meruqyah, ber-ta’awudz, dan semisalnya. Ikhtilaf ini disebutkan al-Qurthubi dalam Tafsir-nya. Demikian pula disebutkan asy-Syaukani dalam Fathul Qadir, lalu beliau berkata: “Dan tidak ada penghalang untuk membawa ayat ini kepada dua makna tersebut.” [Fathul Qadir, 3/253]

Pendapat ini semakin ditegaskan Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Zadul Ma’ad:

“Alquran adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan Akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufik untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya, dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya.

Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi? Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Alquran ada cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan)nya.” [Zadul Ma’ad, 4/287]

Berikut ini kami sebutkan beberapa riwayat berkenaan tentang pengobatan dengan Alquran.

Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya dari hadis ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Beliau radhiallahu ‘anha berkata: “Adalah Rasulullah ﷺ terkena sihir [1], sehingga beliau ﷺ menyangka, bahwa beliau ﷺ mendatangi istrinya, padahal tidak mendatanginya.

Lalu beliau ﷺ berkata: ‘Wahai ‘Aisyah, tahukah kamu, bahwa Allah ‘azza wa jalla telah mengabulkan permohonanku? Dua lelaki telah datang kepadaku. Kemudian salah satunya duduk di sebelah kepalaku dan yang lain di sebelah kakiku.
Yang di sisi kepalaku berkata kepada yang satunya: ‘Kenapa beliau?’
Dijawab: ‘Terkena sihir.’
Yang satu bertanya: ‘Siapa yang menyihirnya?’
Dijawab: ‘Labid bin Al-A’sham, lelaki dari Banu Zuraiq sekutu Yahudi. Ia seorang munafik.’
(Yang satu) bertanya: ‘Dengan apa?’
Dijawab: ‘Dengan sisir, rontokan rambut.’
(Yang satu) bertanya: ‘Di mana?’
Dijawab: ‘Pada mayang korma jantan di bawah batu yang ada di bawah sumur Dzarwan’.”
Aisyah radhiallahu ‘anha lalu berkata: “Nabi ﷺ lalu mendatangi sumur tersebut hingga beliau ﷺ mengeluarkannya.
Beliau ﷺ lalu berkata: ‘Inilah sumur yang aku diperlihatkan seakan-akan airnya adalah air daun pacar dan pohon kormanya seperti kepala-kepala setan’. Lalu dikeluarkan.
Aku bertanya: ‘Mengapa engkau tidak mengeluarkannya (dari mayang korma jantan tersebut, pen.)?’
Beliau ﷺ menjawab: ‘Demi Allah, sungguh Allah telah menyembuhkanku dan aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan manusia’.”

[Hadis ini diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahih-nya (kitab at-Thib, bab Hal Yustakhrajus Sihr? jilid 10, no. 5765, bersama al-Fath). Juga dalam Shahih-nya (kitab al-Adab, bab Innallaha Ya`muru bil ‘Adl, jilid 10, no. 6063]

[Juga diriwayatkan oleh al-Imam asy-Syafi’i sebagaimana yang terdapat dalam Musnad asy-Syafi’i (2/289, dari Syifa`ul ‘Iy), al-Asfahani dalam Dala`ilun Nubuwwah (170/210), dan al-Lalaka`i dalam Syarah Ushul ‘azza wa jalla’tiqad Ahlis Sunnah (2/2272)]. Namun ada tambahan bahwa ‘Aisyah berkata: “Dan turunlah (firman Allah ‘azza wa jalla):

قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلۡفَلَقِ ١ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ٢

Hingga selesai bacaan surah tersebut.”

Demikian pula yang diriwayatkan al-Imam Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya, dari hadis Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Sekelompok [2] sahabat Nabi berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka tempuh. Singgahlah mereka di sebuah kampung Arab. Mereka pun meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka.

Selang beberapa waktu kemudian, pemimpin kampung tersebut terkena sengatan (kalajengking). Penduduk kampung tersebut pun berusaha mencari segala upaya penyembuhan, namun sedikit pun tak membuahkan hasil. Sebagian mereka ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya kalian mendatangi sekelompok orang itu (yaitu para sahabat), mungkin sebagian mereka ada yang memiliki sesuatu.’

Mereka pun mendatanginya, lalu berkata: “Wahai rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat (kalajengking). Kami telah mengupayakan segala hal, namun tidak membuahkan hasil. Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu?

Sebagian sahabat menjawab: ‘Iya. Demi Allah, aku bisa meruqyah. Namun demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian tidak menjamu kami. Maka aku tidak akan meruqyah untuk kalian, hingga kalian memberikan upah kepada kami.’

Mereka pun setuju untuk memberi upah beberapa ekor kambing [3]. Maka dia (salah seorang sahabat) pun meludahinya dan membacakan atas pemimpin kaum itu Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (al-Fatihah). Pemimpin kampung tersebut pun merasa terlepas dari ikatan, lalu dia berjalan tanpa ada gangguan lagi.
Mereka lalu memberikan upah sebagaimana telah disepakati.

