“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).
Senin, 06 Juli 2020
ANDAI LELAKI TAHU.....!!! ( HANYA SATU KEKURANGAN DARI WANITA )
Minggu, 05 Juli 2020
25 KARAKTERISTIK ISTRI SHOLEHAH DAN 12 SIKAP ISTERI PENENTERAM HATI SUAMI
Sabtu, 04 Juli 2020
6 WANITA YANG TAK BISA MENCIUM BAU SURGA DAN 4 GOLONGAN WANITA CALON PENGHUNI SURGA
Kamis, 19 April 2018
PENTINGNYA KATA MAAF
۞﷽۞
╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
🟤 PENTINGNYA KATA MAAF 🟤
•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•
╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
===================================
🟤 Ma'af, sebuah kata sederhana, biasa saja, sepele, tak jarang tidak kita perhatikan secara serius.
Di satu sisi ada orang yang ‘malas’ dan pelit untuk mengucapkan kata ma.af, karena menganggap itu nggak penting, merasa tidak melakukan kesalahan fatal sehingga tidak perlu minta ma'af.
🟤 Sementara di sisi lain ada orang-orang yang dengan mudah menghamburkan kata ma’af tanpa dirasakan kedalaman makna dari ma'af itu sendiri, sehingga kesannya hanya kata saja yang terlontar di bibir, terasa ringan , mudah diucapkan dan merasa sudah selesai , sudah plong saat sudah ada kata ma'af.
Sehingga kesannya ma'af hanya sekedar formalitas saja.
Meskipun pasti banyak juga orang yang mengatakan kata ma'af dengan ketulusan hati dan niat sungguh-sungguh disertai hati yang jernih dan dada lapang.
🟤 Mungkin kita dengan mudah meminta ma'af kepada orang lain, tanpa beban dan tulus. Bahkan merasa sudah sewajarnya minta ma'af kepada orang lain , entah itu saudara, teman, tetangga, kenalan dll.
🟤 Tetapi adakah yang ‘lupa’ untuk meminta maaf kepada pasangan?
Meski terkesan sepele, terkadang kita melupakan bahwa jika ada suatu kesalahan/ hal yang kurang berkenan di hati pasangan kita (terutama suami/istri) kita seharusnya juga minta ma'af.
🟤 Dari beberapa obrolan ringan dengan beberapa teman/ tetangga/saudara, sebagian besar mereka merasa tidak perlu minta ma'af kepada pasangan masing-masing.
Jawaban yang mencegangkan adalah karena mereka merasa sudah ‘bukan orang lain lagi’ , ‘sudah keluarga sendiri’, ‘ pasangan sudah menjadi bagian dari kita’ sehingga merasa sah dan wajar saja jika tidak perlu minta ma'af pada pasangan.
🟤 Dan yang lebih membuat terkejut ada yang bahkan saat Hari Raya Idul Fitri pun mereka tidak minta ma'af kepada pasangannya.
Padahal mereka minta ma'af kepada orangtua, sauadara, tetangga, teman, dll lho.
Sementara kepada pasangan mereka bisa ’lupa’?
🟤 Alasan yang disampaikan, bagi suami, menganggap seharusnya istrilah yang minta maaf terlebih dahulu, baru suami yang minta maaf. Sementara bagi istri merasa ya sudah nggak perlulah, lha wong setiap hari ketemu dan merasa suami sudah bukan orang lain lagi. What?
Justru karena setiap hari ketemu itu memungkinkan banyak kesalahan dan khilaf kan....?
🟤 Pernah ada cerita sebuah keluarga saat mereka berantem hebat dan diambang perpisahan. Suami dengan kata-kata kasar mengungkit kepada istrinya kalau selama mereka menikah puluhan tahun, tidak pernah sekalipun istrinya minta ma'af bahkan tidak juga di hari Idul Fitri. Suami merasa tidak diperlakukan sebagai seorang suami, tidak di uwongke, tidak di hargai sebagaimana mestinya. Wah ini gawat.
🟤 Permintaan ma'af kepada pasangan itu sangat..sangat penting. Bahkan penting sekali. Mengapa?
1️⃣〰️Pertama, Meskipun sudah menjadi bagian dari diri kita, tetapi pasangan tetap orang lain yang mempunyai perasaan halus dan pasti ingin dihargai selayaknya orang lain. Jangan menganggap itu tidak penting. Maka tetaplah minta ma'af kalau ada khilaf.
2️⃣〰️Kedua, suami istri biasanya setiap hari bertemu, berkumpul. Bisa dipastikan ada hal-hal yang kurang berkenan di hati masing-masing. Apa salahnya memulai terlebih dahulu ntuk minta ma’af, toh itu juga tidak akan menurunkan harga diri kita. Buat apa gengsi? Justru dengan legowo/lapang dada untuk minta ma’af terlebih dahulu itu adalah sikap mulia
3️⃣〰️Ketiga, dengan ringannya hati, pikiran dan bibir kita berucap ma’af, akan menambah keharmonisan dalam rumah tangga. Rasanya suami/istri tidak akan tega marah, mendiamkan, berbuat kasar kepada pasangannya ketika sudah ada permintaan ma’af. Tentunya dengan hati tulus ikhlas dan benar-benar berusaha untuk tidak berbuat khilaf lagi.
🟤 Ma’af, seuntai kata sederhana yang ringan, mudah diucapkan.
Namun tanpa "maaf", rumah tangga kokoh yang terbina lama bisa runtuh.
Untuk itu sebaiknya jangan berat bibir untuk mengucapkan kata sederhana itu.
Plus di sertai dengan kesungguhan hati, insyaallah bisa menghindarkan dari hal-hal yang tidak kita inginkan.
