Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri 3 hal yang. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri 3 hal yang. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Mei 2015

MELAGUKAN BACAAN DAN ADAB TILAWAH AL-QUR’AN

Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 


MELAGUKAN BACAAN AL-QUR’AN 


Bagaimana keutamaannya?
Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin membawakan judul bab “Sunnahnya memperindah suara ketika membaca Al Qur’an dan meminta orang lain membacanya karena suaranya yang indah dan mendengarkannya.”
Beberapa dalil yang disebutkan oleh beliau berikut ini:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata,

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَذِنَ اللَّهُ لِشَىْءٍ مَا أَذِنَ لِلنَّبِىِّ أَنْ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآن
ِ
“Allah tidak pernah mendengarkan sesuatu seperti mendengarkan Nabi yang indah suaranya melantunkan Al Qur’an dan mengeraskannya.”
(HR. Bukhari no. 5024 dan Muslim no. 792).

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُد
َ
“Wahai Abu Musa, sungguh engkau telah diberi salah satu seruling keluarga Daud.”
(HR. Bukhari no. 5048 dan Muslim no. 793).

Sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada Abu Musa,

لَوْ رَأَيْتَنِى وَأَنَا أَسْتَمِعُ لِقِرَاءَتِكَ الْبَارِحَةَ لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُد
َ
“Seandainya engkau melihatku ketika aku mendengarkan bacaan
Al Qur’anmu tadi malam. Sungguh engkau telah diberi salah satu seruling keluarga Daud”
(HR. Muslim no. 793).

Dari Al Bara’ bin ‘Aazib, ia berkata,

سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَقْرَأُ ( وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ ) فِى الْعِشَاءِ ، وَمَا سَمِعْتُ أَحَدًا أَحْسَنَ صَوْتًا مِنْهُ أَوْ قِرَاءَة
ً
“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam surat Isya surat Ath Thiin
(wath thiini waz zaituun), maka aku belum pernah mendengar suara yang paling indah daripada beliau atau yang paling bagus bacaannya dibanding beliau.”
(HR. Bukhari no. 7546 dan Muslim no. 464)

Beberapa faedah yang diambil dari beberapa hadits di atas:
1- Dibolehkan memperindah suara bacaan Al Qur’an dan perbuatan seperti itu tidaklah makruh. Bahkan memperindah suara bacaan Al Qur’an itu disunnahkan.

2- Memperbagus bacaan Al Quran memiliki pengaruh, yaitu hati semakin lembut, air mata mudah untuk menetes, anggota badan menjadi khusyu’, hati menyatu untuk menyimak, beda bila yang dibacakan yang lain.
Itulah keadaan hati sangat suka dengan suara-suara yang indah. Hati pun jadi lari ketika mendengar suara yang tidak mengenakkan.

3- Diharamkan Al Quran itu dilagukan sehingga keluar dari kaedah dan aturan tajwid atau huruf yang dibaca tidak seperti yang diperintahkan. Pembacaan Al Quran pun tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan, bentuk seperti itu diharamkan.

4- Termasuk bid’ah kala membaca Al Quran adalah membacanya dengan nada musik.

5- Disunnahkan mendengarkan bacaan Al Quran yang sedang dibaca dan diam kala itu.

6- Disunnahkan membaca pada shalat ‘Isya’ dengan surat qishorul mufashol seperti surat At Tiin.

Apa yang Dimaksud “Yataghonna bil Quran”?
Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan dengan,
يُحَسِّن صَوْته بِهِ
“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.”

Namun bisa pula maknanya
‘yataghonna bil quran’ adalah mencukupkan diri dengan Al Quran, makna lain pula adalah menjaherkan Al Qur’an. Demikian keterangan Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 6: 71.

Yang Tidak Melagukan Al Quran,Tercelakah?
Kalau tidak membaguskan bacaan Al Qur’an atau tidak melagukannya apakah tercela?

Apa syaratnya jika boleh melagukan Al Qur’an?
Hadits berikut barangkali bisa jadi renungan. Dari Abu Lubababh Basyir bin ‘Abdul Mundzir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآن
ِ
“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.”
(HR. Abu Daud no. 1469 dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan ‘yataghonna bil Qur’an’ adalah,

يُحَسِّن صَوْته بِه
ِ
“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.”

Sedangkan menurut Sufyan bin ‘Uyainah
yang dimaksud adalah mencukupkan diri dengan Al Qur’an

Ada yang katakan pula, yang dimaksud adalah mencukupkan
Al Qur’an dari manusia.

Ada pendapat lain pula yang menyatakan, mencukupkan diri dengan Al Qur’an dari hadits dan berbagai kitab lainnya.

Al Qadhi ‘Iyadh menyatakan bahwa sebenarnya ada dua pendapat yang dinukil dari Ibnu ‘Uyainah.

Adapun ulama Syafi’i dan yang sependapat dengannya menyatakan bahwa yang dimaksud adalah memperindah dan memperbagus bacaan Al Qur’an. Ulama Syafi’iyah berdalil dengan hadits lainnya,
زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُم
ْ
“Baguskanlah suara bacaan Al Qur’an kalian.”
(HR. Abu Daud no. 1468 dan An Nasai no. 1016. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Al Harawi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
“yataghonna bil Quran” adalah menjaherkan (mengeraskan) bacaannya.

Abu Ja’far Ath Thobari sendiri mengingkari pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud
yataghonna bil Quran adalah mencukupkan diri.

Ath Thobari tidak menyetujuinya
karena bertentangan dengan makna bahasa dan maknanya itu sendiri.

Ada perbedaan pula dalam pemaknaan hadits lainnya,

“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.”

Pendapat yang lebih kuat, yang dimaksud
“yataghonna bil Qur’an”
adalah membaguskan suara bacaan Al Qur’an.

Riwayat lain menguatkan maksud tersebut,
“yataghonna bil qur’an adalah mengeraskannya.”
(Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 71).

Adapun yang dimaksud dengan tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memperindah bacaan Al Qur’an adalah ditafsirkan dengan dua makna:

Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak membaguskan bacaan Al Qur’an

Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak mencukupkan dengan Al Qur’an dari selainnya.
(‘Aunul Ma’bud, 4: 271).

Kalau kita lihat dari pendapat yang dikuatkan oleh Imam Nawawi sebelumnya, yang dimaksud adalah tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak membaguskan bacaan Al Qur’an.

Namun aturan dalam melagukan Al Qur’an harus
memenuhi syarat berikut:

Tidak dilagukan dengan keluar dari kaedah dan aturan tajwid.

Huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai yang diperintahkan.

Tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan. 

📚(Lihat Bahjatun Nazhirin, 1: 472)



ADAB TILAWAH AL QURAN 


1. Mengikhlaskan niat untuk Allah semata. Karena tilawah al-Qur’an termasuk ibadah, sebagaimana telah disebutkan pada keutamaan tilawah.


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ


Sesungguhnya seluruh amalan itu tergantung pada niatnya. [HR. Bukhari-Muslim]


2. Menghadirkan hati (konsentrasi) ketika membaca, khusyu’, tenang dan sopan, berusaha terpengaruh (terkesan) dengan yang sedang dibaca, dengan memahami (menghayati) atau memikirkan (tafakkur-tadabbur) sebagaimana tujuan utama dalam tilawah.

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ


Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an?! [An-Nisa’:82, Muhammad:24]


Sopan, sebagai upaya memuliakan Kalam Allah Azza wa Jalla. Khusyu’ atau memusatkan hati dan pikiran (konsentrasi) sebagai upaya mengambil hikmah yang terkandung pada ayat yang kita baca; menampakkan kesedihan dan menangis, (ketika membaca ayat-ayat yang menceritakan adzab (siksa) neraka. Dan apabila tidak bisa maka berusahalah untuk bisa menangis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ نَزَلَ بِحُزْنٍ فَإِذَا قَرَأْتُمُوهُ فَابْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا


Sesungguhnya al-Qur’an ini turun dengan kesedihan, maka jika kamu membacanya hendaklah kamu menangis, jika kamu tidak (bisa) menagis, maka berusahalah untuk menangis. [HR. Ibnu Majah] [7]


Allah berfirman:

وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا


Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’. [Al-Israa : 109]


Ibnu Mas’ud berkata.

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَأْ عَلَيَّ الْقُرْآنَ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ إِنِّي أَشْتَهِي أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي فَقَرَأْتُ النِّسَاءَ حَتَّى إِذَا بَلَغْتُ ( فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا ) رَفَعْتُ رَأْسِي أَوْ غَمَزَنِي رَجُلٌ إِلَى جَنْبِي فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ دُمُوعَهُ تَسِيلُ


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm berkata kepadaku: “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku!” saya pun berkata: Ya Rasulullah, apakah saya harus membacakan al-Qur’an kepadamu, sedangkan al-Qur’an diturunkan kepadamu?” Maka beliau menjawab: “Benar, akan tetapi saya senang (ingin) mendengarkan bacaan dari orang lain”. Kemudian sayapun membaca surat an-Nisa’ sampai: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”. (ayat 41). Maka beliaupun berkata: “Cukup-cukup, maka tatkala saya melirik kepada beliau, beliau meneteskan air mata. [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya]


3. Tilawah al-Qur’an, hendaknya di tempat yang suci (haram atau dilarang di WC) atau tempat-tempat yang tidak pantas untuk tilawah al-Qur’an yang suci. Terutama di masjid sebagai upaya memakmurkan masjid

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ


Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) sela in kepada Allah. [At-Taubah : 18]


Selain di tempat yang suci, kitapun sebaiknya dalam keadaan suci (tidak dalam keadaan hadast besar dan hadats kecil) untuk memuliakan kalam Allah Ta’ala


4. Membaca do`a Isti`adzah (berlindungan kepada Allah Ta’ala dari godaan setan) ketika hendak membaca al-Qur’an.


Allah berfirman

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ


Apabila kamu membaca al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. [An-Nahl :98]


Membaca basmalah apabila membaca al-Qur’an dari awal surat, kecuali surat at-Taubah. Berlindung kepada Allah Ta’ala, yakni membaca:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ


hukumnya wajib menurut sebagian ulama’ . [Lihat Mabahits fi Ulumil Qur’an]


Dan diantara bentuk membersihkan jasmani (selain mandi) ialah bersiwak atau memakai sikat dan pasta gigi dalam rangka membersihkan sisa makanan yang terdapat pada sela-sela gigi yang dapat membusuk, yang membuat mulut kita tidak enak baunya. Bersiwak merupakan salah satu bentuk ittiba` kepada sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa mendapat 2 kebaikan, bersih di mulut dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala:

مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ


Bersih dimulut dan mendapatkan ridha dari Tuhan (Allah Ta’ala )”. [HR. Bukhari dalam bab Shaum.1831].


5. Menghadap kiblat hal ini juga sebagai upaya menghidupkan sunnah dalam bermajlis.

خَيرُْ المجالس ما استقبل القبلة (رواه الطبرانى فى الأوسط من حديث ابن عمر


Sebaik-baik Majlis adalah yang menghadap kearah qiblat. [HR. Thabrani dalan Al-Ausath hadits dari Ibnu Umar]. [8]


6. Membaguskan suara dengan tidak ghuluw (melewati batas), riya` (agar dilihat orang) , sum`ah (agar didengar orang) atau ujub (mengagumi diri sendiri).

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ ..رواه أحمد وابن ماجة والنسائى والحاكم وصححه


Perindahlah (bacaan) Al-Qur`an dengan suara kalian. (HR. Ahmad, Ibnu Majah Nasa`i dan Hakim menshahihkannya] [9].


Tetapi jangan sampai seseorang mengeraskan bacaannya di dalam mushalla (masjid) sementara orang lain dalam keadaan shalat, sedangkan hal yang demikian itu telang dilarang.

خَرَجَ عَلَى النَّاسِ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَقَدْ عَلَتْ أَصْوَاتُهُمْ بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِمَا يُنَاجِيهِ بِهِ وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ


Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu kaum, sedang mereka sementara dalam keadaan shalat dan mengeraskan bacaannya, maka Nabi n bersabda: “Setiap kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabbnya, maka janganlah kalian mengeraskan bacaan (Al-Qur`an) kalian atas sebagian yang lain. [HR. Imam Malik dalam kitabnya “Al-Muwatha`”[1/80]), Ibnu Abdil Barr berkata: “Ini adalah hadits shahih] [10]. [Lihat: Majaalis Syahrur Ramadhan; Syaikh Al-Utsaimin]


7. Hendaknya membaca dengan sirri (pelan) apabila dikhawatirkan dapat menimbulkan riya` atau sum`ah pada dirinya atau dapat mengganggu ketenangan dalam Masjid sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm.

الجْاَهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرُ بِالصَّدَقَةِ .


Mengeraskan (dalam membaca) Al-Qur`an sama dengan menampakan dalam bershadaqah. [Minhajul Muslim, hal.71] [11]


Dan telah diketahui bahwa shadaqah yang dicintai adalah yang sembunyi-sembunyi, kecuali dalam keadaan tertentu yang berfaidah. Misalnya: untuk mendorong orang lain agar melakukan seperti yang kita lakukan.


8. Hendaknya membaca Al-Qur`an dengan tartil.

وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلا


Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. [Al-Muzammil : 4]


Ali bin Abi Thalib menjelaskan ma`na tartil dalam ayat tersebut diatas adalah: ”Mentajwidkan huruf-hurufnya dengan mengetahui tempat-tempat berhentinya”. [Syarh Mandhumah Al-Jazariyah, hl. 13]

Maka seyogyanya bagi kita bersabar, jangan terburu ingin segera selesai (khatam) dalam membaca Al-Qur`an atau terburu nafsu ingin segera menguasai (memahami) Al-Qur`an sehingga lalai memperhatikan kaidah-kaidah dalam tilawah.

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dalam tilawah, menamatkan al-Qur’an kurang dari 3 malam, sebab tidak akan bisa memahami maknanya. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ


Barangsiapa membaca al-Qur’an kurang dari 3 hari maka tidak akan dapat memahaminya. 

[HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah]

Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma supaya mengkhatamkan al-Qur’an setiap 7 hari (sekali). 

[HR. Mutafaq Alaih]


Adapun beberapa riwayat dari Salafus Shalih yang menyatakan bahwa di antara mereka ada yang mengkhatamkan al-Qur’an sehari semalam sekali, atau 2 kali khatam, atau 3 kali dan bahkan ada juga yang 8 kali khatam, maka semua itu tidak bisa menjadi hujjah karena bertentangan dengan hadits di atas. Demikian juga sekelompok Salaf tidak menyukai mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari semalam. Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth mengomentari hadits di atas dengan perkataan: “Inilah yang benar dan sesuai dengan Sunnah. [Lihat At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Qur’an, tahqiq: Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth, hal: 49]


Bacaan dengan perlahan-perlahan (tartil), bukan dengan cepat-cepat, hal yang demikian itu akan membantu dalam tadabbur (memahami) maknanya dan menghindari dari kesalahan dalam melafadzkan atau mengeluarkan huruf-hurufnya. Di dalam Shahih Bukhari disebutkan.

سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ قَرَأَ ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ) يَمُدُّ بِبِسْمِ اللَّهِ وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ وَيَمُدُّ بِالرَّحِيمِ


Dari anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika ditanya tentang qira’ah (bacaan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia berkata: “Bahwa bacaannya panjang-panjang, kemudian membaca: ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ memanjangkan (بِبِسْمِ اللَّهِ ) kemudian (الرَّحْمَنِ) kemudian (الرَّحِيمِ ) [HR. Bukhari, 5046].

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا ذَكَرَتْ أَوْ كَلِمَةً غَيْرَهَا قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً


Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, bahwa dia menyebutkan bacaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu (beliau) memutus-mutus bacaannya ayat per ayat (satu ayat-satu ayat). [HR. Ahmad (6/3020, Abu Dawud (4001) Tirmidzi (2927) dan Dishahihkan An-Nawawi, dalam “Al-Majmu’” 3/333 ]


Dalam kitab Majalis Fi Syahri Ramadhan karya Syaikh Utsaimin dijelaskan, bahwa tidak mengapa dengan (bacaan) cepat yang tidak sampai merubah lafadz, dan tidak meninggalkan sebagian huruf atau idghamnya. Tetapi apabila tidak benar dalam pengucapan idghamnya, sampai salah dalam lafadznya, maka hal itu haram, karena yang demikian berarti mengganti lafadz al-Qur’an”.


9. Hendaknya sujud, ketika membaca ayat-ayat yang mengisyaratkan sujud, hal ini dilakukan dalam keadaan berwudhu’, di waktu siang maupun malam, dengan takbir dan mengucapkan: سبحان ربي الأعلى( Suci Rabbku yang Maha Tinggi) dan hendaklah berdoa, kemudian bangun dari sujud tanpa takbir dan tanpa salam. [Majaalis Syahrur Ramadhan; Syaikh Al-Utsaimin]


BACA ALQURAN HARUS TAU BHW DIRINYA MJD TUJUAN SERUAN ALQURAN & ANCAMANNYA 


“Kelebihan bacaan secara pelan-pelan atas bacaan secara keras sama dengan kelebihan shadaqah secara sembunyi-sembunyi atas shadaqah secara terang-terangan.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Jadi bacaan pelan-pelan yang bisa didengar sendiri. Memang bacaan secara keras diperbolehkan pada saat-saat tertentu untuk tujuan yang benar, seperti untuk menguji kebenaran hapalan, agar dia tidak malas dan mengantuk, untuk membangunkan orang-orang yang tidur. Tentang bacaan Al-Qur’an dalam shalat, mana yang harus dijelaskan dan mana yang harus disembunyikan, sudah dijelaskan dalam berbagai kitab fiqih.

Orang yang membaca Al-Qur’an harus melihat bagaimana kelembutan dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya, bagaimana Allah menyusupkan makna kalam-Nya ke dalam pemahaman mereka. Dia harus menyadari bahwa apa yang dibacanya bukan ucapan manusia. Karena itu dia harus merasakan keagungan Allah yang seakan berbicara dengannya dan sekaligus memahami kalam-Nya. Sebab pemahaman dan pengamatan merupakan tujuan dari bacaan. Jika tidak bisa paham kecuali dengan mengulang bacaan, satu ayat umpamanya, maka hendaknya dia mengulanginya.

Abu Dzar meriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa beliau mendirikan shalat malam, dengan membaca satu ayat yang diulang-ulangi, yaitu, “Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau juga.”

(Al-Maidah: 118)


Begitu pula yang pernah dilakukan Tamim Ad-Dari dan Ar-Rabi’ bin Khaitsam saat membaca firman Allah dalam shalat malamnya,

“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka?” 

(Al-Jatsiyah: 21)


Orang yang membaca Al-Qur’an harus membuat gambaran yang pasti dan menyimak setiap ayat yang dibaca. Apabila dia membaca ayat,

“Yang menciptakan langit dan bumi”,

hendaklah dia menyadari keagungan-Nya dan memperhatikan kekuasaan-Nya

atas segala sesuatu yang dilihatnya. Jika dia membaca, 

“Maka terangkanlah kepadaku tentang nuthfah yang kalian percayaka”,

(Al-Waqi’ah: 58),


Hendaklah dia memikirkan air mani yang jumlahnya ribuan, lalu dari satu bagian dari malam ini, dibagi-bagi menjadi daging dan tulang, urat dan nadi, lalu membentuk bagian-bagian tertentu seperti kepala, tangan, kaki lalu badan yang utuh muncul sifat-sifat yang mulia, tangan seperti mendengar,

melihat, berfikir dan lain-lainnya. Perhatikanlah dengan seksama semua keajaiban ini. Jika sedang membaca ayat-ayat yang menjelaskan para pendusta, maka hendaklah dia merasa takut dari murka dan kelalaian dalam mengikuti perintah.

Dia harus bisa melepaskan diri dari hal-hal yang bisa menghambat pemahaman, seperti membayangkan bahwa setan membuatnya tidak sanggup memahami satu huruf pun dan membelenggu pikirannya. Dia harus mengulang lagi bacaannya hingga hasratnya untuk memahami maknanya bisa pulih. Sebagai contoh, dia merasa terus-menerus melakukan dosa, atau memiliki sifat sombong atau tidak bisa melepaskan dari hawa nafsu. Hal ini menyebabkan hati yang pekat dan berkarat dan berkarat. Perumpamaannya seperti bercak-bercak di cermin, yang menghalangi kejelasan hakikat. Hati itu bisa diibaratkan cermin, dan nafsu, seperti halnya membersihkan permukaan cermin.

Orang yang membaca Al-Qur’an harus tahu bahwa dirinyalah yang menjadi tujuan seruan Al-Qur’an dan ancamannya. Kisah-kisah yang disebutkan di dalamnya, bukan untuk obrolan, tetapi sebagai pelajaran. Maka hendaklah dia membacanya dengan seksama lalu berbuat sesuai dengan petunjuknya. Perumpamaan pembaca Al-Qur’an yang durhaka sekalipun dia sudah membacanya berulang kali, seperti orang yang berulang kali membaca surat raja, lalu dia tidak mau mendukung kerajaannya. Apa yang diperintahkan dalam surat itu tidak mau dipelajarinya, sehingga dia tidak bisa melaksanakan perintahnya. Jika tidak mau memahami dan juga tidak melaksanakan perintah, berarti bisa dikatakan melecehkan dan bisa mendatangkan murka.

Dia tidak boleh merasa dirinya kuat dan perkasa, tidak boleh melihat dirinya sebagai orang yang suci, tetapi dia harus melihat dirinya sebagai orang yang serba memiliki keterbatasan. Hal ini bisa menyebabkan taqarrubnya kepada Allah. 

Rabu, 08 Maret 2017

KEMATIAN SEBAGAI NASEHAT

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya.
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal  kita.
Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.

Puji dan Syukur tak henti kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang tiada henti memberikan nikmat, berkah, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Karena nikmat dan hidayah dari Allah berupa keimanan dan keislaman-lah yang membuat kita tetap kokoh berjalan di atas jalan Allah.
Dan nikmat kesehatan dan kesempatan dari Allah pula sehingga hari ini kita dapat bersilaturahmi dalam rangka melaksanakan salah satu aktivitas yang merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam, yakni menuntut ilmu.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke muka bumi ini sebagai rahmatan lil alamiin, yang telah menggempur kesesatan dan mengibarkan panji-panji kebenaran, serta memperjuangkan islam hingga sampai kepada kita sebagai rahmat tak terperi dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Tema pembicaraan kali ini adalah mengenai sebuah ayat al-Qur’ān yang sekiranya diturunkan kepada gunung niscaya luluh lantak; yang apabila direnungkan oleh pembacanya maka hatinya bergetar ketakutan dan air matanya mengalir; yang jika dihayati oleh orang yang bergelimang maksiat maka ia bertaubat; serta bila dipahami oleh siapa saja yang berpaling dari seruan Allāh maka ia pun bersegera kepadanya-Nya.

Ayat yang menyebutkan tentang pintu gerbang dari sebuah perjalanan panjang nan berat….

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
(QS. Āli `Īmrān [3]: 185.)

Kematian adalah langkah awal dari perjalanan agung yang memisahkan suami dari istrinya, orang tua dari anaknya, kekasih dari yang dicintainya dan saudagar dari kekayaannya.

Perjalanan yang bermuara kepada keabadian; kenikmatan Surga atau kesengsaraan Neraka.
Kematian merupakan hal yang diyakini namun sering kali sengaja dilupakan atau terlupakan; perkara yang diketahui akan tetapi begitu banyak diabaikan.

Rasa sakit dalam proses kematian telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan juga Hadist, yaitu sakitnya bagaikan disabet pedang sebanyak 70 kali sabetan, sehingga banyak orang yang lari dan ingin menghindari kematiannya namun setiap makhluk hidup di bumi ini tidak dapat menghindar dari kematian yang telah ditetapkan oleh Allah.
Namun yang akan kita bahas kali ini adalah tentang bagaimana menjadikan kematian tersebut sebagai nasehat.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ – يَعْنِي الْمَوْت

“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan (yakni kematian).” [Riwayat at-Tirmidzi IV/553/2307, Ibn Mājah II/1422/4258]

Dalam rangka mengingat kematian Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan ziarah kubur.
Beliau bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوهَا، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ

“Dahulu aku pernah melarang kalian dari ziarah kubur. Namun saat ini lakukanlah ziarah kubur, karena hal itu mengingatkan kalian terhadap akhirat.” [Ash-Shahīhah II/545/886.]