Sebagian sahabat berkata: ‘Bagilah.’

Sedangkan yang meruqyah berkata: ‘Jangan kalian lakukan, hingga kita menghadap Rasulullah ﷺ lalu kita menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi. Kemudian menunggu apa yang beliau ﷺ perintahkan kepada kita.’

Mereka pun menghadap Rasulullah ﷺ kemudian melaporkan hal tersebut.

Maka beliau ﷺ bersabda: ‘Tahu dari mana kalian bahwa itu (al-Fatihah, pen.) memang ruqyah?’

Lalu beliau ﷺ berkata: ‘Kalian telah benar. Bagilah (upahnya) dan berilah untukku bagian bersama kalian’, sambil beliau ﷺ tertawa.”

Adapun hadis yang diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sebaik-baik obat adalah Alquran.”

Dan hadis:

الْقُرْءآنُ هُوَ الدَّوَاءُ

“Alquran adalah obat.”
Keduanya adalah hadis yang Dhaif, telah dilemahkan oleh al-Allamah al-Albani rahimahullah dalam Dha’if al-Jami’ ash-Shagir, no. 2885 dan 4135.

Membuka Klinik Ruqyah

Di antara penyimpangan terkait dengan ruqyah adalah menjadikannya sebagai profesi, seperti halnya dokter atau bidan yang membuka praktik khusus. Ini merupakan amalan yang menyelisihi metode ruqyah di zaman Rasulullah ﷺ.

Asy-Syaikh Saleh Alus Syaikh berkata ketika menyebutkan beberapa penyimpangan dalam meruqyah:

“Pertama, dan yang paling besar (kesalahannya), adalah menjadikan bacaan (untuk penyembuhan) atau ruqyah sebagai sarana untuk mencari nafkah, di mana dia memfokuskan diri secara penuh untuk itu. Memang telah dimaklumi, bahwa manusia membutuhkan ruqyah. Namun memfokuskan diri untuk itu, bukanlah bagian dari petunjuk para sahabat di masanya. Padahal di antara mereka ada yang sering meruqyah. Namun bukan demikian petunjuk para sahabat dan tabi’in. (Menjadikan meruqyah sebagai profesi) baru muncul di masa-masa belakangan.

Petunjuk Salaf dan bimbingan as-Sunnah dalam meruqyah adalah seseorang memberikan manfaat kepada saudara-saudaranya, baik dengan upah ataupun tidak. Namun janganlah dia memfokuskan diri dan menjadikannya sebagai profesi seperti halnya dokter yang mengkhususkan dirinya (pada perkara ini). Ini baru dari sudut pandang bahwa hal tersebut tidak terdapat (contohnya) pada zaman generasi pertama.

Demikian pula dari sisi lainnya. Apa yang kami saksikan pada orang-orang yang mengkhususkan diri (dalam meruqyah) telah menimbulkan banyak hal terlarang. Siapa yang mengkhususkan dirinya untuk meruqyah, niscaya engkau mendapatinya memiliki sekian penyimpangan. Sebab dia butuh prasyarat-prasyarat tertentu yang harus dia tunaikan dan yang harus dia tinggalkan. Serta ‘menjual’ tanpa petunjuk.

Barang siapa meruqyah melalui kaset-kaset, suara-suara, di mana dia membaca di sebuah kamar, sementara speaker berada di kamar yang lain, dan yang semisalnya, merupakan hal yang menyelisihi nash. Ini sepantasnya dicegah untuk menutup pintu (penyimpangan). Sebab sangat mungkin akan menjurus kepada hal-hal tercela dari para peruqyah yang mempopulerkan perkara-perkara yang terlarang atau yang tidak diperkenankan syariat. [Ar-Ruqa wa Ahkamuha, Asy-Syaikh Saleh Alus Syaikh, hal. 20-21]

Minggu, 31 Juli 2016

AZAB BAGI MEREKA YANG MENINGGALKAN SHALAT DAN CARA MENGGANTI SHALAT YANG TERLUPA

AZAB BAGI MEREKA YANG MENINGGALKAN SHALAT DAN CARA MENGGANTI SHALAT YANG TERLUPA


Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 


AZABBBAGI MEREKA YANG MENINGGALKAN SHALAT

-----------------------------------------------------------------------

Firman Allah Subhanahu wata'ala :

➖Qalallhu ta’ala wa yuqiimusshalaata wa yuktuzzakata wa zaa lika diinul qaiimah

Artinya : telah berfirman Allah ta’ala,dan dirikanlah olehmu akan shalat dan berikan olehmu akan zakatdan demikian itu agama yang sebenarnya.

                Dan sabda nabi Muhammad  S.A.W :

➖ “ bermula shalat itu tiang agama barangsiapa yang mendirikannya maka dia mendirikan agama dan barangsiapa meninggalkannya maka serasa-rasa ia meruntuhkan agama”.