☄️ Allah berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
➖ “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, Allah menyediakan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang atau sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” 📖(Qs. Al-Imran: 133-134).
Jumat, 14 Oktober 2016
SIFAT TERCELA : RIYA' , SUM'AH, UJUB DAN TAKABBUR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
A. RIYA
PENGERTIAN RIYA MENURUT BAHASA
Pengertian Riya menurut Bahasa: riya’ (الرياء) berasal dari kata الرؤية /ru’yah, yang artinya menampakkan
Riya ’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.
PENGERTIAN RIYA MENURUT ISTILAH:
Pengertian Riya Menurut Istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat supaya ingin dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.
Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.
Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara memperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormatan padanya.
JENIS-JENIS RIYA
Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan:
riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia,
riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.
Riya’ bisa muncul didalam diri seseorang pada saat setelah atau sebelum suatu ibadah selesai dilakukan
Perbuatan riya bila dilihat dari sisi amal/citra yang ditonjolkan menurut Imam Al-Ghazali dapat dibagi atas 5 kategori, yaitu:
Riya dalam masalah agama dengan penampilan jasmani, misalnya memperlihatkan badan yang kurus dan pucat agar disangka banyak puasa dan shalat tahajud;
Riya dalam penampilan tubuh dan pakaian, misalnya memakai baju koko agar disangka shaleh atau memperlihatkan tanda hitam di dahi agar disangka rajin sholat.
Riya dalam perkataan, misalnya orang yang selalu bicara keagamaan agar disangka ahli agama.
Riya dalam perbuatan, misalnya orang yang sengaja memperbanyak shalat sunnah di hadapan orang banyak agar disangka orang sholeh. Atau seseorang yang pergi berhaji/umroh untuk memperbaiki citranya di masyarakat.
Riya dalam persahabatan, misalnya orang yang sengaja mengikuti ustadz ke manapun beliau pergi agar disangka ia termasuk orang alim.
Jangan biarkan pahala ibadah-ibadah yang telah sulit kita kumpulkan hilang tanpa arti dan berbuah keburukkan lantaran masih ada riya di hati kita. Allah SWT mengingatkan dalam firmannya:
“Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (Al-Baqarah: 264)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun 4-6)
B. SUM’AH
PENGERTIAN SUM’AH SECARA ETIMOLOGI/BAHASA
Kata sum’ah (السمعة) berasal dari kata سمّع samma’a (memperdengarkan)
Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.
PENGERTIAN SUM’AH SECARA TERMINOLOGI/ISTILAH
Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang membedakan antara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada manusia. Sehingga, menurutnya semua riya itu tercela, sedangkan sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW juga memperingatkan dalam haditsnya:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ
Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari)
Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya di akhirat. Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.
C. UJUB
PENGERTIAN SIFAT UJUB
Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain.
Ibnul Mubarok pernah berkata, “Perasaan ‘ujub adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”
Imam Al Ghozali menuturkan, “Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Alloh.”
Memang setiap orang mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu ? Allohk berfirman :
“Bagi Alloh semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.” (QS. Al Maidah : 120)
Maksud dari ayat di atas adalah apapun yang kita miliki, semuanya adalah milik Alloh yang dipinjamkan kepada kita agar kita dapat memanfaatkannya dan sebagai ujian bagi kita. Tidak seorangpun yang memiliki sesuatu di alam semesta ini walaupun sekecil atom kecuali Alloh
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SIFAT UJUB
1. Banyak dipuji orang
Pujian seseorang secara langsung kepada orang lain, dapat menimbulkan perasaan ‘ujub dan egois pada diri orang yang dipujinya. Makin lama perasaan itu akan menumpuk dalam hatinya, maka ia akan semakin dekat kepada kebinasaan dan kegagalan sedikit demi sedikit. Karena orang yang mempercayai pujian itu akan selalu merasa bangga dan dirinya punya kelebihan, sehingga menjadikannya malas untuk berbuat kebajikan. Rosululloh pernah terkejut ketika melihat seseorang yang memuji orang lain secara langsung, sampai-sampai beliau bersabda, “Sungguh dengan pujianmu itu, engkau dapat membinasakan orang yang engkau puji. Jikalau ia mendengarnya, niscaya ia tidak akan sukses.”
2. Banyak meraih kesuksesan
Seseorang yang selalu sukses dalam meraih cita-cita dan usahanya, akan mudah dirasuki perasaan ‘ujub dalam hatinya, karena ia merasa bisa mengungguli orang lain yang ada di sekitarnya dan tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang diraihnya adalah atas kehendak Alloh yang Maha Kuasa.
3. Kekuasaan
Setiap penguasa biasanya mempunyai kebebasan bertindak tanpa ada protes dari orang yang ada di sekelilingnya, dan banyak orang yang kagum dan memujinya. Fenomena semacam ini akan menyebabkan hati seseorang mudah dimasuki perasaan ‘ujub. Seperti kisah Raja Namrud yang menyebut dirinya sebagai Tuhan, karena dia menjadi seorang penguasa. Dan seandainya di lemah dan miskin, tentulah tidak akan menyebut dirinya sebagai Tuhan.
4. Tersohor di kalangan orang banyak
Tersohor di kalangan orang banyak merupakan cobaan besar bagi diri seseorang. Karena semakin banyak yang mengenalnya, maka dia semakin kagum terhadap dirinya sendiri. Semuanya itu akan memudahkan timbulnya perasaan ‘ujub pada hati seseorang.
5. Mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang tinggi
Orang yang mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang lebih, biasanya merasa bangga dengan dirinya sendiri dan egois, karena merasa mampu dapat menyelesaikan segala permasalahan kehidupannya tanpa campur tangan orang lain. Kondisi seperti itu akan melahirkan sikap otoriter dengan pendapatnya sendiri. Tidak mau bermusyawarah, menganggap bodoh orang-orang yang tak sependapat dengannya, dan melecehkan pendapat orang lain.
6. Memiliki kesempurnaan fisik
Orang yang memiliki kesempurnaan fisik seperti suara bagus, cantik, postur tubuh yang ideal, tampang ganteng dan sebagainya, lalu ia memandang kepada kelebihan dirinya dan melupakan bahwa semua itu adalah nikmat Alloh yang bisa lenyap setiap saat, berarti orang tersebut telah kemasukan sifat ‘ujub.
7. Lalai atau tidak memahami hakikat dirinya sendiri.
Apabila seseorang lalai atau tidak memahami hakikat bahwa dirinya berasal dari air yang hina serta akan kembali ke dalam tanah, kemudian menjadi bangkai, maka orang seperti ini akan mudah merasa bahwa dirinya hebat. Perasaan seperti ini akan diperkuat oleh bisikan setan yang pada akhirnya akan muncul sifat kagum terhadap diri sendiri.
BAHAYA SIFAT UJUB
Sifat ‘ujub membawa akibat buruk dan menyeret kepada kehancuran, baik bagi pelakunya maupun bagi amal perbuatannya. Diantara dampak dari sifat ‘ujub tersebut adalah :
1. Membatalkan pahala
Seseorang yang merasa ‘ujub dengan amal kebajikannya, maka pahalanya akan gugur dan amalannya akan sia-sia. Karena Alloh tidak akan menerima amalan kebajikan sedikitpun kecuali dengan ikhlas karena-Nya. Rosululloh n bersabda :
“Tiga hal yang membinasakan : Kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.” (HR. Thobroni).
2. Menyebabkan Murka Alloh
Nabi saw bersabda, “Seseorang yang menyesali dosanya, maka ia menanti rahmat Alloh. Sedang seseorang yang merasa ‘ujub, maka ia menanti murka Alloh.” (HR. Baihaqi)
Perasaan ‘ujub menyebabkan murka Alloh, karena ‘ujub telah mengingkari karunia Alloh yang seharusnya kita syukuri.
3. Terjerumus ke dalam sikap ghurur (terperdaya) dan takabur.
Orang yang kagum pada diri sendiri akan lupa melakukan instropeksi diri. Bersamaan dengan perjalanan waktu, hal itu akan menjadi penyakit hatinya. Pada akhirnya ia terbiasa meremehkan orang lain atau merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain dan tidak mau menghormati orang lain. Itulah yang disebut takabur. Nabi n bersabda, ” Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat perasaan sombong meskipun hanya sebesar biji sawi. (HR. Nasa’i)
4. Menyebabkan mengumbar nafsu dan melupaka dosa-dosa
Seseorang yang mempunyai perasaan ‘ujub akan selalu menilai dirinya baik dan tidak pernah menilai dirinya buruk dan serba kekurangan, sehingga ia selalu mengumbar keinginan hawa nafsunya dan tidak merasa kalau dirinya telah berbuat dosa. Nabi bersabda, “Andaikan kalian tidak pernah berbuat dosa sedikitpun, pasti aku khawatir kalau kalian berbuat dosa yang lebih besar, yaitu perasaan ujub.” (HR. Al Bazzar).
5. Menyebabkan orang lain membenci pelakunya.
Pada umumnya, orang tidak suka terhadap orang yang membanggakan diri, mengagumi diri sendiri dan sombong. Oleh karena itu, orang yang ‘ujub tidak akan banyak temannya, bahkan ia akan dibenci meskipun luas ilmunya dan terpandang kedudukannya. Syeikh Mustofa As Sibai berkata, “Separuh kepandaian yang disertai tawadhuk lebih disenangi oleh orang banyak dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada kepandaian yang sempurna yang disertai kecongkakan.”
6. Menyebabkan Su’ul Khotimah dan kerugian di Akherat
Nabi bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut kembali pemberiannya, seorang yang durhaka, dan pecandu minuman keras.” (HR. Nasa’i)
Orang yang mempunyai sifat ‘ujub biasanya suka menyebut-nyebut kembali sesuatu yang sudah diberikan.
Umar Ra pernah berkata,”Siapapun yang mengakui dirinya berilmu, maka ia seorang yang bodoh dan siapapun yang mengaku dirinya akan masuk surga, maka ia akan masuk neraka.”
Qotadah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, atau pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhuk, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat.”
CARA MENANGGULANGI SIFAT UJUB
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang muslim agar dirinya terhindar dari penyakit ‘ujub, diantaranya adalah :
1. Selalu mengingat akan hakikat diri
Orang yang kagum pada diri sendiri hendaknya sadar bahwa nyawa yang ada dalam tubuhnya semata-mata anugerah Alloh l. Andaikan nyawa tersebut meninggalkan badannya, maka badan tidak ada harganya lagi sama sekali. Dia harus sadar bahwa tubuhnya pertama-tama dibuat dari tanah yang diinjak-injak manusia dan binatang, kemudian dari air mani yang hina, yang setiap orang merasa jijik melihatnya, lalu kembali lagi ke tanah dan menjadi bangkai yang berbau busuk dan setiap orang tidak suka mencium baunya.
2. Selalu sadar akan hakikat dunia dan akherat
Hendaklah seseorang selalu sadar bahwa dunia adalah tempat menanam kebahagiaan kehidupan akherat. Dia harus sadar bahwa sekalipun umurnya panjang, namun tetap akan mati, kemudian hidup di sebuah kampung abadi yaitu akherat. Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang untuk meluruskan akhlaknya yang bengkok, sebelum nafasnya meninggalkan jasadnya dan sebelum hilang kesempatan untuk bertaubat.