Dahulu, jika Khalifah Utsman Ibn 'Affān berdiri di daerah kuburan maka beliau menangis hingga basah jenggot beliau. Ada yang bertanya, “Disebutkan Surga dan Neraka namun Anda tidak menangis, maka mengapa Anda menangis karena kuburan ini?”

Utsmān menjawab, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ

“Sungguh, kubur merupakan tempat pertama dari akhirat. Jika seseorang selamat darinya, maka yang berikutnya akan lebih mudah. Namun, jika ia tidak selamat, maka yang berikutnya akan lebih keras lagi.”

`Utsmān melanjutkan, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

مَا رَأَيْتُ مَنْظَراً قَطُّ إِلاَّ وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ

“Tidaklah aku melihat suatu pemandangan pun (di dunia) melainkan kuburan lebih buruk darinya.”
[Riwayat at-Tirmidzi IV/553/2308; Ibn Mājah II/1426/4267; Ahmad I/63/454]

Ka`b berkata, “Barangsiapa mengenal kematian, niscaya menjadi remehlah segala musibah dan kegundahan dunia.” [Al-Ihyā’, vol. IV, hal. 451.]

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian niscaya akan menjadi sedikit kegembiraannya dan sedikit kedengkiannya.”

Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata, “Aku senang dengan kemiskinan, karena hal itu semakin membuatku merendah kepada Rabbku. Aku senang dengan kematian, karena kerinduanku kepada Rabbku. Dan aku menyukai sakit, karena hal itu akan menghapuskan dosa-dosaku.”

Terkadang seseorang menyadari tengah jauh dari-Nya, sehingga terpuruk dalam kehampaan jiwa yang demikian menyakitkan, meskipun secara zahir dikelilingi oleh kenikmatan duniawi.
Ia ingin keluar dari kondisi tersebut, namun ia bingung untuk mencari penawar yang praktis dan tepat.

Mengingat kematian adalah kunci dari obat rohani yang sangat efisien dan ampuh.
Apapun bentuk kesenangan yang melenakan dan menjauhkan dari-Nya, baik berupa harta, wanita, jabatan, anak-anak dan lain sebagainya, seluruhnya akan terputus oleh kematian.

Salah satu penyebab utama kerusakan kalbu yang menimpa banyak orang sehingga mereka terjerumus ke dalam kubangan dosa dan maksiat adalah karena jauhnya mereka dari mengingat dan menghayati kematian yang menanti di depan mereka.

Karena itu Rabī` Ibn Abī Rāsyid berkata,

لَوْ فَارَقَ ذِكْرَ الْمَوْتِ قَلْبِيْ سَاعَةً لَخَشِيْتُ أَنْ يَفْسدَ عَلَيَّ قَلْبِيْ

“Sekiranya kalbuku terpisah sesaat saja dari mengingat kematian, maka aku benar-benar khawatir kalbuku menjadi rusak.”
[Lihat Shifah ash-Shafwah, vol. III, hal. 109; dan az-Zuhd, Ibnu’l Mubārak, hal. 90. Dalam al-Ihyā’, vol. IV, hal. 451, ucapan tersebut dinisbatkan kepada ar-Rabī` Ibn Khutsaim, namun yang tepat adalah sebagaimana telah disebutkan. Allāhu a`lam.]

Seorang wanita pernah mendatangi `Āisyah untuk mengeluhkan tentang kekerasan kalbu.
Āisyah berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian, niscaya kalbu itu akan menjadi lembut (baik).”

Dikisahkan bahwa ar-Rabī` Ibn Khutsaim menggali kuburan di tempat tinggalnya dan tidur di dalamnya beberapa kali dalam sehari, agar selalu mengingat kematian.

Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata: “Beruntunglah orang yang senantiasa mengingat waktu datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak buahnya di dalam amal perbuatannya.”

`Umar Ibn `Abdu’l `Azīz berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian. Sekiranya engkau hidup dalam kelapangan maka hal itu akan menyempitkanmu.
Namun apabila engkau hidup dalam kesempitan maka hal itu akan melapangkanmu.”
[Al-Ihyā’, vol. IV, hal. 451.]

Tidak cukupkah kematian sebagai nasehat?
Bayangkanlah ketika datangnya kematian dengan sekaratnya, alam kubur dengan kesunyian dan kegelapannya, hari kebangkitan dengan detail perhitungannya, serta Neraka dengan siksanya yang kekal atau Surga dengan kenikmatannya nan abadi.

Kita masih saja terperdaya oleh kelezatan dunia yang fana.
Saat kematian membawa kita ke kubur, adakah kenikmatan dunia yang masih terasa?

Semuanya musnah tak berbekas.
Mana rumah yang megah, pakaian yang indah, wajah yang rupawan, tubuh yang bagus, istri yang jelita, kekasih yang dicintai, anak yang dibanggakan, jabatan yang tinggi dan kedudukan yang terhormat?

Kita terbenam dalam tanah.
Di atas, bawah, kanan dan kiri kita hanyalah tanah.
Tiada kawan kecuali kegelapan yang sangat pekat, kesempitan dan serangga yang menggerogoti daging kita.
Kita benar-benar mengharapkan kumpulan amal shalih yang mendampingi dan membantu kita, namun sayangnya harapan dan penyesalan tidak lagi berguna.

Kita menganggap kematian itu berada pada posisi yang sangat jauh dari kita, padahal ia begitu dekatnya.
Waktu berlalu bagaikan kedipan mata. Masa kecil dan remaja bertahun-tahun yang lalu hanyalah bagai hari kemarin, dan tanpa terasa kita telah berada di hari ini.

Begitu pula yang akan terjadi dengan esok hari.
Sampai kemudian kematian tiba-tiba datang menjemput kita untuk mengarungi sebuah perjalanan yang sangat panjang dan berat, sementara kita belum memiliki bekal untuk itu, karena kesengajaan dan kelalaian kita.

Syaikh Abdul Malik al-Qasim berkata, “Betapa seringnya, di sepanjang hari yang kita lalui kita membawa [jenazah] orang-orang yang kita cintai dan teman-teman menuju tempat tinggal tersebut [alam kubur]. Akan tetapi seolah-olah kematian itu tidak mengetuk kecuali pintu mereka, dan tidak menggoncangkan kecuali tempat tidur mereka. Adapun kita; seolah-olah kita tak terjamah sedikit pun olehnya!!”

Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan.
Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
Secara garis besar terdapat 5 nilai yang dapat kita ambil sebagai berikut :

1. Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga

Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat.

Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44:

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”

2. Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa

Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya.
Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya.
Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita.

Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya.
Semuanya akan berakhir.
Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya.
Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya.
Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

3. Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa

Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia..
Kaya atau miskin, penguasa atau rakyat jelata, semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.
Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.

Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan....?
Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan....?
Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran.
Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah.

Lalu dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa kecuali, hanya hamba Allah...?
Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

4. Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara

Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya hingga kapan pun.
Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar bahwa, segalanya akan berpisah.
Dan pemisah kenikmatan itu bernama "kematian".
Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

5. Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga

Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga.
Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman.
Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga dengan sungguh-sungguh.
Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat).

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu.
Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat.
Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Tak ada yang akan bisa lepas dari kematian termasuk junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (QS. 39:30)

Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang.
Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Yaitu suatu perjalanan abadi yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau neraka.

Perjalanan abadi itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat.

Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah Saw bersabda:

“Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)

Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya, niscaya kita akan ingat bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.

Allah SWT berfirman: “Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).

Sayangnya di zaman kita sekarang, kebanyakan kita kadang lebih memprioritaskan dunia, tidak sedikit dari kita yang melupakan kehidupan akhirat. Kita kejar dunia dengan berbagai cara kita tempuh dengan banyak jalan hingga lupa akan kata-kata bijak bahwa kita di dunia tak lebih hanya seorang anak manusia yang tengah safar (perjalanan) yang hanya sekejap.

Kita lupa akan perjalanan panjang itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak kekal.
Kita korbankan akhirat dan menggantinya dengan dunia.

Tidakkah kita takut dengan ancaman Allah...?

Allah ta’ala berfirman (yang artinya): “Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata: “Wahai Rabbku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta padahal dulu aku bisa melihat?”. [Allah menjawab] Demikianlah yang pantas kamu dapatkan, sebab telah datang kepadamu ayat-ayat Kami tetapi kamu justru melupakannya. Maka, pada hari ini kamu pun dilupakan.”
(QS. Thaha: 124-126)

Di dalam ayat lain, Allah juga berfirman (yang artinya),
“Dan dikatakan: Pada hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana halnya dahulu kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini, tempat tinggal untuk kalian adalah neraka, sama sekali tidak ada bagi kalian seorang penolong.”
(QS. Al-Jatsiyah: 34).

Imam al-Qurthubi menjelaskan, bahwa maksud dari ‘kalian melupakan pertemuan dengan hari kalian ini’ adalah: ‘kalian meninggalkan amal untuk akhirat’ (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [19/173])

Ulama Salaf berkata,

كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا

“Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat.”
[Lihat Shifah ash-Shafwah vol. I, hal. 639; al-`Āqibah fī Dzikri’l Maut, hal. 43; dan al-Ihyā’, vol. IV, hal. 450. Adapun hadits Nabi s.a.w. dengan lafal dimaksud, maka tidak valid.]

‘Amar bin Yasir radhiyallahu’anhu berkata: “Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat dan pelajaran. Cukuplah keyakinan sebagai kekayaan. Dan cukuplah ibadah sebagai kegiatan yang menyibukkan.”

Cukuplah kematian menjadikan hati kita bersedih, menjadikan mata kita menangis, perpisahan dengan orang-orang yang kita cintai, penghilang segala kenikmatan kita , pemutus segala cita-cita kita.
Wahai orang yang tertipu oleh dunianya,wahai orang yang berpaling dari Allah , wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada Rabbnya, wahai orang yang setiap kali dinasihati, hawa nafsunya menolak nasihat ini, wahai orang yang dilalaikan oleh nafsunya dan tertipu oleh angan-angan panjangnya...

Pernahkah kita memikirkan saat-saat kematian sedangkan kita tetap dalam keadaanmu semula?

Sekaya apapun kita , sesukses apa-pun karir kita, sepandai apapun kita , secantik/setampan apapun kita, sekuat apapun badan kita , sekeras apapun kerja kita untuk mengumpulkan harta yang banyak, marilah tetap ingat!
Seperti ini nanti kita , terbujur kaku dan tidak berdaya.
Hendaklah kita mengambil nasehat dan pelajaran dari kematian itu.
Sebab manakala kita tidak bisa mengambil pelajaran dari kematian, niscaya nasehat apapun tidak akan berguna bagi kita.

Oleh karena itu, ketika kita dinasehati saat kita ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi atau sosok yang berharga bagi kita, bahwa kematian pasti akan menghampiri kita , dan rumah terakhir ini menjadi keharusan bagi kita, maka kita harus bersiap-siap untuk menyambutnya, mengevaluasi diri kita sebelum diri kita dievaluasi (dihisab).

Kita dulu lahir telanjang dan tidak membawa apa-apa, dan sekarang kembali pada Allah juga telanjang dan tidak membawa apa-apa, selain amal saleh.

Tentang kematian sebagai nasehat, dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda :
“…..aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yakni Al Qur'an, dan yang diam saja ialah kematian ...”

Selama hayat masih dikandung badan, marilah kita siapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan keabadian itu, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah, menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya, serta marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita lakukan.

Marilah kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita masing-masing.
Tentang masa muda kita, untuk apa kita pergunakan.
Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main saja ?

Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau haram ?
Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk kita belanjakan di jalan Allah, bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya?

Dan terus kita muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui. Sekarang marilah kita tanyakan kepada diri kita masing-masing.
Apakah kematian sudah menjadi penasehat kita....?

Kalau memang iya, lantas apa yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal kita tahu akan meninggalkannya.
Perlu kita ingat bahwa pangkat, harta dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita bawa untuk mendekat dan menemui Allah.
Hanya amal saleh yang akan kita bawa nanti, yang dapat membawa kita menemui Allah.