                Kemudian nabi bersabda lagi : “ma bainul muslimi walmunafiqi illa tarkusshalati fain tarakahaa jaahidan liwujubiha kaana kaafiran”.

Artinya : “tiada berbeda islam dan munafik melainkan orang yang meninggalkan shalat dan jika tinggalkan padahal munkar akan wajibnya adalah orang itu kafir.

                Maksud dari hadits tersebut ialah bahwasanya islam dan kafir itu sama ,yang membedakannya ialah islam melakukan shalat sedangkan kafir tidak.
Kalau kita berpikir menurut hadits diatas dapat kita katakana bahwasanya orang islam yang meninggalkan shalat ,sama halnya dengan kafir.

Oleh karena itu seorang islam dilarang untuk meninggalkan shalat sekalipun dia itu sakit.
Orang yang sakit wajib melakukan shalat sebagaimana yang ia bisa,adalah cara terakhir untuk shalat itu dengan hati.
Tapi ingat tidak boleh orang yang sehat itu shalat seperti orang yang sakit.

            Dan ada cerita dari pada Rasullullah S.A.W. barangsiapa yang meringan-ringankan akan shalat atau meninggalkannya maka akan disiksa 15 perkara yaitu 6 perkara ketika di dunia,3 perkara  ketika matinya,3 perkara ketika di dalam kuburnya dan 3 perkara pada ketika bertemu dengan ALLAH S.W.T.

            Kemudian sahabat bertanya Ya Rasullullah apa-apa yang menyiksa ketika di dunia? Rasullullah bersabda :

1.      Diambil oleh Allah akan berkat umurnya.

Maksudnya umur kita tiada bermanfaat dan tiada perbuatan yang dapat membawa kita hidup senang di akhirat.

2.      Diambil berkat pada rezekinya.

Maksudnya rezeki yang kit adapt selalu tidak mencukupi kehidupan kita.

3.      Diambil namanya yang shaleh pada mukanya.

4.      Tiada terpelihara baginya agama islam.

5.      Tiap-tiap amal keaikan  yang dikerjakan tidak diberi pahala.

6.      Tiada diangkat do’anya oleh malaikat.Artinya do’a yang di mintanya tidak di kabulkan.

Kemudian sahabat bertanya lagi apa-apa yang menyiksa ketika matinya?

Rasullullah bersabda :

1.      Dimatikan dengan kehinaan

2.      Dimatikan dengan sangat lapar

3.      Dimatikan dengan sangat haus,apa bila dituangkan semua air yang ada di dunia ini pun tidak memuaskan dahaganya.

Kemudian sahabat bertanya lagi apa-apa yang menyiksa ketika didalam kuburnya?

Rasullullah bersabda :

1.      Disempitkan oleh Allah kuburnya

2.      Disiksa oleh beberapa ular yang nama ular itu suja’ul aqra’ yang matanyadari api neraka.

3.      Dipalu oleh malaikat hingga tiba waktu kiamat.

Kemudian sahabat bertanya lagi apa-apa yang menyiksa ketika bertemu dengan

ALLAH S.W.T.? Rasullullah bersabda :

1.      Disuruh oleh Allah akan segala malaikat azab yang di tangannya ada rantai yang panjangnya 70 hasta.

( Dikatakan oleh Abdullah bin Abbas r.a bahwasanya apabila di jatuhkan rantai itu ke bumi maka terbakarlah bumi ini ).

Rantai itu digantungkan kepada yang meninggalkan shalat kemudian rantai itu dimasukkan kedalam mulutnya dan dikeluarkan dari duburnya.

Kemudian rantai itu di seret atas muka dan punggungnya, kemudian berkatalah malaikat “inilah siksa orang yang meninggalkan shalat”.

2.      Tiada menilik atau melihat Allah ta’ala akan orang yang meninggalkan shalat dengan tilikan rahmat.

3.      Mendapat siksa yang amat panas

Dan telah bersabda Rasullullah S.A.W.“barang siapa yang shalat subuh berjamaah selama 40 hari berturut-turut,disuratkan oleh Allah ta’ala bagiya terlepas dari api neraka dan terlepas dari munafik”.

Dan lagi riwayat Rasullullah,”barang siapa shalat shubuh berjamaah dan setelah itu dia duduk sambil mengucap zikir Alah hingga naik matahari maka disuratkan oleh Allah baginya pahala haji dan umrah yang sempurna dan dibuat oleh Allah ta’ala di dalam surga 70 mahligai (istana) dari emas”.

Tapi ingatlah  jangan karena mendapat pahala yang besar atau kenikmatan lainnya kita mau ibadah.

Tapi beribadahlah dengan ikhlas dan hanya berharap akan ridha Allah S.W.T.