3. Selalu mengingat nikmat Alloh
Alloh berfirman :
“Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya.” (QS. Ibrohim : 34)
Dengan kesadaran seperti ini, seseorang akan merasa lemah dan merasa butuh kepada Alloh, sehingga dia akan membersihkan diri dari penyakit kagum diri dan berusaha terhindar darinya.
4. Selalu ingat tentang kematian dan kehidupan setelah mati
Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang meninggalkan perasaan kagum diri karena takut akan berbagai kesengsaraan hidup setelah mati.
5. Tidak berkawan dengan orang yang kagum diri
Sebaiknya, berkawanlah dengan orang-orang yang tawadhuk dan memahami status dirinya. Hal semacam itu sangat membantu seseorang untuk meninggalkan perangai buruk kagum diri.
6. Memperhatikan keadaan orang yang sedang sakit, bahkan keadaan orang yang meninggal dunia, ziarah kubur dan merenungkan keadaan ahli kubur
Cara semacam ini akan mendorong seseorang untuk meninggalkan perasaan kagum diri dan panyakit hati lainnya.
7. Selalu bermuhasabah (Introspeksi diri)
Dengan demikian, mudah dideteksi gejala awal dari segala bentuk penyakit hati, terutama penyakit kagum diri. Dengan demikian, penyakit ini akan mudah diobati.
8. Selalu memohon bantuan dari Alloh
Dengan cara berdoa dan senantiasa memohon perlindungan dari-Nya agar terhindar dari penyakit kagum diri dan tidak terjerumus ke dalamnya.
9. Penyembuhan dengan Al Qur’an
Al Qur’an sangat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit hati, khususnya penyakit ‘ujub dan berbagai sebabnya. Karena Al Qur’an telah mengenalkan diri kita kepada Alloh, dan Al Qur’an juga telah mengenalkan diri kita kepada kita, yaitu kelemahan, kemiskinan, dan kebutuhan kepada Alloh. Maka tidaklah pantas jika seseorang mengagumi dirinya sendiri sementara dia adalah makhluk yang tak mampu berdiri sendiri. Al Qur’an juga telah mengingatkan kita akan akibat dari penyakit ‘ujub, sombong, dan bangga diri. Seperti halnya kisah Fir’aun, Qorun, dan lain sebagainya.
Imam Syafi’i rohimahumulloh berkata :
“Barangsiapa yang mengangkat-angkat diri secara berlebihan, niscaya Allah akan menjatuhkan martabatnya”
DAMPAK SIFAT UJUB
1. Jatuh pada sifat sombong dan terperdaya.
3. Munculnya kebencian terhadap orang lain.
4. Mendapat adzab dari Allah SWT
D.TAKABUR
PENGERTIAN TAKABUR
Takabur berasal dari bahasa arab Takabbara-Yatakabbaru yang artinya sombong atau membanggakan diri sendiri. Takabur semakna dengan Ta’azum, yaitu menampakkan keagungannya dan kebesarannya dibandingkan dengan orang lain. Dalam bahasa indonesia banyak sekali istilah lain dari takabur ini antara lain, sombong, congkak, angkuh, tinggi hati atau besar kepala.
Secara naluri setiap orang tidak menyukai sifat takabur atau sombong. Namun disadari atau tidak terkadang seseorang akan menampakan akan sikap sombongnya, biasanya sifat ini timbul manakala ia merasa memiliki nilai lebih, seperti lebih pandai, lebih kaya, lebih cantik. Sebagai seorang muslim sudah seharusnya menghindari sifat takabur ini, karena teladannya adalah Rasulullah SAW, yang meskipun penuh dengan kemuliaan dan kelebihan, namun beliau tetap tidak merasa lebih bahkan para pengikutnya dipanggil dengan sebutan sahabat, yang mempunyai arti kesetaraan.
Sifat takabur ini merupakan sifat tercela dan berbahaya, bahkan dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana firman-firmannya :
“maka masuklah pintu-pintu neraka jahanam, kamu kekal didalamnya, maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri”. (Q.S An Naml : 29) ..
“sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”. (Q.S An Nahl : 23)
MACAM-MACAM TAKABUR
Dari segi obyek atau sasarannya takabur menjadi tiga :
1. Takabur kepada Allah SWT, yaitu keadaan seseorang yang tidak mengakui dan menerima kebenaran yang datang dari Allah SWT, seperti perintah shalat, zakat dan yang lainnya.
2. Takabur kepada Rasulullah.
3. Takabur terhadap sesama manusia, hal ini biasannya terlihat dari hal-hal yang bersifat lahiriah, seperti kekayaan, kedudukan, wajah atau kepandaian.
Menurut pandangan tersebut di atas, secara umum takabur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1) Takabur Batini ( Takabur dalam sikap )
Takabur batini atau batin adalah sifat takabur yang tertanam dalam hati seseorang sehingga tidak tampak secara lahir/fisik, seperti seseorang yang mengingkari kebenaran yang datang dari Allah swt. padahal dia mengetahui kebenaran tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari orang yang termasuk golongan takabur batin memiliki sikap, antara lain enggan minta tolong kepada orang lain meskipun ia membutuhkan serta tidak mau berdoa untuk memohon pertolongan Allah swt. padahal semua persoalan yang kita hadapi tidak dapat diselesaikan sendiri tanpa pertolongan-Nya
Allah swt. berfirman :
Artinya : “Kuperkenankan (Kukabulkan) bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS Al Mukmin: 60)
2) Takabur Zahiri ( Takabur dalam Perbuatan )
Takabur zahiri adalah sifat takabur yang dapat dilihat langsung dengan panca indra, seperti dalam bentuk ucapan dan gerakan anggota tubuh. Contohnya, riya, angkuh, dan memalingkan muka terhadap orang lain. Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang memalingkan muka (sombong) sebagaimana terdapat dalam Surah Luqman Ayat 18 berikut.