Suatu ketika Imam Ali Bin Abu Thalib melewati daerah pekuburan.
Beliau mengucapkan salam lalu berkata, “Wahai para penghuni kubur, istri kalian maka telah dinikahi, rumah kalian telah dihuni dan harta kalian telah dibagi. Inilah kabar dari kami, maka bagaimana kabar kalian?”
[Tasliyah Ahl al-Mashā'ib, hal. 194 dan al-`Āqibah fī Dzikri'l Maut, hal. 196.]

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya:
“Siapakah yang paling cerdik dari kalangan kaum mukminin?”
Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولئِكَ الْأَكْيَاسُ

“Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk setelah kematian.
Mereka itulah orang-orang yang cerdik.”

[Shahīh at-Targhīb wa’t Tarhīb III/164/3335.]

Kebanyakan dari kita emang sudah yakin akan pasti datangnya kematian namun masih lalai, kita juga pasti sangat mengharapkan surga namun tidak serius untuk mencarinya.

Sangat tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Hasan al-Bashri berikut ini :

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Tidaklah aku melihat sebuah perkara yang meyakinkan yang lebih mirip dengan perkara yang meragukan daripada keyakinan manusia terhadap kematian sementara mereka lalai darinya. Dan tidaklah aku melihat sebuah kejujuran yang lebih mirip dengan kedustaan daripada ucapan mereka, ‘Kami mencari surga’ padahal mereka tidak mampu menggapainya dan tidak serius dalam mencarinya.”

Sebagai penutup, saya kutipkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebagai berikut:

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, ” Siapakah orang mukmin yang paling baik? ‘ Beliau menjawab, ‘ Yang paling baik akhlak nya.’ Ia bertanya, ‘ Siapakah orang mukmin yang paling beruntung?’ Beliau menjawab, ‘ Yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik persiapan nya untuk (alam) setelah kematiannya. Itulah orang-orang yang beruntung.”
(HR.Ibnu Majah)

Semoga Allah Swt menjadikan kita dan anak keturunan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang cerdas, yang paling banyak mengingat kematian dan mengumpulkan sebanyak-banyak amal untuk persiapan bekal setelah kematian.
Aamiin ya Robbal'alamiin.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan.
Semoga ada manfaat yang dapat kita ambil bersama.
Mohon maaf jika ada kekurangannya.
Jika ada kebaikan dan kebenarannya semua datang dari Allah dan jika ada kekurangannya semua datang dari saya pribadi yang masih fakir dalam ilmu.

Dari saya....

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Sabtu, 10 Oktober 2020

WAHAI SUAMI, HATI-HATI DENGAN DOSA-DOSA INI....!!

 ۞﷽۞


╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮

" WAHAI SUAMI, HATI-HATI DENGAN DOSA-DOSA INI....!! "

•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•

                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


===================================


☄️Islam memberikan perhatian kepada urusan keluarga dengan perhatian yang sangat besar, sebagaimana Islam juga mengatur hal-hal yang dapat menjamin keselamatan dan kebahagiaan keluarga tersebut.


☄️Namun, dalam sebuah keluarga atau rumah tangga, tak jarang kita temui fakta-fakta suami yang melakukan tindakan yang menyimpang dari ketentuan Allah Ta'ala dan telah melanggar hak-hak isterinya.


☄️Oleh karena itu perlu sekali para suami mengetahui perbuatan-perbuatan yang oleh Islam dikategorikan sebagai tindakan dosa suami terhadap istri sebagaimana dosa yang tak terampuni.


☄️Ada beberapa kategori dosa suami kepada istrinya yang dijelaskan dalam dalil Al-Qur'an dan hadis. Di antaranya:


1️⃣. Tidak mengajarkan ilmu agama


Sudah menjadikewajiban suami untuk memelihara diri dan keluarga yang dipimpinnya dari perihnya azab kubur dan siksa neraka sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala berikut:


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ


➖ “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu & keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia & batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras & tidak mendurhakai Allah terhadap apa yg di perintahkan-Nya kepada mereka & selalu mengerjakan apa yang diperintakan,” 

📖(QS. At-Tahrim:6).


2️⃣. Tidak memiliki rasa cemburu


Dalam rumah tangga, sifat cemburusangat diperlukan sebagai bumbu- bumbu dalam cinta, namun tentu saja hal ini tidak diperbolehkan dilakukan dengan berlebihan. Berikut hadis yang menjelaskan mengenai hal ini :


➖ “Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat yaitu seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai lelaki dan ad-Dayyuts,” 

📙 (H.R. An-Nasa’i dinilai ‘hasan’ oleh syeikh Albani, lihat ash-Shahihah : 674).


Ad-Dayyuts(dayus) adalah lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarga/istrinya.


3️⃣. Tidak memberi nafkah


Sudah banyak contoh para suami yang tak malu menelantarkan istrinya tanpa uang nafkah atau uang belanja sama sekali, Padahal hal ini merupakan dosa yang luar biasa. Bayangkan seorang perempuan yang telah rela meninggalkan kedua orangtuanya untuk hidup mengabdi pada suami.


Bahkan rela mengandung anak dan melahirkannya untuk sang suami, namun diperlakukan seperti binatang peliharaan yang terabaikan dengan tidak diberi nafkah lahir sebagaimana hukum suami pelit menafkahi istri . Sungguh suami telah berbuat dosa besar jika melakukan hal ini.


➖”Rasululluah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya,” 

📙 (HR.Abu Dawud, Muslim, Ahmad, dan Thabarani).


4️⃣. Membiarkan istri bekerja untuk menafkahi


Saat ini banyak istri yang memilih untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Namun hal ini tentu tidak bisa menjadi alasan bagi suami untuk menyerahkan tampuk kepemimpinan rumah tangga dalam hal mencari nafkah. Terlebih lagi jika suami malah memilih bersantai, cuek dan membiarkan istri yang bekerja.


➖”Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita,“

📙(HR.Ahmad, Bukhari,Tirmidzi,dan Nasa’i).


5️⃣. Memiliki perasaan benci kepada istri


Tentunya memiliki sifat benci terhadap istri merupakan salah satu bentuk dosa suami terhadap istri. Rasulullah telah mengingatkan akan hal ini melalui hadis berikut :


➖ “Janganlah seorang suami yang beriman membenci isterinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya,” 

📙 (HR. Muslim).


6️⃣. Enggan membantu istri dalam pekerjaan rumah. 


Tidak sedikit suami yang tidak mau membantu pekerjaan domestik rumah tangga, padahal Rasulullah sendiri telah mencontohkan untuk membantu istri dalam persoalan rumahan sekalipun.


➖“Beliau (Rasulullah) membantu pekerjaan isterinya & jika datang waktu solat, maka beliau pun keluar untuk solat,” 

📙 (HR. Bukhari).


7⃣. Menyebarluaskan aib istri


Aib istri tentu juga merupakan aib suami yang harus ditutupi, bukan yang harus disebarluaskan, sebab jika demikian maka suami telah melakukan dosa terhadap istri.


➖“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli isterinya & isterinya menggaulinya kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia isterinya,” 

📙 (H.R. Muslim).


8️⃣. Poligami tanpa mengindahkan syariat


Islam tidak melarang poligami, namun hal imi harus mengikuti syariat islam. Sebab jika dilakukan diluar syariat islam, maka hal ini merupakan dosa suami kepada istri.


Firman Allah Ta'ala :


وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟


➖ "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” 

📖(Q.S An-Nisa: 3).


9️⃣. Menyakiti dan berbuat buruk pada istri


Memukul, atau juga menyakiti istri secara fisik merupakan bentuk perbuatan dosa suami. Sebab perempuan tentu merupakan kaum yang harus dilindungi. Selain merupakan perbuatan dosa, memukul dan menyiksa istri secara fisik juga merupakanj perbuatan yang melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman.


➖“Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-jelekkannya…” 

📙 (H.R. Ibnu Majah).


🔟. Tidak setia terhadap istri


➖ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya”.

📖 [QS An Nur: 30-31].


Wallahu'Alam

Senin, 13 Juni 2016

IMAN KEPADA YANG GHOIB

۞﷽۞


╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮

          🌊 IMAN KEPADA YANG GHOIB 🌊

•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•

                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊




بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


===================================


PENGERTIAN DAN PENGARUHNYA DALAM AQIDAH SEORANG MUSLIM 


I. Iman Kepada Yang Ghaib

----------------------------


💎Ghaib adalah kata masdar yang digunakan untuk setiap sesuatu yang tidak dapat diindra, baik diketahui maupun tidak. Iman kepada yang ghaib berarti percaya kepada segala sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh panca indra dan tidak bisadicapai oleh akal biasa, akan tetapi ia diketahui oleh wahyu yang diterima oleh para nabi dan rasul.


💎Iman kepada yang ghaib adalah salah satu sifat dari orang-orang mukmin. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

➖ “Alif laam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak adakeraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” 

📖(Al-Baqarah: 1-3).


💎Ada dua pendapat tentang makna iman tersebut: 


•1️⃣. Bahwasanya mereka mengimani segala yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh panca indra (dan akal), yaitu hal-hal yang telah diberitakan tentang Allah Subhannahu wa Ta'ala dan tentang para rasulNya. 


•2️⃣. Bahwasanyamereka beriman kepada Allah di waktu ghaib sebagaimana mereka beriman kepadaNya di waktu hadir; dan ini berbeda dengan orang-orang munafik. Kedua makna di atas tidak bertentangan, bahkan keduanya harus ada pada diri seorang mukmin.


II. Pengaruh Iman Kepada Yang Ghaib dalam Aqidah Seorang Muslim

-----------------------------------------------


💎Iman kepada yang ghaib mempunyai pengaruh yang besar sekali, sehingga terpantul dalam tingkah laku seseorang dan juga dalam jalan hidupnya. Ia merupakan motivator yang sangat kuat untuk melahirkan amal kebajikan dan memberantas kejahatan. Di antaranya adalah:


•1️⃣. Ikhlas beramal untuk memperoleh pahala dan menghindarkan diri dari siksa di akhirat, bukan menginginkan balasan dunia dan pujian manusia. Sebagaimana Allah memberitahukan tentang para hambaNya yang memberikan makanan kepada orang lain padahal merekasendiri menyukainya dalam firmanNya: 

➖ “Dan mereka memberikan makanan yang disukainyakepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberikan makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” 

📖(Al-Insan: 8-9).


•2️⃣. Kuat, tegas dan tegar dalam pembenaran. Apa yang dijanjikan Allahuntuk orang yang beriman menjadikan seseorang teguh dalam menjalankan segala perintahNya, menjelaskan yang haq, mengajak kepada yang haq, menjelaskan yang batil dan memeranginya. Jika tidak ada yang membantu makadia pun kuat karena Allah Subhannahu wa Ta'ala ,terasa mudah baginya kehidupan dunia dan segalapenderitaannya, dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Allah telah menjelaskan tentang perkataan kekasihNya, Ibrahim Alaihissalam kepada kaumnya:

➖ “Demi Allah, sesungguhnya aku akanmelakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” 

📖(An-Anbiya’: 57-58).


Sebagaimana Dia menceritakan para ahli sihir Fir’aun ketika beriman, bagaimana merekameremehkan siksaan Fir’aun atas mereka. Allah berfirman:

➖ “Ahli-ahli sihir itu menjawab,‘Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami’. (Merekaberdo’a), ‘Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepadaMu).” 

📖(Al-A’raf: 125-126).


•3️⃣. Meremehkan bentuk-bentuk penampilan duniawi. Hal ini merupakan pengaruh dari makmurnya hati karenakeimanan bahwa duniabeserta kenikmatannya akan lenyap, sedangkanakhirat adalahkehidupan kekal,damai abadi selamanya. Maka tidak masuk akal lebih memilih hal yang fana daripada yang kekal. Allah Subhannahu waTa'ala berfirman:

➖ “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan sendagurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” 

📖(Al-Ankabut 64).


Allah juga mengisahkan istri Fir’aun yang telah meremehkan segala kemewahan dunia yang ada padanya dan meminta agar diselamatkan dari Fir’aun berikut keburukannya,demi untuk menggapai kehidupan akhirat. Demikian itu karena hatinya memancarkan sinar keimanan kepada Allah dan kepada hari Akhir. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:

➖ “Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, ‘YaTuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah disisiMu dalam Surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” 

📖(At-Tahrim: 11).