            Sabda Rasullullah : “barangsiapa meninggalkan suatu hal yang fardhu maka menyuruh Allah kepada malaikat untuk menulis namanya di pintu neraka”.

            Sabda Rasullullah : “bermula orang yang meninggalkan shalat itu bahwasanya tiada baginya islam dan tiada diterima Allah tauhidnya,imannya,shadaqahnya,puasanya,syahadatnya dan telah lepaslah Allah dari padanya atau (Allah tidak memperdulikannya lagi).

            10 jenis orang yang di katakan oleh Rasullullah akan diseret kedalam neraka jahannam dan akan gugur daging mukanya itu ialah :

1.      Orang yang berzina.

2.      Raja yang dhalim.

3.      Orang yang minum arak(minuman keras).

4.      Orang yang durhaka kepada orang tua.

5.      Orang yang mengumpat-ngumpat.

6.      Orang yang dusta(berbohong).

7.      Orang yang tiada memberi zakat.

8.      Orang yang meganiaya orang lain.

9.      Orang yang meninggalkan shalat.

10.  Orang yang suka mengadu domba orang lain.

📚Sumber: “Tanbihul Ghafilin”



AZAB ORANG YANG MELALAIKAN SHOLAT

-----------------------------------------------------------------------

Barang siapa yg melalaikan sholat Allah akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di alam kubur dan tiga siksaan saat bertemu dengan Allah.

6 siksaan yg menimpa di dunia :

- Allah angkat keberkahan umurnya

- Allah angkat keberkahan rizkinya

- Tanda2 kebaikan hilang dari wajahnya

- amal kebaikannya tidak diterima

- doa2nya tidak diterima

- tidak mendapat bagian sedikitpun dari doa2 orang stolen


3 siksaan yg menimpanya saat mati : 

- mati dalam keadaan hina

- mati dalam keadaan haus dan lapar 

- dia tidak tahu dalam agama apa dia meninggal dunia.


3 siksaan yg menimpanya didalam kubur

- gelap kuburannya

- sempit kuburannya

- tidak bisa menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir


3 siksaan saat bertemu Allah

- dia bertemu Allah dalam keadaan dimurkai Allah

- Allah akan mengirim malaikat yang akan melungkupkan wajahnya ke neraka

- dia akan menjalankan hisab yang berat



CARA MENGGANTI SHOLAT YANG TERLUPA

------------------------------------------------------------------------

Berikut beberapa jawaban Imam Malik bin Anas untuk kasus yang semisal:

Pertama, keterangan Imam Malik untuk orang yang lupa shalat subuh dan zuhur, kemudian baru ingat di akhir waktu zuhur. Beliau mengatakan,

يبدأ بالصبح وإن خرج وقت الظهر

“Dia mulai dengan shalat subuh (kemudian shalat zuhur), meskipun sudah keluar waktu zuhur.”

Kedua, beliau ditanya: Orang yang lupa shalat zuhur dan ashar dan baru ingat di akhir waktu ashar atau ketika matahari hampir tenggelam dan hanya cukup melakukan sekali shalat.

Beliau menjawab:

يبدأ بالظهر وإن غابت الشمس ثم يصلي العصر

“Dia mulai shalat zuhur, meskipun matahari sudah tenggelam, kemudian shalat ashar.”

Ketiga, Imam Malik ditanya: Orang yang lupa maghrib dan isya, dan baru ingat ketika mendekati terbit fajar. Sementara dia tidak mampu shalat sebelum terbit fajar kecuali satu shalat?

Beliau menjawab,

يبدأ بالمغرب وإن طلع الفجر ثم العشاء ثم الصبح

“Dia shalat maghrib dulu, meskipun fajar sudah terbit, kemudian isya, kemudian subuh.”

Keempat, Beliau ditanya: Orang yang lupa isya dan subuh, dan baru ingat menjelang terbit matahari, dan tidak ada kesempatan lagi kecuali satu shalat.

Beliau menjawab,

يبدأ بالعشاء وإن طلعت الشمس ثم يصلي الصبح بعد ذلك

“Dia shalat isya dulu, meskipun matahari terbit, kemudian setelah itu shalat subuh”

Kelima, untuk kasus orang yang lupa shalat subuh di satu hari tertentu atau di hari yang lain, kemudian baru ingat setelah shalat zuhur dan ashar. Imam Malik mengatakan,

يصلي الصبح ثم يعيد الظهر والعصر

“Shalat subuh, kemudian dia mengulangi lagi shalat zuhur dan ashar.”

Keenam, Imam Malik mengatakan, “Orang yang lupa shalat subuh di satu hari tertentu kemudian dia baru ingat setelah matahari terbenam di hari itu, dan dia sudah shalat zuhur dan ashar maka dia tidak perlu mengulangi shalat zuhur dan asharnya, tapi langsung shalat subuh, kemudian shalat maghrib.