Artinya : “ janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman: 18).
Selasa, 09 Agustus 2016
SETIAP KEBAIKAN ADALAH SEDEKAH
۞﷽۞
╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
💫 SETIAP KEBAIKAN ADALAH SEDEKAH 💫
•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•
╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊
Minggu, 31 Juli 2016
SUDIKAH KITA MEMAKAN BANGKAI SAUDARA SENDIRI....??
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
SUDIKAH KITA MEMAKAN BANGKAI SAUDARA SENDIRI??
=========================================
Mulai dari yang tidak kita sadari... inilah Ilustrasi yang suka bergosip (mengghibah).
Aib dalam diri seseorang itu diibaratkan #bangkai yang busuk
Jika kita suka membicarakannya, tak lain seperti kita sedang memakan bangkai tsb,, Naudzbillah...
Adapun yg berdalih tdk apa2, karena itu kenyataannya.. itulah yg dinamakan #Ghibah..
Dan perkataan yg tdk sesuai dgn kenyataanya itulah yg disebut dgn #Fitnah...
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan janganlah sebagian kamu #menggunjing (ghibah) sebagian yang lain, Adakah seorang diantara kamu yg suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.. Dan bertakwalah kepada Allah,, Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang" (QS. al-Hujurat:12)*
Penyair Al-Hasyimi menulis sebuah syair Arab yang termuat dalam kitab Jawahir Al-Adab
"Jarang orang tertimpa bencana karena tergelincir #kakinya, Tapi banyak orang tertimpa bencana karena tergelincir #lidahnya..
Jika kaki tergelincir, sembuhlah dengan segera, Jika lidah yang tergelincir, hilanglah kepala kita..
Astaghfirullah.....
Betapa besar anugrah ALLAH yang telah diberikan kepada kita yang berupa lidah ini, mari kita menjaganya untuk bertutur kata dengan perkataan yang baik, agar supaya dengan perkataan yang baik ini dapat memperbaiki segala amal perbuatan kita hingga menjauhkan diri kita dari ancaman api neraka dan menunjukkan kita jalan menuju syurga.
Semoga Allah selalu memberikan hidayah, petunjuk dan manfaat pada apa yang kita ucapkan...
Aamiin.... Wallahul musta'an..
HUSNUZAN
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Pengertian Husnuzan (Husnudzan)
Husnuzan menurut bahasa berasal dari lafal bahasa Arab 'husnun' yang artinya baik dan 'adzzhonnu' yang artinya prasangka. Kata husnudzan berarti prasangka baik yang merupakan lawan dari su'udzan atau prasangka buruk. Sedangkan secara istilah, husnuzab adalah setiap pikiran, anggapan dan prasangka baik terhadap orang lain.
Membiasakan berperilaku husnuzan atau berpasangka baik dalam kehidupan merupakan hal yang penting. Kita dapat melakukannya terhadap sesama muslim atau lainnya selama mereka tidak mengusik dan mendzolimi kita. Apabila setiap orang telah terbiasa menerapkan perilaku husnuzan terhadap sesamanya, maka insya Allah akan terwujud masyarakat yang harmonis, rukun dan saling menjaga. Tidak ada lagi masalah yang timbul karena prasangka-prasangka buruk (su'uzan) telah dihilangkan diantara mereka.
Hukum Husnuzan Terhadap Sesama
Hukum berhusnuzan terhadap sesama manusia adalah mubah atau diperbolehkan. Ketika kita berhusnudzan pada orang lain, berarti kita telah menganggap bahwa orang itu baik. Sebaliknya, jika kira berprasangka buruk (su'uzan) terhadap orang lain, artinya kita menganggap orang tersebut bersalah, hal ini tentu dilarang dalam agama. Husnuzan dalam kehidupan sehari-hari akan membawa dampak positif, sedangkan terbiasa su'uzan akan membawa dampak negatif dalam kehidupan kita maupun orang lain.
Bentuk-bentuk Husnuzan
Husnuzan dapat dilakukan terhadap Allah swt, diri sendiri, dan orang lain. Namun yang paling utama adalah berhusnudzan kepada Allah swt. Mengapa demikian? karena Allah-lah yang telah melimpahkan berbagai karunia dan kasih sayang-Nya kepada kita sebagai manusia, diantaranya Allah memberi kita kehidupan, memberi nikmat sehat, iman dan islam kepada kita, dan apapun lainnya yang telah Allah berikan kepada kita. Semua pemberian Allah yang kita terima harus senantiasa kita sikapi dengan selalu berprasangka baik kepada Allah swt. Bentuk-bentuk perilaku husnudzan kepada Allah antara lain selalu bersyukur kepada Allah dan bersikap sabar terhadap segala permasalahan yang terjadi dalam hidup kita.
Kemudian setelah berhusnudzan terhadap Allah swt, kita harus pula berprasangka baik atau berhusnudzan kepada diri sendiri. Husnuzan terhadap diri sendiri yaitu berbaik sangka terhadap segala kemampuan yang dimiliki oleh diri kita sendiri dan juga usaha yang telah kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri orang yang berhusnudzan terhadap dirinya sendiri diantaranya memiliki rasa percaya diri, selalu berusaha secara maksimal, selalu berpikir positif dan rela berkorban. Dengan senantiasa berprasangka baik terhadap diri sendiri, niscaya kita akan selalu memiliki semangat yang tinggi untuk meraih kesuksesan dalam hidup.