•4️⃣. Lenyapnya kebencian dan kedengkian. Sesungguhnya usaha mewujudkan keinginan nafsu tanpa melalui jalan yang benar menyebabkan kebencian dan kedengkian antar manusia. Sedangkan iman kepada yang ghaib, berupajanji-janji Allah dan ancamanNya menjadikan seseorang mau mawas diri dan mengoreksi diri sendiri dalam setiap gerak-geriknyademi mendapatkan pahalaNyadan menjauhi siksaNya.


Iman yang benar terhadap adanya pahala menjadikan seseorang bergegas melakukan ihsan dan kebajikan demi mendapatkan pahala yang kekal, suatu perkarayang menjadikan bersihnya jiwa dan merebaknyakasih sayang di antara individu dan jama’ah. Sebagaimana Allah menceritakantentang orang-orang yang telah mempraktekkan hal itu dalam firmanNya: 

➖ “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipeliharadari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ’Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

📖(Al-Hasyr: 9-10).


💎Itulah sebagian pengaruh iman terhadap yang ghaib. Pengaruh-pengaruh tersebut akan berkurang disebabkan oleh lemahnya iman. Bila pengaruh iman sudah tidak ada maka suatu masyarakat berubah menjadi masyarakat hewani, yang hidup memangsa yang mati, yang kuat menindas yang lemah, ketakutan merajalela, musibah meluas dan merata,kemuliaan hilang dan kehinaan yang naik tahta. 


💎Semoga kita dilindungi oleh Allah dari yang demikian.... 


Aamiin yaa Robbal'aalamiin

Rabu, 04 Mei 2016

I'TIKAD, PERBUATAN, SERTA UCAPAN YANG MENYEBABKAN KUFUR DAN MURTAD

I'TIKAD, PERBUATAN, SERTA UCAPAN YANG MENYEBABKAN KUFUR DAN MURTAD
====================================


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Dinukil dari kitab Sullam Taufiq Imam Abdullah bin Husain.

Wajib hukumnya bagi setiap muslim untuk menjaga keislamannya dari hal-hal yang bisa merusak, membatalkan dan memutus keislamannya, yaitu riddah atau kufur setelah islam [semoga Allah ta'ala melindungi kita darinya].

Zaman sekarang banyak sekali orang-orang yang mengangap enteng suatu ucapan bahkan hingga keluar ucapan dari sebagian orang yang menyebabkannya keluar dari islam tapi dia tidak menganggap hal itu sebagai dosa, apalagi menganggap sebagai kufur.

Murtad ada tiga bagian dan setiap bagian bercabang banyak sekali :

1.       Murtad secara i'tiqad (keyakinan).

2.       Murtad secara perbuatan.

3.       Murtad secara ucapan.

Murtad secara i’tiqad‎ misalnya ragu tentang Allah, ragu tentang utusan Allah, ragu tentang alqur'an, ragu tentang hari akhir, ragu tentang syurga dan neraka, ragu tentang pahala dan siksa dan hal-hal lain yang sudah menjadi kesepakatan ulama' dan sudah diketahui secara pasti dalam agama dan tiada kesamaran atasnya atau ijma’ ulama yang sudah maklum bagi orang awam secara dharuri.

Contoh lain yang menyebabkan murtad adalah:

Beri’tiqad‎ bahwa Allah tidak mempunyai sifat wajib yang telah disepakati misalnya sifat ilmu,Atau menisbatkan suatu sifat_yang_wajib_tidak_ adanya (sifat mustahil) pada Allah secara ijma' misalnya Allah berjisim,
Atau menghalalkan perkara yang haram secara ijma' dan sudah diketahui secara pasti dalam agama misalnya zina,
liwath, membunuh, mencuri dan ghasab (merampok),
Atau mengharamkan perkara yang halal secara ijma' dan sudah diketahui secara pasti dalam agama misalnya jual beli dan nikah,
Atau menganggap tidak wajibnya perkara yang wajib secara ijma' dan sudah diketahui secara pasti dalam agama misalnya shalat lima waktu, sujud dalam shalat, zakat, puasa, haji dan wudhu,
Atau mengingkari bahwa abu bakar adalah shahabat nabi, atau mengingkari kerasulan salah seorang rasul yang sudah disepakati kerasulannya misalnya nabi isa, dan musa alaihimas salaam,
Atau mendustakan satu huruf dari alqur'an yang sudah disepakati dan dia beri’tiqad‎ bahwa huruf tersebut termasuk alqur'an , atau menambah satu huruf yang sudah disepakati tidak adanya dan dia beri’tiqad‎bahwa hururf tersebut bukan termasuk alqur'an,
Atau mendustakan utusan Allah, atau menghinanya, atau mentashgir (melecehkan) namanya dengan tujuan merendahkannya,
Atau membolehkan adanya nabi setelah nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Murtad secara perbuatan yaitu suatu perbuatan yang bisa menyebabkan kufur misalnya sujud kepada berhala, matahari, bulan atau syetan secara mutlaq, atau sujud kepada makhluk lainnya dengan maksud beribadah kepadanya.

Murtad secara ucapan contohnya banyak sekali, misalnya:

Mengucapkan " wahai orang kafir " kepada orang muslim,
Atau mengucapkan "wahai orang yahudi, wahai orang nasrani, wahai orang yang tidak punya agama" kepada orang muslim dengan maksud bahwa orang muslim tersebut adalah seorang kufur, yahudi, nasrani atau tidak punya agama.
Atau menghina salah satu nama dari nama-nama Allah ta'ala, atau janji-Nya, atau ancaman-Nya yaitu hal-hal yang sudah tidak samar lagi dinisbatkan kepada Allah ta'ala,

misalnya mengucapkan
"jika Allah memerintahkan ini maka aku tidak akan melakukannya",
Atau mengucapkan
"jika qiblat berada di arah ini maka aku tidak akan shalat menghadapnya," 
Atau mengucapkan
"jika Allah memberikanku syurga maka aku tidak akan memasukinya" dengan tujuan merendahkan atau memperlihatkan kedurhakaan.
Atau mengucapkan
"jika Allah menyiksaku sebab aku tidak shalat karena sakit maka Allah telah berbuat zalim kepadaku "
Atau mengucapkan pada suatu pekerjaan
"hal ini terjadi tanpa taqdir Allah"
Atau mengucapkan
"jika para nabi, malaikat atau semua orang islam bersaksi di sampingku dengan sesuatu maka aku tidak akan menerimanya.
Atau mengucapkan
"aku tidak akan melakukan hal ini walaupun sunnah" dengan tujuan menghina.
Atau mengucapkan
"jika si fulan adalah seorang nabi maka aku tidak akan beriman kepadanya"
Atau ketika ada orang alim memberikan fatwa kemudian dia berkata.
"hukum syariat apa ini" dengan tujuan merendahkan hukum syari'at,Atau mengucapkan "laknat Allah atas semua orang alim" dengan tujuan semua ulama' agama islam atau salah satu nabi.
Atau mengucapkan "aku orang yang bebas dari Allah, atau dari Rasul, atau dari nabi, atau dari alqur'an, atau dari syari'at, atau dari islam.
Atau mengucapkan pada salah satu hukum syari'at
"ini bukanlah hukum" atau
"aku tidak mengetahui hukum ini
" dengan tujuan menghina hukum Allah.
Atau mengucapkan ayat-ayat alqur'an dengan tujuan menghina.
Begitu juga bisa menjadi kufur yaitu orang yang mencela nabi atau malaikat.
Atau mengucapkan
"aku tidak mendapatkan kebaikan selama shalat"
.Atau mengucapkan
"shalat itu tidak bagus untukku" dengan tujuan menghina, merendahkan atau menganggap halal meninggalkannya.
Atau mengucapkan kepada orang muslim
"aku musuhmu dan juga musuh nabimu"
Atau mengucapkan kepada keturunan Nabi
"aku musuhmu dan musuh kakekmu
" dengan maksud Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Contoh lain yang lebih banyak bisa dibaca dalam kitab Al-I'lam dan kitab Asy-Syifa'.

Kesimpulannya adalah :

"Setiap keyakinan, atau perbuatan atau ucapan yang menunjukkan penghinaan atau merendahkan Allah, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, malaikat-malaikatNya, syi'ar-syia’rNya, tanda-tanda agama-Nya, hukum-hukumNya, janji-janjiNya, dan ancaman-ancamanNya maka termasuk kekufuran dan maksiat, jadi berhati-hatilah dari hal-hal tersebut.”

Wallahu a'lam.

Yaa Allah jagalah hati, perbuatan dan lisan kami dari hal-hal yang menyebabkan murtad dan kufur. Aamiin...



Rabu, 08 Juli 2020

BIOGRAFI AGUNG (PART I) : RASULULLAH MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM

۞﷽۞

        ╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
                BIOGRAFI AGUNG (PART I) :
RASULULLAH MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM 
                •┈┈•⊰✿┈•🔸🌹🔸️•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊


بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ 
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 
__________________________________________________

 NABI_DAN_RASUL_AKHIR_ZAMAN_PENYEMPURNA_AJARAN_NABI_NABI_SEBELUMNYA

Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir yang diutus oleh Alloh SWT sebagai penyempurna ajaran Nabi-Nabi sebelumnya dan juga sebagai Nabi penutup zaman. Nabi Muhammad dilahirkan di Mekkah pada hari Senin 12 Rabiul Awal Tahun Gajah atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571M.

Nabi Muhammad dilahirkan dari rahim seorang ibu yang bernama Siti Aminah dan seorang ayah yang bernama Abdullah. Ayah Nabi Muhammad adalah anak dari Abdul Muthalib yaitu seorang bangsawan suku Quraisy yang sangat disegani, dengan kata lain Nabi Muhammad adalah cucu dari bangsawan dan konglomerat di masanya. Namun sayang saat Nabi Muhammad berada di kandungan ibunya 7 bulan, ayahnya meninggal dunia.

Jadi Nabi Muhammad sudah menjadi yatim semenjak didalam kandungan.
“Muhammad” adalah nama yang diberikan oleh kakeknya yang berarti “Yang Terpuji”. Saat dalam asuhan ibunya, Muhammad disusukan oleh ibunya pada seorang wanita dusun yang bernama Halimatus Sa’diyah, Muhammad kecil tinggal bersama ibu susunya elama kurang lebih 4 tahun. Saat itu memang budaya Arab biasa menyusukan anaknya pada perempuan dusun, diharapkan air susunya masih murni belum tercemar oleh hawa kota. 

Ada kejadian aneh saat Muhammad kecil berada pada asuhan ibu susunya yaitu suatu hari Muhammad diajak oleh seorang lelaki berwajah putih bersih dengan mengenakan pakaian putih, Muhammad kecil diajaknya ke sumur zam-zam, disana Muhammad dibelah dadanya oleh laki-laki tersebut, dan dicucinya hatinya dengan air zam-zam. Anak-anak lain yang mengetahui hal itu menceritakannya pada ibu susunya yaitu Halimatus Sa’diyah. Mengetahui apa yang telah dialami oleh Muhammad, ibu susunya menjadi khawatir dan akhirnya Muhammad dipulangkan ke ibu kandungnya yaitu Siti Aminah.

Saat Muhammad berusia 6 tahun, beliau dan ibunya pergi ke Madinah mengunjungi kerabat ayahnya namun musibah menghampirinya yaitu ibunya sakit dan meninggal di perjalanan tepatnya di tanah Abwa, jenazah ibunya dimakamkan disitu juga. Pada umur enam tahun Muhammad kecil telah menjadi yatim piatu.

Hak asuh Muhammad jatuh ketangan kakeknya yaitu Abdul Muthalib, saat diasuh kakeknya inilah Muhammad sangat disayang sehingga ia bisa melupakan kesedihannya ditinggal ayah dan ibunya. Namun hal itu hanya berlangsung selama dua tahun karena sang kakek yang sangat mengasihinya juga meninggal dunia.

Muhammad kecil yang telah yatim piatu akhirnya diasuh oleh pamannya yaitu Abu Thalib. Dibawah asuhan sang paman Muhammad diperlakukan seperti anaknya sendiri dan ia juga bergaul dengan anak pamannya yang lain. Ia menggembalakan domba seperti saudara lainnya dimana saat itu penggembala domba adalah profesi yang sangat menguntungkan dan menjadikan Muhammad menjadi pengusaha kecil.