Ketujuh, Imam Malik juga mengatakan:

وإن صلى المغرب والعشاء ثم ذكر صلاة نسيها قبل ذلك صلى التي نسي ثم أعاد المغرب والعشاء، والليل كله وقت لهما

Jika ada orang yang shalat maghrib dan isya, kemudian baru teringat tadi pagi ada shalat yang belum dikerjakan (misal: lupa subuh) maka dia mengulangi shalat yang tadi terlupakan, kemudian mengulangi shalat maghrib dan isya. Dan seluruh waktu malam bisa untuk shalat maghrib dan isya.

📚 Diambil dari : Al-Mudawwanah, jilid I, Hal. 216,


Sabtu, 02 April 2016

AGAR DOSA ZINA BISA DIAMPUNI ALLAH

Bismillaahirrahmaanirrahiim 
  • Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 




    Zina merupakan salah satu dosa besar yang dapat membawa seseorang kejalan yang sesat, tetapi ada beberapa amalan agar dosa zina terampuni dan bertaubat kepada Allah atas dosa yang telah dilakukan.

 Apa sajakah amalan yang dapat menghapus dosa zina?  

Inilah Amalan agar Dosa Zina Terampuni
Islam telah mengajarkan kepada setiap umatnya untuk selalu menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan dosa zina seperti pacaran, karena zina merupakan perbuatan yang terlarang dan memiliki dosa yang sangat besar. Seseorang yang telah berbuat zina akan rusak seluruh kehormatannya di mata orang lain dan juga di hadapan Allah.

Di era modern ini, zina merupakan perbuatan yang telah banyak dilakukan oleh mayoritas orang karena mereka telah terpengaruh dengan budaya barat yang banyak menyesatkan manusia. 
Bahkan hal-hal yang dapat memicu terjadinya zina telah lumrah dan umum di lakukan oleh setiap orang di dunia ini seperti pacaran.

 Tidak hanya orang non-muslim saja yang telah membudayakan perilaku ini, bahkan umat muslim pun kini telah banyak terjerumus dalam perbuatan dosa ini.

Apakah dosa zina diampuni? 

Allah Maha Pengampun maka setiap hambanya diberi kesempatan untuk senantiasa bertaubat. 
Jika setiap manusia benar-benar ingin memperbaiki diri dan bertaubat, maka Allah akan mengampuni setiap dosa-dosa hamba-Nya karena Allah Maha Pengampun.
Setiap manusia berkewajiban untuk selalu bertaubat kepada Allah, taubat yang dilakukan harus benar-benar dari dalam hati dan tidak akan melakukan perbuatan dosa yang sama di lain waktu. 

Ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang ingin menghapus dosa zina yang telah dilakukannya, yaitu:

1. Taubat

Cara taubat dari zina adalah berhenti dari perbuatan zina. Taubat merupakan satu hal yang wajib dilakukan oleh setiap umat muslim yang telah berbuat dosa. 
Taubat dapat dilakukan yaitu dengan bersungguh-sungguh dalam hati akan menjauhi hal-hal yang menjurus ke perbuatan zina dan akan menjauhi perbuatan zina. 
Orang yang bertaubat dengan sungguh-sungguh akan berhenti dari perbuatan maksiat yang telah dilakukannya dan tidak akan mengulangi perbuatan maksiat yang telah dilakukannya, bahkan dia akan menjauhi semua perbuatan dosa. 
Allah akan membukakan pintu maaf bagi orang-orang yang dengan sungguh-sungguh bertaubat kepada-Nya.

2. Menyesal

Tidak hanya berhenti dari perbuatan maksiat, seseorang yang benar-benar ingin menghapus dosanya harus memiliki penyesalan dalam hati karena telah melakukan perbuatan maksiat itu. Seseorang yang telah memiliki penyesalan dalam lubuk hati tidak akan melakukan perbuatan yang sama di lain waktu mendatang.

3. Tidak melakukan kemaksiatan lagi. 

Orang yang bersungguh-sungguh bertaubat tidak akan mengulangi perbuatan maksiat yang telah dilakukannya di masa lampau. Dia akan senantiasa membentengi diri dari perbuatan yang menjerumus kepada kemaksiatan sehingga tidak akan terjerumus dalam lubang yang sama.

Itulah tiga syarat utama agar dosa-dosa kita diampuni oleh Allah, tetapi jika dosa yang telah dilakukan seorang manusia berkaitan dengan hukum uhud maka orang yang telah berdosa itu wajib menerima hukumannya sesuai dengan syariat agama dan juga wajib untuk bertaubat agar dosanya diampuni. Salah satu contoh perbuatan dosa yang berkaitan dengan hukum uhud adalah zina.

Berzina adalah dosa besar, apakah dapat terampuni? 

Seseorang yang telah menikah tetapi melakukan zina, maka dia wajib menerima hukuman rajam yaitu dilempari batu hingga mati. 