Selain berhusnudzan kepada Allah swt dan diri sendiri, kita juga diperintahkan untuk berhusnudzan kepada orang lain. Husnudzan terhadap orang lain berarti menganggap atau memandang orang lain itu baik. Orang yang memiliki sikap husnudzan terhadap orang lain, niscaya hidupnya akan memiliki banyak teman, disukai kawan dan disegani lawan. Sebaliknya, Allah melarang kita untuk merprasangka buruk kepada orang lain dengan mencari-cari kesalahan orang lain apalagi sampai menggunjingnya. Sebagaimana firman Allah swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain..." (QS Al-Hujurat: 12)
Dampak Positif / Manfaat Husnuzan
Islam telah menganjurkan umatnya agar senantiasa menjaga prasangka baik terhadap orang lain, karena sesungguhnya menyimpan prasangka buruk terhadap orang lain termasuk perbuatan tercela. Husnuzan merupakan salah satu contoh akhlaq, sifat atau perilaku terpuji yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain membawa kebaikan pada orang lain, Husnuzan juga akan membawa kebaikan terhadap diri sendiri. Sebagaimana firman Allah berikut:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
Artinya: "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri..." (Q.S. Al-Isra: 7)
Diantara dampak positif atau manfaat dari membiasakan berhusnuzan dalam kehidupan, yaitu:
1. Dicintai oleh Allah swt.
2. Mendapat ketenangan hidup.
3. Membentuk pribadi yang tangguh, tidak mudah putus asa dan selalu optimis.
4. Dijauhkan dari hal-hal buruk dan perbuatan munkar.
5. Mempererat tali persaudaraan sehingga terjalin ukhuwah yang mantab antar sesama muslim.
6. Mendapat timbal balik yang baik dari orang lain yang telah kita husnuzani.
Jumat, 06 Mei 2016
KEJUJURAN DALAM ISLAM
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apa arti kejujuran..........???
Jujur di adopsi dalam bahasa indonesia adalah lurus hati, tidak berbohong dalam permasalah berkata apa adanya, tidak curang dalam masalah permainan, ataupun ikut dalam aturan yang berlaku. sedangkan kejujuran adalah sifat dari jujur, ketulusan dan kelurusan dari hati. kejujuran adalah lawan kata dari kedustaan.
Kejujuran dalam bahasa arab adalah Ash-Shidqu, yaitu percaya, benar, berkata benar. Dengan demikian kejujuran adalah Sifat dari manusia yang timbul dari hati dan keluar apa adanya tanpa adanya kesalahan yang mendorong akan perbuatan yang tidak sia-sia.
Apa makna kejujuran dalam ajaran islam?
Kejujuran secara istilah merupakan kesesuaian antara ucapan maupun perkataan, sesuai antara informasi dan kenyataan, kejujuran merupakan ketegasan dan kemantapan hati; dan sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan atau kebohongan.
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
📖 [Al-Ahzab : 70 – 71]
Kejujuran adalah perbuatan orang yang beriman, orang yang bertaqwa kepada Allah, Allah SWT menjanjikan segala kebaikan dari segala perbuatan dan mengampuni segala dosa-dosanya. Kejujuran juga merupakan ajaran yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, Kejujuran adalah jalan untuk mendapatkan kemenangan ( Surga ).
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku : “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan (suka) menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. [Al-Israa’ : 53]
Sebagaimana yang telah dikatakan diatas, kejujuran adalah lurus hati seseorang, tidaklah seseorang akan merasakan kebimbangan disaat ia berkata jujur, kejujuran itu tidak akan takut akan ancaman, kerusakan.
Sifat jujur mempunyai bagian
Imam Ghozali R.A Membagi sifat jujur atau benar ( Shiddiq ) sebagai berikut : 1. Jujur dalam niat atau Berkehendak. Maksudnya adalah perbuatan yang tidak ada dorongan apapun melainkan dorongan perbuatan karena Allah SWT.
2. Jujur dalam Perkataan. Segala perkataan, informasi, berita harus sesuai dengan fakta yang ada. kabar yang diterima sesuai dengan kenyataan yang ada. perkataan mempunyai kekuatan, motivasi, dan filsafat, dengan berkata jujur ia telah mengatakan yang baik, perkataan yang selalu dijaga demi kemaslahatan Agama.
3. Jujur dalam Perbuatan. Berbuat sesuatu dengan kesungguhan sehingga ia mendapatkan hasil yang diusahakannya, usaha yang tidak dengan kecurangan, yang menjadikan perbuatan batinnya (terbiasa) dan menjadi tabiat bagi dirinya.
Kekuatan dari kejujuran
Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagiaan, serta ketentraman, yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan seorang muslim wajib menanamkan nilai kejujuran kepada anak-anaknya sejak dini sehingga mereka dapat menjadi generasi yang meraih sukses dalam mengarungi kehidupan. ketidak jujuran niscaya akan sedikit temanya dan lebih dekat dengan kesengsaraan"
Wassalamù'alaíkùm warahmatullaahi wabarakaatuh
Senin, 25 Januari 2016
PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH HASAD
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
➖"Kebanyakan orang yang meninggal dari umatku setelah qadha 'dan qadar Allah karena sebab' ain".
Hadits ini di hasankan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dan Syeikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah.
Rasulullah bersabda "'Ain dapat menyebabkan seseorang masuk kubur (meninggal) dan dapat menyebabkan seekor unta masuk tungku".
📚(Shahih Al-Jami').
Rasulullah bersabda:
العين حق و يحضرها الشيطان و حسد ابن آدم
"Penyakit 'ain (kena mata) adalah benar, disertai setan dan hasad anak Adam".