Saat Muhammad berusia 12 tahun, ia diajak oleh sang paman yang seorang eksportir, mengirim dagangan ke negeri Syam. Dalam perjalanan itu mereka dikutit oleh seorang pendeta yang bernama Buhairah. Pendeta itu melihat bahwa ada seorang anak muda yang berada dalam kafilah itu yang selalu dinaungi awan, dan di punggungnya ada toh yang berinisial “Rasul Allah”. Saat ditanyai oleh pendeta tersebut bahwa anak muda itu bernama Ahmad atau Muhammad maka sang pendeta buru-buru menemui paman beliau yang merupakan penanggung jawab perjalanan itu dan menyempaikan agar kafilah mereka harus secepatnya pulang ke Mekkah karena dikhawatirkan anak muda yang bernama Muhammad itu akan dibunuh orang Yahudi karena anak muda itu kelak akan menjadi seorang Rasul. Dimana sudah terkenal jika Yahudi terkenal sebagai pembunuh Rasul sebelumnya seperti Nabi Zakaria serta hampir membunuh Nabi Isa juga.

Setelah menerima nasihat dari pendeta tersebut akhirnya kafilah mereka segera menuntaskan urusannya di negeri Syam dan segera pulang ke Mekkah.

Pada umur 25 tahun, Muhammad berkongsi dengan Khadijah yaitu seorang janda kaya raya yang sangat terkenal. Muhammad bertugas untuk membawa barang dagangan Khadijah untuk dipasarkan ke luar negeri. Ditemani dengan seorang pembantu Khadijah yang bernama Ummu Aiman, Muhammad berangkat membawa dagangan Khadijah ke luar negeri Mekkah. Saat menjajakan dagangannya, Muhammad sangatlah jujur dan mengatakan kondisi barangnya apa adanya, dari situlah dagangan yang dibawa Muhammad laku keras dan cepat habis, Muhammad pulang membawa laba besar dan Ummu Aiman menceritakan kejujuran akhlak beliau pada majikannya, Khadijah. Mendengar cerita dari pembantunya, Khadijah diam-diam terpesona pada sosok Muhammad.

Khadijah kemudian mengungkapkan hal itu melalui orang suruhannya pada Abu Thalib, paman Muhammad untuk meminang Muhammad. Saat itu budaya Mekkah memperbolehkan perempuan menyatakan pinangannya pada laki-laki dan hal itu adalah sesuatu yang wajar (saat itu Mekkah menganut budaya matrilinear yaitu garis keturunan menganut garis ibu).

Muhammad sebenarnya juga mengagumi sosok Khadijah yang walaupun seorang Konglomerat namun tetap rendah hati serta tidak menyembah berhala. Muhammad yang saat itu terkenal sebagai “Pengusaha Muda “ yang tengah menanjak popularitasnya menyatakan kesediaannya untuk menikah dengan Khadijah yang seorang janda kaya raya berumur 40 tahun. 

Muhammad menikahi Khadijah dengan mas kawin 100 ekor unta, coba anda pikirkan betapa kayanya Muhammad saat itu, satu ekor unta untuk harga saat ini saja mencapai 10 juta, jika seratus ekor unta maka mas kawin Muhammad untuk Khadijah saat ini seperti mas kawin yang mencapai 1 miliar. Coba teman-teman jawab, pengusaha muda mana di Indonesia yang sanggup memberikan mas kawin senilai hampir satu miliar pada calon istrinya, paling cuma seperangkat alat shalat saja.

Ini membuktikan bahwa Muhammad saat itu benar-benar seorang pengusaha yang sukses dan kaya raya. Muhammad memang dipersiapkan oleh Alloh untuk menjadi pemimpin maka faktor modal termasuk finansial juga harus kuat. Jika tidak kuat secara finansial tak mungkin bisa mendanai dakwah Islam yang saat awal mendapat tantangan luar biasa, lagian gak mungkin ada orang yang mau mendengar jika seorang Rasul adalah orang yang kekurangan. Seorang Rosul Alloh bukanlah orang miskin yang suka meminta sedekah.

Rosul Alloh adalah orang yang latar belakang keluarganya baik-baik bahkan seorang bangsawan dan pastilah orang yang kuat pengaruhnya dan kaya-raya di masyarakatnya dan di jamannya. Khadijah juga tidak mungkin mau jika calon suaminya tidak seimbang dengannya, selain memiliki integritas calon suami Khadijah juga harus memiliki visi, ilmu dan kekuatan finansialnya bisa menandingi Khadijah karena suaminya harus juga bisa menjalankan bisnis milik Khadijah selain bisnisnya sendiri dan orang yang cocok itu adalah Muhammad. Begitulah Alloh mengatur dan mempersiapkan manusia pilihannya yang kelak mengemban tugas super berat dan sangat mulia sebagai Rosul Alloh yang harus memperbaiki masyarakat yang sangat rusak dan bejat menjadi masyarakat Madani yang hidup sesuai dengan aturan Alloh.

Perlu diingat bahwa Muhammad menikah dengan Khadijah bukan karena kekayaan Khadijah melainkan karena sosok Khadijah yang sangat rendah hati dan penyantun pada fakir miskin serta Khadijah tetap memegang teguh ajaran Tauhid yang dibawa oleh Nabi terdahulu yaitu hanya menyembah Alloh dan tidak menyembah berhala, hal itu sangat berkebalikan dengan tabiat wanita-wanita kaya Quraisy lainnya dimana suka memamerkan aurot, suka bersolek, pamer kekayaan, menonjolkan perhiasannya, berpesta pora, menyembah berhala dan bermegah-megahan. Khadijah adalah wanita mulia dan terjaga dari hal-hal rendah seperti itu, meskipun ia sebenarnya sangat mampu untuk melakukan hal itu karena kekayaan dan pengaruhnya yang sangat besar namun ia menjauhi hal-hal rendah itu.

Dari pernikahannya, Muhammad dan Khadijah dikaruniai enam orang anak yang bernama Qasim, Zainab, Ruqayyah, Fatimah, Ummu Kaltsum, dan Abdullah. Muhammad juga memiliki putera yaitu Ibrahim dari ibu Mariya al-Qibthiyyah. Jadi sebenarnya putera Muhammad ada tujuh.

Baca juga :

   
    PROSES_KENABIAN_MUHAMMAD_SAW.

Sejak muda Muhammad diberi gelar Al-Amin yang berarti dapat dipercaya. Gelar ini disematkan oleh masyarakat Arab saat itu karena memang Muhammad adalah orang yang sangat jujur jika diberi amanah. Banyak orang Quraisyi yang menitipkan hartanya pada Muhammad dan pastilah aman dan tidak dicurangi. Saat itu belum ada bank seperti saat ini, sehingga jika pedagang sedang berdagang ke luar negeri seperti ke Syam atau ke negara di luar Mekkah maka hartanya di rumah dititipkan pada seseorang yang bisa dipercaya dan yang paling terkenal amanahnya jika dititipi harta benda itu adalah Muhammad.

Ada juga peristiwa yang membuat Muhammad semakin disegani masyarakat saat itu yaitu ketika Ka’bah dibersihkan dan Hajar Aswad harus kembali diletakkan pada tempat semula, setiap ketua suku saling berebut untuk meletakkannya bahkan nyaris terjadi pertumpahan darah, karena suatu kebanggaan bagi sebuah suku jika ketua suku mereka menjadi orang yang meletakkan batu hitam yang sangat mulia dan bersejarah itu. Namun kemudian sesepuh dari mereka berkata bahwa bagaimana kalau orang yang meletakkan Hajar Aswad adalah orang yang akan datang pertama kali dari balik bukit.

Dan mereka menunggu orang tersebut dan akhirnya orang tersebut adalah Muhammad Al-Amin. Maka Muhammad segera berfikir dan mengambil sehelai kain panjang, diletakkannya Hajar Aswad di tengah-tengah kain tersebut, lalu disuruhnya setiap kepala suku untuk memegang dan mengangkat ujungnya menuju tempat Hajar Aswad itu setelah sampai, Muhammad dengan tangannya yang mulia memasangkan batu hitam itu ditempatnya.

Puaslah para ketua suku atas solusi Muhammad. Bisa saja saat itu Muhammad tidak perlu membuat keputusan untuk menggelar kain dan menyuruh tiap ketua suku untuk mengangkat ujungnya, bisa saja Muhammad sendiri yang langsung meletakkan batu tersebut sendirian tanpa perlu melibatkan para ketua suku namun Muhammad bukanlah orang yang egois, beliau adalah orang yang luar biasa cerdas serta bijaksana, beliau tahu bahwa sangat membanggakan sekali jika bisa menjadi orang yang meletakkan Hajar Aswad ditempatnya maka beliau membuat keputusan tersebut agar semua suku merasa puas dan bangga. Itulah yang membuat orang sangat mengagumi pemuda yang bernama Muhammad ini. 

Muhammad sangat peka terhadap sekelilingnya, beliau sering berfikir akan kerusakan sosial yang terjadi di sekitarnya. Saat itu marak sekali di masyarakat terjadi penyimpangan sosial seperti mabuk-mabukan menjadi hal yang biasa, perampasan hak serta penindasan oleh si kaya terhadap si miskin, perbudakan, seks bebas, pemerkosaan, bermegah-megahan, mengubur bayi perempuan hidup-hidup karena memiliki anak perempuan dianggap sebagai sesuatu yang memalukan. Mungkin kebobrokan masyarakat saat itu tak jauh berbeda dengan yang terjadi di sekeliling kita saat ini.

Saat usia beliau menginjak 35 tahun, Muhammad sering mengasingkan diri keluar kota Mekkah agar lebih tenang dan dapat berfikir jernih. Sebagai seorang yang sangat peduli dengan lingkungannya dan bangsanya, Muhammad ingin melakukan sesuatu agar kerusakan moral yang terjadi di kalangan masyarakat Arab tak terus berlanjut. Namun beliau sendiri bingung harus memulai dari mana. Tempat yang beliau pilih untuk merenung dan berfikir adalah Gua Hira’.

Akhirnya pada saat usia Muhammad 40 tahun disuatu malam saat beliau sedang khusyuk berdoa pada sang Khalik, muncullah cahaya putih yang tak lain adalah malaikat Jibril dan berkata “Iqra’” yang berarti “Bacalah” dan Muhammad menjawab aku tak bisa membaca. Memang Nabi Muhammad adalah seorang yang Umi atau buta huruf. Karena saat itu sangat jarang sekali orang yangbisa membaca dan menulis jika bukan seorang yang khusus mempelajari syair dan sastra. Orang yang tidak bergulat dibidang syair jarang yang bisa membaca dan menulis.

Lalu Jibril mengatakan lagi “Iqra’” dan Muhammad menjawab aku tak bisa membaca. Kemudian Jibril mendekat dan merangkul Muhammad yang saat itu sedang ketakutan karena didatangi orang asing dan berkata padanya untuk yang ketiga kalinya “Iqra’ bismirabbikalladzii Khalaq...” Itu adalah surat AL-‘Alaq ayat 1-5 yaitu wahyu yang pertama kali turun pada Muhammad dan resmilah saat itu yaitu malam 17 Ramadhan Muhammad diangkat oleh Alloh menjadi Rasulnya.

Berikut ini adalah bunyi wahyu pertama “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Alaq 96: 1-5)

Setelah menirukan Jibril membaca surat Al- ‘Alaq ayat 1-5, Nabi Muhammad pun segera pulang dengan rasa takut dan gemetar. Sesampai di rumah beliau meminta pada istri beliau Khadijah untuk menyelimutinya. Setelah tenang beliau bercerita pada Khadijah bahwa beliau telah didatangi orang yang sangat putih bersih dan tampan dan menyuruhnya untuk membaca surat Al-‘Alaq dimana isi bacaannya sangat indah dan belum pernah ada sebelumnya. 

Khadijah adalah istri yang sangat bijaksana, mendengar cerita suaminya, beliau tersenyum dan berkata “ Berbahagialah suamiku sesungguhnya itu adalah Jibril, yaitu malaikat yang juga diturunkan pada Rosul sebelum engkau.” Saat itu Muhammad belum mengerti jika itu adalah Jibril.