Tetapi jika seseorang yang telah melakukan zina merupakan seseorang yang belum menikah maka dia wajib dihukum cambuk sebanyak 100 kali. 

Setelah menerima hukuman sesuai dengan syariat agama maka orang itu wajib bertaubat kepada Allah agar semua dosanya diampuni.
Itulah beberapa informasi seputar beberapa amalan agar dosa zina terampuni dan setiap umat muslim wajib mengetahuinya.


Selasa, 11 Juli 2017

10 PEMBATAL KEISLAMAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh


Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya:

●1. MENYEKUTUKAN ALLAH ( SYIRIK ).

○Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah.
□Misalnya berdo’a,
□memohon syafa’at,
□bertawakkal,
□beristighatsah,
□bernadzar,
□menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah,
□seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat.

■Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya...” [An-Nisaa': 48]

■Dan Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” [Al-Maa-idah: 72]

●2. ORANG YANG MEMBUAT PERANTARA ANTARA DIRINYA DENGAN ALLAH,

○yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka.
Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama).

■Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa': 56-57][2]

●3. TIDAK MENGAKAFIRKAN ORANG-ORANG MUSYRIK, ATAU MERAGUKAN KEKAFIRAN MEREKA, ATAU MEMBENARKAN PENDAPAT MEREKA

○Yaitu orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir baik dari
•Yahudi,
•Nasrani maupun
•Majusi,
•orang-orang musyrik,
•atau orang-orang mulhid (Atheis),
•atau selain itu dari berbagai macam kekufuran,
•atau ia meragukan kekufuran mereka,
•atau ia membenarkan pendapat mereka, maka ia telah kafir.

■Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam...” [Ali ‘Imran: 19][3]

○Termasuk juga seseorang yang memilih kepercayaan selain Islam, seperti
•Yahudi,
•Nasrani,
•Majusi,
•Komunis,
•sekularisme,
•Masuni,
•Ba’ats atau keyakinan (kepercayaan) lainnya yang jelas kufur, maka ia telah kafir.

■Juga firman-Nya:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]

■Hal ini dikarenakan Allah Ta’ala telah mengkafirkan mereka,
■namun ia menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, ia tidak mau mengkafirkan mereka,
■atau meragukan kekufuran mereka,
■atau ia membenarkan pendapat mereka, sedangkan kekufuran mereka itu telah menentang Allah Subhanahu wa Ta'ala.

■Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” [Al-Bayyinah: 6]

■Yang dimaksud Ahlul Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani,
■sedangkan kaum musyrikin adalah orang-orang yang menyembah ilah yang lain bersama Allah.[4]

●4. MEYAKINI ADANYA PETUNJUK YANG LEBIH SEMPURNA DARI SUNNAH NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM.

○Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
○atau orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
○seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia telah kafir.

○Termasuk juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang dibuat manusia lebih afdhal (utama) daripada sya’riat Islam,
○atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di zaman sekarang ini,
○atau orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab ketertinggalan ummat.
○Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berzina sudah tidak sesuai lagi di zaman sekarang.

○Juga orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil syar’i yang telah tetap,
•seperti zina,
•riba,
•meminum khamr,
•dan berhukum dengan selain hukum Allah atau selain itu,
maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ para ulama.

■Allah Ta’ala berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [Al-Maa-idah: 50]

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“... Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” [Al-Maa-idah: 44]

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim.” [Al-Maa-idah: 45]

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” [Al-Maa-idah: 47]

●5. TIDAK SENANG DAN MEMBENCI HAL-HAL YANG DIBAWA OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM, MESKIPUN IA MELAKSANAKANNYA, MAKA IA TELAH KAFIR.

○Yaitu orang yang marah, murka, atau benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, walaupun ia melakukannya, maka ia telah kafir.

■Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah (Al-Qur-an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 8-9]

■Juga firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى ۙ الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ ۖ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) setelah jelas petunjuk bagi mereka, syaithan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): ‘Kami akan mematuhimu dalam beberapa urusan,’ sedangkan Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka dan punggung mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 25-28]

●6. MENGHINA ISLAM

○Yaitu orang yang mengolok-olok (menghina)
•Allah dan Rasul-Nya,
•Al-Qur-an,
•agama Islam,
•Malaikat
•atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki.
○Atau menghina salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam,
•seperti shalat,
•zakat,
•puasa,
•haji,
•thawaf di Ka’bah,
•wukuf di ‘Arafah
•atau menghina masjid, adzan,
•memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lainnya,
•dan syi’ar-syi’ar agama Allah pada tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir.

■Allah Ta’ala berfirman:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

“… Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah: 65-66]

■Dan firman Allah Ta’ala:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” [Al-An’aam: 68]

●7. MELAKUKAN SIHIR

○Yaitu melakukan praktek-praktek sihir, termasuk di dalamnya ash-sharfu dan al-‘athfu.
○Ash-sharfu adalah perbuatan sihir yang dimaksudkan dengannya untuk merubah keadaan seseorang dari apa yang dicintainya, seperti memalingkan kecintaan seorang suami terhadap isterinya menjadi kebencian terhadapnya.