Asal hadits ini dalam Shahih Bukhari dan lain diriwayatkan oleh Ahmad.
Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa pada setiap orang ada setan-setan dari bangsa jin yang selalu mengawasi untuk menyakitinya. Demikian juga setiap orang bisa menjadi sasaran hasad sehingga tidak ada seorangpun yang selamat dari 'ain kecuali orang yang Allah melindunginya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Hasad adalah salah satu penyakit di antara penyakit-penyakit hati.Penyakit ini umum, yang mana tidak ada orang selamat darinya kecuali sedikit di antara manusia, sehingga dikatakan, "Tidak ada jasad yang lepas dari penyakit hasad, akan tetapi seorang pencela menampakkannya sedangkan seorang mulia menyembunyikannya".
Hasan Bashri pernah ditanya, "Apakah seorang mukmin memiliki penyakit hasad?".
Dia menjawab, "Apakah kamu lupa dengan saudara-saudara Yusuf?
"Akan tetapi tahanlah hasad tersebut di dalam dadamu, sesungguhnya hasad tersebut tidak akan memudharatkanmu selama kamu tidak menampakkannya dengan tanganmu atau lisanmu".📚(Kitab As-Suluk karya Ibnu Taimiyah).
Ibnu Hajar berkata dalam menjelaskan hadits'Penyakit' ain (kena mata) adalah benar ', "
Hal ini kadang membingungkan sebagian manusia, mereka berkata, 'Bagaimana' ain bekerja dari jauh sehingga bisa memudharatkan orang yang dilihat '.Banyak orang yang menderita sakit dan kekuatan tubuhnya melemah hanya karena alasan di pandang, semua ini karena apa yang Allah ciptakan di dalam ruh (ruh setan) dari pengaruh dan karena sangat besarnya keterkaitannya dengan mata, maka dinasabkan kepada mata. Sebenarnya yang mempengaruhi bukan mata akan tetapi pengaruhnya dari ruh. Pandangan yang keluar dari mata orang yang melihat adalah anak panah secara maknawi, ketika mengenai tubuh orang yang tidak ada pelindungnya akan mempengaruhinya, jika ada pelindungnya, panah tersebut tidak dapat menembus bahkan di kembalikan kepada pemiliknya sebagaimana panah sebenarnya. 📚(Fathul Bari 10 / 212).
Jadi yang keluar dari 'ain adalah sifat yaitu racun lisan (kata) dengan dalil bahwa seorang buta bisa menimpakan penyakit' ain kepada orang lain.Kemudian setan yang menanti-nanti pensifatan yang tidak disertai nama Allah padanya mengambilnya dan memberikan pengaruh pada tubuh orang yang dihasadi (dengan izin Allah) jika dia tidak memiliki perlindungan diri.
Maka hendaknya diketahui bahwa setiap orang meskipun dapat memudharatkan orang lain dengan izin Allah dengan mensifati orang lain dengan suatu sifat tanpa menyebut nama Allah, akan tetapi perbuatan ini haram karena termasuk racun kata yang dilarang. Ibnu Hajar berkata, "Sesungguhnya 'ain bisa terjadi karena kagum dan tanpa ada hasad dan bisa berasal dari orang yang mencintai orang lain tersebut atau dapat berasal dari orang saleh. Orang yang kagum kepada sesuatu hendaknya mendoakan orang yang dia kagumi dengan barakah sehingga ini menjadi ruqyah ". 📚(Fathul Bari (10/215).
Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah bin Sahl bin Hanif mengatakan, "Bapakku Sahl bin Hanif mandi di Kharrar (lembah di Madinah) dengan melepaskan jubahnya sedangkan 'Amir bin Rabi'ah melihatnya.Sahl bin Hanif seorang yang sangat putih dan bersih kulitnya, maka 'Amir berkata,' Aku belum pernah melihat seperti hari ini, aku belum pernah melihat kulit seperti kulit gadis pingitan '. Maka Sahl bin Hanif sakit panas di tempatnya dan semakin keras sakitnya.Maka Rasulullah diberitahu akan sakitnya Sahl.Dikatakan kepada Rasulullah bahwa Sahl tidak bisa mengangkat kepalanya. Rasulullah berkata, "Apakahkamu menuduh seseorang?". Mereka menjawab, "'Amir bin Rabi'ah". Maka Rasulullah memanggil 'Amir bin Rabi'ah dan memarahinya, "Kenapa salah seorang di antara kalmu membunuh saudaranya ?. Kenapa kamu tidak mendoakannya dengan barakah ?.Mandilah untuknya! ". Maka 'Amir membasuh wajahnya, kedua tangannya, kedua sikunya, kedua lututnya, ujung kedua kakinya, sarungnya bagian dalam pada sebuah bejana kemudian diguyurkan ke Sahl dari belakang tubuhnya maka sembuhnya Sahl seketika itu juga ". 📚(Shahih Al-Jami ': 3908).
Manfaat hadits:
1- Ketika 'Amir mensifati Sahl dengan tanpa menyebut nama Allah, maka setan mengambil peran untuk menyakiti Sahl dengan pensifatan ini.
2- Berdzikir dengan menyebut nama Allah atu mendoakan barakah bisa menghalangi gangguan jin pada orang yang dilihat.