Lalu Khadijah pergi ke rumah saudaranya yang menjadi ahli kitab yang tetap berpegang pada ajarann Tauhid yang bernama “Waraqaq bin Naufal” dan menceritakan apa yang dialami suaminya. Waraqaq pun berkata bahwa orang yang disebut dalam kitab sebelumnya telah datang yaitu Muhammad suami Khadijah dan Waraqaq pun berpesan pada Khadijah agar menjaga sang suami sepanjang waktu karena, suaminya adalah manusia piluhan yang selama ini ditunggu tunggu kehadirannya. Waraqaq pun menambahkan bahwa jikalau ia masih muda dan sehat tentu ia akan sekuat tenaga melindungi Rosul Muhammad dan akan membelanya saat beliau nanti dimusuhi dan diusir dari Mekkah oleh orang kafir Quraisy.

Itulah keterangan Waraqaq pada Khadijah. Dan mulai saat itu Khadijah semakin kagum pada suaminya, ternyata suaminya adalah orang yang dipilih Alloh menjadi Rosul penutup zaman seperti yang sudah disebut pada kitab Taurat, Zabur dan Injil.

Setelah wahyu pertama kemudian turun wahyu kedua dan seterusnya yang intinya Nabi Muhammad disuruh untuk menyampaikan bahwa yang berhak disembah adalah Alloh SWT bukanlah lainnya buakan juga berhala-berhala Latta, Uza, Manata yang selama ini menjadi sesembahan kaum Quraisy kebanyakan. Muhammad pun kemudian menyampaikan dakwahnya secara sembunyi-sembunyi, saat itu yang pertama kali menerima dakwahnya tentulah istri beliau, Khadijah, kemudian Abu Bakar sahabat beliau dan kemudian Ali bin Abi Thalib, sepupu beliau.

Berikut ini adalah bunyi wahyu kedua “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” (Al-Mudatsir 74: 1-7)

Dakwah sembunyi-sembunyi ini dilakukan selama 3 tahun. Biasanya beliau melakukan pertemuan di rumah Arqam bin Abi Arqam yaitu seorang pemuda Quraisy yang juga memiliki pengaruh, terpandang dan kaya-raya sehingga tak ada orang yang berani untuk mengusiknya. Karena sering melakukan kajian di rumah Arqam bin Abi Arqam inilah maka dakwah beliau ini sering terkenal dengan sebutan “Darul Arqam”. Orang yang pertama-tama masuk Islam ini terkenal dengan sebutan Assabiqunal Awwalun.

Berikut ini adalah daftar orang yang pertama kali masuk Islam :

Khadijah binti Khuwailid
Sa'ad bin Abi Waqqas
Ummu al-Fadl Lubaba
Zaid bin Haritsah
Thalhah bin Ubaidillah
Shafiyyah
Ali bin Abi Thalib
Abdullah bin Zubair
Asma' binti Abu Bakr
Abu Bakar Al-Shiddiq
Miqdad bin Aswad
Fatimah bin Khattab
Bilal bin Rabah
Utsman bin Mazh'un
Suhayb Ar-Rummi
Ummu Aiman
Said bin Zayd bin Amru
Hamzah bin Abdul Muthalib
Abu Ubaidah bin al-Jarrah
Abbas bin Abdul Muthalib
Waraqah bin Naufal
Abdullah bin Abdul-Asad
Abu Dzar Al-Ghiffari
Ubay bin Kaab
Umar bin Anbasah
Abdullah bin Rawahah
Sa’id bin Al-Ash
Abdullah bin Mas'ud
Abu Salamah bin Abdul Asad
Mus'ab bin Umair
Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam
Mua'dz bin Jabal
Yasir bin Amir
Aisyah
Ammar bin Yasir
Umar bin Khattab
Sumayyah binti Khayyat
Utsman bin Affan
Amir bin Abdullah
Arwa' binti Kuraiz
Ja'far bin Abi Thalib
Zubair bin Awwam bin Khuwailid
Khabbab bin 'Art
Abdurrahman bin Auf
Ubaidah bin Harits

Setelah tiga tahun dakwah sembunyi-sembunyi, Maka sudah saatnya Nabi Muhammad berdakwah terang-terangan. Suatu hari Muhammad mengumpulkan orang-orang Makkah di suatu tempat. Karena orang yang mengundang adalah termasuk orang yang berpengaruh maka datanglah seluruh penduduk Makkah baik itu yang berpangkat dan kaya-raya ataupun yang orang biasa sampai budakpun datang.

Lalu Muhammad Al-Amin mengatakan sesuatu yang sangat diplomatis “ Hai penduduk Makkah, percayakah kalian jika aku mengatakan ada segerombolan unta dibalik bukit itu.” Lalu orang-orang pun berkata “ Wahai Al-Amin, anda adalah orang yang tidak pernah berbohong, man mungkin kami tak percaya.” Begitulah jawaban mereka. Lalu Nabi Muhammad menyampaikan wahyu Alloh yang diterimanya dan mengajak manusia untuk hanya menyembah Alloh.

Dari dakwah secara terang-terangan ini mulailah banyak yang memeluk Islam dan juga mulailah kaum Quraisy yang merasa kepentingannya akan bergesekan mengecam keras dan memusuhi Nabi besrta pengikutnya. Islam menyerukan peersamaan hak dan tidak boleh ada kasta dalam tatanan masyarakat, ini sangat bertentangan dengan kebanyakan kaum bangsawan yang banyak memiliki budak dan mempekerjakannya tanpa upah dan banyak yang tanpa perasaan menyiksa mereka. Oleh karena itu banyak orang yang tidak suka dengan ajaran Muhammad karena membuat mereka akan kehilangan keuntungannya dan hartanya dalam mempekerjakan budak tanpa upah.

Banyak sekali ancaman, kecaman dan siksaan yang dialami oleh orang yang memeluk Islam diawalnya seperti Bilal bin Rabbah adalah seorang budak berkulit hitam yang telah Islam kemudian disiksa majikannya dengan ditindih batu besar di padang pasir di waktu siang, majikannya menyuruh Bilal untuk kembali keajaran nenek moyangnya namun Bilal tidak mau. Akhirnya setelah berhari-hari disiksa dan ketahuan Abu Bakar, Bilal pun ditebusnya dan dibebaskan dari siksaan majikannya.

Ada lagi keluarga budak yang disiksa yaitu keluarga Amar bin Yasir yang telah Islam dan ketahuan majikannya yaitu Abu Jahal lalu disiksa dengan dicambuk, ditenggelamkan ke air sampai mengelupas kulitnya, dibakar, sampai ia sudah tak bisa merasakan lagi perih kulitnya. Begitu pedih siksaan yang diterima orang Islam sampai tak tega penulis memaparkannya satu persatu. Kebanyakan siksaan itu dilakukan oleh majikan terhadap budaknya.

Namun jangan dikira orang Islam yang mendapat siksaan hanya kalangan orang miskin dan budak saja. Banyak pula pembesar kaya raya Quraisy yang telah Islam yang juga mendapat tekanan namun tentu tidak sepedih pada yang lemah. Seperti Abu Bakar, Hamzah dan Arqam bin Abi Arqam. Namun para bangsawan Islam ini harus mati-matian juga melindungi orang Islam yang lemah yang sedang disiksa serta harus berhati-hati dalam bertindak agar tidak ada celah bagi kafir Quraisy lain untuk menjatuhkannya. Ini menandakan bahwa orang Islam haruslah kuat secara keseluruhan baik imannya, finansialnya ataupun ilmunya agar tidak ada orang kafir yang berani menginjak orang Islam.


ISRA’_MI’RAJ 

Selama menyebarkan Islam, Nabi Muhammad selalu dimusuhi oleh kafir Quraisy. Namun begitu para kafir Quraisy tak berani terlalu jauh dalam memusuhinya karena Nabi Muhammad mendapat perlindungan dari pamannya yaitu Abu Thalib seorang pemimpin Quraisy yang sangat disegani. Walau Abu Thalib belum mengucap dua kalimat syahadat namun beliau sangat mendukung dakwah Nabi dan selalu melindunginya dari orang kafir lainnya yang mau menyakiti Nabi. Namun saat Abu Thalib wafat, dan pemimpin Quraisy dari bani Hasyim beralih ke yang lain, saat itu juga perlindungan terhadap Muhammad dicabut dan semakin menjadi-jadilah orang kafir memusuhi Muhammad dan orang Islam lainnya.

 Satu lagi pelindung Muhammad dalam berdakwah adalah Khadijah, istri Nabi sendiri. Sudah disebutkan diatas bahwa Khadijah bukanlah wanita sembarangan, beliau adalah wanita yang terhormat, kaya-raya dan memiliki pengaruh di kalangan orang Makkah. Dengan harta dan kedudukannya sebagai bangsawan tersebut Khadijah selalu membela Nabi dari kejahatan para kafir Quraisy yang ingin menyakiti dan membunuh Nabi. Namun saat Khadijah wafat bertambah sedihlah hati Nabi, sudah tak ada lagi orang-orang dekat yang selalu melindungi dan mendukungnya.

Tahun dimana Khadijah dan Abu Thalib wafat yang berada di tahun yang sama membuat Nabi merasa sedih begitu mendalam, tahun ini disebut tahun kesediahan atau Amul Husna.

Alloh tahu kesedihan yang dirasakan Nabi, lalu pada suatu malam, tanggal 27 Rajab setahun sebelum Nabi Hijrah ke Madinah, Nabi didatangi malaikat Jibril. Malaikat Jibril kemudian mengajak Nabi menaiki Buroq. Nabi kemudian diterbangkan menuju Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsa di Palestina (Isra’) lalu naik ke Sidratul Muntaha atau langit ke tujuh (Mi’raj). Di sana Nabi menerima perintah shalat lima waktu langsung dari Alloh.

Dalam perjalanan spiritual ini Nabi benar-benar merasa di cash kembali oleh Alloh setelah kesedihan yang dialaminya dan semakin bersemangat dalam berdakwah. Dalam perjalanan itu Nabi juga bertemu dengan Rasul-Rasul terdahulu serta diperlihatkan Surga dan Neraka.

Setelah pulang dari perjalanan, Nabi pun menceritakan pada sahabatnya, awalnya banyak yang heran namun karena Nabi terkenal tak pernah berbohong maka sahabat langsung mempercayainya dan semakin bertambah keimanannya. Sahabat yang pertama kali mempercayai Isra’ Mi’raj adalah Abu Bakar dan dari sinilah beliau diberi gelar As Sidiq yang artinya “yang mempercayai”.

Orang kafir yang mendengar berita tentang Isra’ Mi’raj ini malah menertawakan dan mengatai bahwa Nabi Muhammad seorang pembual dan gila namun setelah Muhammad menceritakan bahwa beliau telah bertemu dengan kafilah dagang yang akan segera menuju Mekkah dan sesaat kemudian benarlah apa yang dikatakan Nabi bahwa kafilah itupun datang. Semakin beranglah para kafir dan semakin kuat dan bertambah banyak umat yang menerima ajaran Muhammad. Semakin kejamlah perlakuan kafir Quraisy terhadap pengikut Muhammad.

Puncak dari penderitaan yang dialami orang Islam adalah ketika mereka diboikot oleh orang kafir Mekkah dari segala kegiatan sosial terutama kegiatan ekonomi. Mereka tidak diperbolehkan berdagang, tidak diperbolehkan menerima bantuan dari manapun. Banyak dari orang Islam yang kelaparan bahkan meninggal saat itu. Harta Nabi dan istrinya yang begitu banyak serta para sahabat yang kaya raya pun hampir habis untuk mendanai dakwah ini terlebih lagi saat krisis ekonomi karena pemboikotan itu. Yang lebih parah lagi mereka diusir dari rumah dan kampung halaman mereka sendiri tanpa boleh membawa hartanya sepeserpun.

Menghadapi hal ini, keputusan akhirnya dibuat oleh Nabi Muhammad dan sahabat bahwa mereka harus pindah dari Mekkah dan menyusun kekuatan diluar Mekkah. Dipilihlah Yastrib atau Madinah sebagai tujuan pindah atau hijrahnya mereka. Awalnya yang harus berangkat adalah orang Islam yang sering menerima penderitaan karena disiksa. Mereka berangkat ke Madinah berjalan kaki dan ada yang menunggang unta tanpa membawa harta benda apapun, hanya bekal makanan untuk cukup di perjalanan saja.