○Adapun al-‘athfu adalah amalan sihir yang dimaksudkan untuk memacu dan mendorong seseorang dari apa yang tidak dicintainya sehingga ia mencintainya dengan cara-cara syaithan.

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“...Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir...’” [Al-Baqarah: 102]

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.

‘Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah (pelet) adalah perbuatan syirik.’” [5]

●8. MEMBERIKAN PERTOLONGAN KEPADA ORANG KAFIR DAN MEMBANTU MEREKA DALAM RANGKA MEMERANGI KAUM MUSLIMIN

○Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin bagimu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [Al-Maa-idah: 51][6]

○Juga firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan sebagai pemimpin, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada Allah jika kamu benar-benar orang yang beriman.” [Al-Maa-idah: 57]

●9. MEYAKINI BAHWA MANUSIA BEBAS KELUAR DARI SYARI'AT NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM.

○Yaitu orang yang mempunyai keyakinan bahwa sebagian manusia diberikan keleluasaan untuk keluar dari sya’riat (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi Khidir dibolehkan keluar dari sya’riat Nabi Musa Alaihissallam, maka ia telah kafir.

○Karena seorang Nabi diutus secara khusus kepada kaumnya, maka tidak wajib bagi seluruh menusia untuk mengikutinya.

○Adapun Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia secara kaffah (menyeluruh), maka tidak halal bagi manusia untuk menyelisihi dan keluar dari syari’at beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

■Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua...’” [Al-A’raaf: 158]

■Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Saba’: 28]

■Juga firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa': 107]

■Allah Ta’ala berfirman:

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” [Ali ‘Imran: 83]

■Dan dalam hadits disebutkan:

وَاللهِ، لَوْ أَنَّ مُوْسَى حَيًّا لَمَا وَسِعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِيْ.

“Demi Allah, jika seandainya Musa q hidup di tengah-tengah kalian, niscaya tidak ada keleluasaan baginya kecuali ia wajib mengikuti syari’atku.”[7]

●10. BERPALING DARI AGAMA ALLAH TA’ALA, IA TIDAK MEMPELAJARINYA DAN TIDAK BERAMAL DENGANNYA.

○Yang dimaksud dari berpaling yang termasuk pembatal dari pembatal-pembatal keislaman adalah berpaling dari mempelajari pokok agama yang seseorang dapat dikatakan Muslim dengannya, meskipun ia jahil (bodoh) terhadap perkara-perkara agama yang sifatnya terperinci.
○Karena ilmu terhadap agama secara terperinci terkadang tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali para ulama dan para penuntut ilmu.

■Firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنذِرُوا مُعْرِضُونَ

“... Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” [Al-Ahqaaf: 3]

■Firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا ۚ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” [As-Sajdah: 22]

■Firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” [Thaahaa: 124]

■Yang mulia ‘Allamah asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alusy Syaikh ketika memulai Syarah Nawaaqidhil Islaam, beliau berkata:

○“Setiap Muslim harus mengetahui bahwa membicarakan pembatal-pembatal keislaman
○dan hal-hal yang menyebabkan kufur dan kesesatan termasuk dari perkara-perkara yang besar dan penting yang harus dijalani sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
○Tidak boleh berbicara tentang takfir dengan mengikuti hawa nafsu dan syahwat, karena bahayanya yang sangat besar.
○Sesungguhnya seorang Muslim tidak boleh dikafirkan dan dihukumi sebagai kafir kecuali sesudah ditegakkan dalil syar’i dari Al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
○sebab jika tidak demikian orang akan mudah mengkafirkan manusia, fulan dan fulan, dan menghukuminya dengan kafir atau fasiq dengan mengikuti hawa nafsu dan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sesungguhnya yang demikian termasuk perkara yang diharamkan.

■Allah berfirman:

فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Al-Hujuraat: 8]

○Maka, wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati,
○tidak boleh melafazhkan ucapan atau menuduh seseorang dengan kafir atau fasiq kecuali apa yang telah ada dalilnya dari Al-Qur-an dan As-Sunnah.
○Sesungguhnya perkara takfir (menghukumi seseorang sebagai kafir) dan tafsiq (menghukumi seseorang sebagai fasiq) telah banyak membuat orang tergelincir dan mengikuti pemahaman yang sesat.
○Sesungguhnya ada sebagian hamba Allah yang dengan mudahnya mengkafirkan kaum Muslimin hanya dengan suatu perbuatan dosa yang mereka lakukan atau kesalahan yang mereka terjatuh padanya,
○maka pemahaman takfir ini telah membuat mereka sesat dan keluar dari jalan yang lurus.” [8]

■Imam asy-Syaukani (Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani, hidup tahun 1173-1250 H) rahimahullah berkata:

○“Menghukumi seorang Muslim keluar dari agama Islam dan masuk dalam kekufuran tidak layak dilakukan oleh seorang Muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,
○melainkan dengan bukti dan keterangan yang sangat jelas lebih jelas daripada terangnya sinar matahari di siang hari.
○Karena sesungguhnya telah ada hadits-hadits yang shahih yang diriwayatkan dari beberapa Sahabat, bahwa apabila seseorang berkata kepada saudaranya:
‘Wahai kafir,’ maka (ucapan itu) akan kembali kepada salah seorang dari keduanya.
○Dan pada lafazh lain dalam Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim dan selain keduanya disebutkan,
‘Barangsiapa yang memanggil seseorang dengan kekufuran, atau berkata musuh Allah padahal ia tidak demikian maka akan kembali kepadanya.’

■Hadits-hadits tersebut menunjukkan tentang besarnya ancaman dan nasihat yang besar, agar kita tidak terburu-buru dalam masalah kafir mengkafirkan.” [9]

■Pembatal-pembatal keislaman yang disebutkan di atas adalah hukum yang bersifat umum.
■Maka, tidak diperbolehkan bagi seseorang tergesa-gesa dalam menetapkan bahwa orang yang melakukannya langsung keluar dari Islam.
■Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

○“Sesungguhnya pengkafiran secara umum sama dengan ancaman secara umum. Wajib bagi kita untuk berpegang kepada kemutlakan dan keumumannya.
○Adapun hukum kepada orang tertentu bahwa ia kafir atau dia masuk Neraka, maka harus diketahui dalil yang jelas atas orang tersebut, karena dalam menghukumi seseorang harus terpenuhi dahulu syarat-syaratnya serta tidak adanya penghalang.” [10]

■Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Syarat-syarat seseorang dapat dihukumi sebagai kafir adalah:
1. Mengetahui (dengan jelas),
2. Dilakukan dengan sengaja, dan
3. Tidak ada paksaan.

■Sedangkan intifaa-ul mawaani’ (penghalang-penghalang yang menjadikan seseorang dihukumi kafir ) yaitu kebalikan dari syarat tersebut di atas: (1) Tidak mengetahui, (2) tidak disengaja, dan (3) karena dipaksa. [11]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah □Ahlus Sunnah Wal Jama'ah,
□Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
□Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i,
□Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]

___
Footnote

[1]. Pembahasan ini dinukil dari
■Silsilah Syarhil Rasaa-il lil Imaam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab v (hal. 209-238) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan, cet. I, th. 1424 H;
■Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah lisy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin ‘Abdirrahman bin Baaz v (I/130-132) dikumpulkan oleh Dr. Muhammad bin Sa’d asy-Syuwai’ir, cet. I/ Darul Qasim, th. 1420 H;
■al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid (hal. 45-53) oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin ‘Ali al-Yamani al-Washabi al‘Abdali, cet. VII/ Maktabah al-Irsyad Shan’a, th. 1422 H;
■dan at-Tanbiihatul Mukhtasharah Syarhil Waajibaat al-Mutahattimaat al-Ma’rifah ‘alaa Kulli Muslim wa Muslimah (hal. 63-82) oleh Ibrahim bin asy-Syaikh Shalih bin Ahmad al-Khurasyi, cet. I/ Daar ash-Shuma’i, th. 1417 H.

[2]. Lihat juga QS. Saba’: 22-23 dan az-Zumar: 3.

[3]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 217, al-Maa-idah: 54, Muhammad: 25-30,

[4]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 17, al-Maa-dah: 54, al-Maa-idah: 72-73, an-Nisaa': 140, al-Baqarah: 217, Muhammad: 25-30,

[5]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3883) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 1632) dan Silsilah ash-Shohiihah (no. 331). Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim (IV/217), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad (I/381), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir (X/262), Ibnu Hibban (XIII/456) dan al-Baihaqi (IX/350).

[6]. Lihat QS. Ali ‘Imran: 100-101 dan QS. Mumtahanah: 13.

[7]. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Irwaa’ (VI/34, no. 1589) dan ia menyebutkan delapan jalan dari hadits tersebut. Dan jalan ini telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsiirnya pada ayat 81 dan 82 dari surat Ali ‘Imran.

[8]. Dinukil dari at-Tabshiir bi Qawaa-idit
Takfiir (hal. 42-44) oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halabi.

[9]. Sailul Jarraar al-Mutadaffiq ‘alaa Hadaa-iqil Az-haar (IV/578).

[10]. Majmuu’ Fataawaa (XII/498) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

[11]. Lihat Majmuu’ Fataawaa (XII/498), Mujmal Masaa-ilil Iimaan wal Kufr al-‘Ilmiy-yah fii Ushuulil ‘Aqiidah as-Salafiyyah (hal. 28-35, cet. II, th. 1424 H) dan at-Tab-shiir bi Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44).