3- Rasulullah memerintahkan 'Amir untuk mandi. Ibnu Al-Qoyyim mengatakan, "Sesungguhnya lipatan-lipatan tubuh dan ujung-ujung tubuh dan sarung bagian dalam, ini adalah tempat-tempat khusus bagi ruh-ruh setan". (Zad Al-Ma'ad: 4/163). Tujuannya karena setiap orang memiliki bebauan dan keringat yang berbeda dengan orang lain, ini dapat diketahui oleh anjing dan setan yang berangkat dari orang yang menimpakan 'ain juga mengetahui ini. Maka ketika diambil keringatnya atau air ludahnya kemudian digunakan untuk memandikan atau diminumkan kepada orang yang kena 'ain ketika gangguannya pada perutnya, maka setan tersebut akan menjauhi orang yang kena' ain ini karena setan tersebut terikat dengan sifat kekaguman orang yang menimpakan 'ain. Maka seolah-olah orang yang menimpakan 'ain tersebut telah mengalahkan setan dengan masuknya keringatnya ke dalam tubuh orang yang terkena' ain sehingga ketika itu juga setan tersebut terlepas keluar dari tubuh orang yang kena 'ain.
4- Dalam hadits disebutkan air bekas basuhan 'Amir diguyurkan ke Sahl dari belakang tubuhnya, maksudnya adalah diguyurkan di tempat penglihatan orang yang menimpakan' ain. Karena setan yang menyakiti Sahl karena sifat (ucapan) sangat putihnya kulit Sahl maka ini umum untuk seluruh tubuhnya sehingga air tersebut diguyurkan dari atas kepalanya agar tentang seluruh tubuhnya yang terkena 'ain.Seandainya orang yang terkena 'ain karena disifati banyak makan sehingga perutnya sakit maka keringat atau air liur tersebut harus sampai ke dalam perutnya karena di dalam perutlah tempat terkena' ain.
5- Dalam riwayat lain Rasulullah memukul dada Sahl dan berkata, "Ya Allah hilangkan darinya panas, dingin dan pengaruh'ain". Ini dalil yang jelas bahwa 'ain diikuti oleh setan dan mengganggu anggota tubuh orang yang kena' ain sehingga menimpa korban 'ain dari sempit di dada -karena ditekan setan. Di antara tanda gangguan syaitan sebagaimana dalam hadits: punggung panas, ujung-ujung tubuh dingin, tubuh lemah disertai dengan rasa sempit di dada yang sering mengeluh, pesimis dan mudah emosi.
6- Ketika orang yang terkena 'ain tidak menuduh seseorang (tidak bisa menduga) yang menimpakan kepadanya' ain maka disyariatkan untuk dibacakan ruqyah.
Cara menjaga diri dari penyakit 'ain:
1- Seorang muslim menjaga perintah Allah dengan menjalankan perintah-Nya seperti shalat lima waktu berjamaah, berbakti kepada kedua orang tua, solat sunat, puasa sunat, membaca Al-Qur'an dan lain-lainnya. Menjauhkan diri dari larangan Allah, seperti tidak melihat sesuatu yang haram, meninggalkan musik dan lain-lainnya.
Rasulullah saw bersabda, "Jagalah (perintah) Allah niscaya Allah akan menjagamu".
2- Memperbanyak dzikir yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan berdzikir di setiap waktu seperti dzikir setelah shalat lima waktu, dzikir pagi dan petang, dzikir akan tidur, dzikir bangun tidur dan lain-lainnya.
Praktek untuk mengangkat musibah (sakit 'ain) dengan izin Allah:
1- Yakin dan berbaik sangka kepada Allah ketika diruqyah dan jangan hanya sekedar mencoba-coba berobat dengan Al-Qur'an akan tetapi harus yakin bahwa di dalam Al-Qur'an ada obat.
Allah berfirman: "Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selainkerugian". (QS. Al-Isra ': 82).
2- Mengagungkan Allah, kembali dan taubat kepada-Nya serta berdoa kepada-Nya. Dialah satu-satunya Pemberi kesembuhan. Jika engkau meruqyah dirimu sendiri, ini lebih utama dari pada diruqyah orang lain.
3- Berbuat baik kepada orang lain dan bersedekah.
Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menghilangkan musibah yang menimpa seorang mukmin dari musibah dunia, Allah akan menghilangkan untuknya musibah dari musibah akhirat. Barangsiapa yang memberikan fasilitas kepada seorang yang kesulitan, Allah akan memberikan fasilitas kepadanya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba tersebut mau menolong saudaranya ".Diriwayatkan oleh Muslim. Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah, Rasulullah bersabda, "Obatilah orang-orang sakit kalian dengan sedekah". (Shahih Al-Jami ': 2358).
Hubungan antara 'ain dengan sihir
Ketika Allah berfirman dalam surat Al-Falaq:
"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki". (QS. Al-Falaq: 4-5). Allah menggabungkan antara sihir dan hasad. Ini mengisyaratkan adanya hubungan antara keduanya yaitu bahwa seorang penyihir menghembuskan pada buhul dari rambut atau kuku yang digunakan untuk mengikat setan yang akan menyakiti orang yang disihir. Sedangkan seorang yang hasad mengikat setan dengan sifat kekaguman yang tidak disebutkan nama Allah padanya untuk menyakiti orang yang dikenai 'ain. Keduanya bisa memudharatkan dan keduanya sama dalam menimbulkan pengaruh sakit akan tetapi berbeda dalam sarananya.
* Allah berfirman: "Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki". (QS. Al-Falaq: 4-5).
Kenapa wanita-wanita tukang sihir dima'rifatkan dandinakirahkan apa yang sebelumnya dan setelahnya ?.Karena setiap wanita penyihir memiliki kejahatan adapun setiap malam dan setiap pendengki tidak memiliki kejahatan.
* Orang-orang awam mengatakan, "Ketika orang yang menimpakan 'ain mengetahui bahwa keringat atau air liurnya diambil maka bekas tubuhnya ini tidak akan bermanfaat.