Jarak Makkah Madinah adalah seperti jarak Jakarta dan Surabaya dan itu ditempuh dengan berjalan kaki selama delapan hari. Bayangkan begitu berat perjuangan awal menegakkan Agama Islam yang benar ini. Sudahlah mereka mendapat siksa di Makkah lalu meninggalkan harta yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah guna berhijrah ke Madinah untuk mempertahankan keimanan mereka lalu mereka harus menempuh perjalanan yang begitu panjang dan berat lagi guna menuju Madinah. Itupun dengan bayangan dikejar-kejar dan dibunuh oleh orang Quraisy.

Tibalah Nabi Muhammad yang harus berhijrah. Nabi melakukan hijrah termasuk yang terakhir karena untuk memastikan orang Islam Mekkah harus berangkat duluan, terutama mereka yang sering disiksa oleh orang kafir Quraisy. Pada malam itu orang kafir Quraisy telah mengepung rumah Nabi guna membunuhnya. Lalu disuruh oleh Nabi anak paman beliau yaitu Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan Nabi tidur di tempat tidur Nabi dan berpura-pura sebagai Muhammad. Lalu saat tengah malam para kafir tersebut tertidur pulas karena kelelahan menunggu keluarnya Nabi Muhammad. Dengan mengendap-endap Nabi pun keluar dari rumahnya lewat pintu belakang. Ditaburkannya debu ke muka kafir yang sedang tertidur pulas itu lalu dengan cepat beliau berlari menuju Abu Bakar dan berangkat bersama menuju Madinah. 

Saat fajar tiba, kafir Quraisy yang berencana membunuh Nabi pun kecewa karena mereka telah tertidur dan melihat bukan Nabi yang tidur di kamarnya melainkan Ali bin Abi Thalib, mengetahui itu segeralah kafir Quraisy itu mengejar Nabi yang sudah berangkat ke Madinah bersama Abu Bakar. Mengetahui dirinya dikejar dari belakang, Nabi dan Abu Bakar pun bersembunyi di gua Tsur. Ketika Nabi sudah berada di dalam gua, laba-laba gua pun segera membentuk jaring yang sangat lebat agar tidak ketahuan jika di dalamnya ada Nabi yang sedang bersembunyi. Orang kafir pun akhirnya sampai di muka gua Tsur dan tak melihat tanda-tanda ada orang di dalamnya, akhirnya mereka kembali ke Mekkah dan gagal lah rencana mereka untuk membunuh Nabi Alloh Muhammad SAW.

Nabi Muhammad dan Abu Bakar pun melanjutkan perjalanan, sesampainya di Quba yaitu daerah antara Mekkah dan Madinah, Nabi mendirikan Masjid yang pertama dan di namakan Masjid Quba. Pada hari ke delapan Nabi dan Abu Bakar sampai di Madinah. Beliau disambut sukacita oleh penduduk Madinah dan juga penduduk Mekkah yang telah hijrah sebelumnya. Di Madinah inilah Nabi kemudian menyusun kekuatan Islam. Pertama-tama Nabi mempersatukan kaum Muhajirin yaitu penduduk Mekkah yang telah Islam dan ikut hijrah dan kaum Anshar yaitu penduduk Madinah yang menerima keRasulan Muhammad dan memeluk Islam menjadi layaknya saudara.

Baca juga :

MASJID_NABAWI 

Kemudian Nabi mendirikan Masjid Nabawi sebagai tempat shalat dan juga konsolidasi kekuatan Islam baik secara politik dan ekonomi. Umat Islam juga mendirikan pasar sendiri yang digunakan untuk membangun kekuatan ekonomi Islam. Dari sinilah umat Islam bersatu dan menjadi besar. 

Sebelum Nabi Muhammad di Madinah, sudah banyak penduduk Madinah yang mendengar cerita tentang Islam dan mengakui Nabi sebagai Rosul namun juga banyak orang Yahudi yang tinggal di Madinah. Sehingga walau Nabi diterima oleh sebagian penduduk Madinah dan pembesar Madinah, Nabi pun harus waspada terhadap orang Yahudi. Orang Yahudi di Madinah memiliki pengaruh ekonomi yang cukup kuat.

Pasar Yahudi sangat ramai dikunjungi masyarakat Madinah, namun pasar orang Yahudi ini sering melakukan kecurangan dan harganya terkenal mahal. Mengingat pasar saat itu adalah sentra ekonomi dan pengalaman di Makkah saat diboikot karena tak memiliki pusat ekonomi sendiri, maka Nabi pun memutuskan harus mendirikan pasar. Pasar yang khusus penjualnya dan penguasanya adalah orang Islam dan harganya jauh lebih murah dari pasar Yahudi. Lama-lama pasar Islam bisa mengalahkan pasar Yahudi. Ya memang orang Islam harus memiliki kekuatan terutama di sektor strategis seperti ekonomi dan politik.

Di bidang politik, Nabi pun mulai menyusun kekuatan dengan melatih prajurit perang karena Nabi berfikir bahwa suatu saat gesekan pasti terjadi. Nabi melalui Islam selalu menyerukan agar orang kafir tidak menyembah berhala dan hanya menyembah Alloh serta tidak melakukan kecurangan dalam hidup baik itu seperti mengurangi timbangan ataupun bermegah-megahan karena hal itu membuat masyarakatnya lambat laun akan rusak dan akan melahirkan generasi yang lemah, nah orang yang merasa kepentingannya bergesekan seperti bangsawan yang kekayaannya dari membuat patung berhala, pedagang yang suka curang dan juga bangsawan yang kedudykannya terancam tentu tidak senang dengan ajaran yang dibawa Muhammad karena akan merugikan dirinya inilah yang memerangi Islam dan menjatuhkan orang Islam dengan segala cara, baik itu dengan cara trik halus atau dengan senjata secara langsung.

Inilah yang membuat Nabi berfikir Islam harus bisa memiliki prajurit yang tangguh untuk melindungi orang Islam dari serangan orang kafir yang tidak mau menerima kebenaran. Nah, tuh kan teman, orang Islam itu harus kuat disegala bidang. Di bidang keimanan harus kuat tak mudah goyah, dibidang ekonomi juga harus kuat dan menguasai apalagi di bidang politik dan keamanan juga harus tangguh agar tak mudah di pecah belah dan diinjak oleh orang yang gak suka kebenaran Islam.


PERJANJIAN_HUDAIBIYAH 

Pada tahun 628M sekitar 1400 Myslim menuju Mekkah untuk melaksanakan ibadah Haji. Namun kafir Quraisy menghadangnya diluar Mekkah karena mereka sebenarnya mulai takut akan kekuatan Islam. Hampir saja saat itu terjadi peperangan kembali. Namun akhirnya Nabi Muhammad mengajak kafir Quraisy berunding dan meyakinkan bahwa kedatangan mereka benar-benar untuk ibadah Haji.

 Akhirnya Kafir Quraisy yang diwakili Suhail bin ‘Amru setuju untuk berunding. Disebuah tempat anatara Makkah dan Madinah yaitu Hudaibiyah terjadilah perundingan yang terkenal dengan perundingan Hudaibiyah yang berisi :
"Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah"


PERANG_BADAR 

Orang kafir Mekkah tak pernah begitu saja melepaskan Muhammad dan pengikutnya walau sudah hijrah ke Madinah, mereka takut jika suatu hari kelak Muhammad semakin kuat dan ganti menyerbu Mekkah. Oleh karena itu mereka tetap melakukan penghasutan terutama pada Yahudi Madinah agar terus mengganggu Muhammad dan tak membiarkannya menjadi besar. Peperangan kecil pun sering terjadi antara kaum Muslimin dan kaum kafir Quraisy, Perjanjian Hudaibiyah banyak isinya yang dilanggar sepihak oleh kafir Quraisy. Akhirnya meletuslah peperangan yang sesungguhnya yang jauh lebih besar dari perang-perang kecil sebelumnya inilah kemudian yang terkenal dengan nama Perang Badar.

Perang Badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke dua Hijriah. Perlu diketahui bahwa sejak pertama kali Nabi Muhammad datang ke Madinah saat hijrah ditetapkan sebagai tanggal satu Hijriah dan menjadi penanggalan khusus untuk Islam sampai sekarang. Perang Badar terjadi di daerah Badr, Hijaz sebelah barat semenanjung Arab. Badr adalah daerah yang banyak terdapat sumur sumber mata air yang biasa digunakan musafir untuk rehat dan meminum airnya menghilangkan dahaga selepas perjalanan jauh mengarungi gurun pasir.

Perang Badar terjadi karena umat Islam sudah sangat sering didzalimi oleh orang kafir Quraisy. Walaupun perjanjian telah disepakati tetapi orang kafir Quraisy terus saja melanggarnya duluan. Awalnya umat Islam berusaha sabar namun para kafir itu terus-menerus menginjak-injak martabat umat Islam sehingga tak ada jalan lain kecuali perang untuk membela martabat umat Islam. Sewaktu kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah dan meninggalkan hartanya seperti rumah, ternak dan perkebunan di Mekah ternyata harta mereka dijual oleh para kafir Quraisy.

Tentu saja hal ini membuat orang Islam berang. Sewaktu muslim Madinah tahu bahwa pimpinan kafir Quraisy yang bernama Abu Sufyan dan para pengikutnya akan berdagang dan akan melewati daerah Badar, Nabi Muhammad menyusun rencana untuk mencegat Abu Sufyan disana. Mengapa hal itu akan dilakukan karena perjalanan dagang Abu Sufyan itu didanai oleh harta Muhajirin yang ditinggal di Mekkah dan secara sepihak di jual dan di hak-i oleh kafir Quraisy, sehingga sudah sepatutnya jika harta yang seharusnya milik Muhajirin itu di minta kembali. 

Kemudian Nabi mulai menyusun kekuatan, Nabi mengerahkan sekitar tuga ratusan bala tentara perang dari Anshar dan Muhajirin untuk diberangkatkan ke Badar dan harus sampai duluan sebelum Abu Sufyan sampai disana. Sesampainya di Badar, Nabi menginstruksikan untuk menguasai satu sumur Badar dan menimbun sumur yang lain agar para kafir tak bisa mengambil air minum. Abu Sufyan yang sudah dalam perjalanan menuju Badar mendengar hal itu dan memerintahkan seorang utusan untk ke Mekkah dan mengirim pasukan bantuan berjumlah seribu orang. Secara kasat mata kekuatan Muslim hanya sepertiga dari kekuatan kafir, namun Muslim sudah memiliki strategi jitu yaitu menguasai sumur Badar. 

Pada 17 Ramadhan, kedua pasukan bertemu, peperangan itu dimulai dengan duel satu lawan satu dari pihak Muslim dan dari pihak kafir. Kemudian Nabi menyeru pada pasukannya agar mempertahankan serangan jarak jauh saja untuk meminimalisir korban. Akan tetapi peperangan terlanjur berkobar sehingga harus benar-benar bertemu musuh dari jarak dekat.

Nabi Muhammad menjadi pemimpin terdepan di peperangan ini. Sembari berperang beliau memohon pada Alloh agar memenangkan umat Islam di peperangan ini jika tidak maka tamatlah riwayat Islam dari muka bumi. Alloh adalah sebaik-baik penjaga, DIA akan menjaga agama yang Haq yaitu Islam dari makar orang-orang kafir. Alloh pun menurunkan beribu tentara malaikat yang bertanda khusus untuk membantu Nabi Muhammad dan kaum Muslimin.

Dalam Al-Quran dijelaskan melalui surat Al-Imran ayat 123 :
“Dan sesungguhnya Allah telah menolong kamu mencapai kemenangan dalam peperangan Badar, sedang kamu berkeadaan lemah (kerana kamu sedikit bilangannya dan kekurangan alat perang). Oleh itu bertaqwalah kamu kepada Allah, supaya kamu bersyukur (akan kemenangan itu). (Ingatlah wahai Muhammad) ketika engkau berkata kepada orang-orang yang beriman (untuk menguatkan semangat mereka): "Tidakkah cukup bagi kamu, bahawa Allah membantu kamu dengan tiga ribu tentera dari malaikat yang diturunkan?," Bahkan (mencukupi. Dalam pada itu) jika kamu bersabar dan bertaqwa, dan mereka (musuh) datang menyerang kamu dengan serta-merta, nescaya Allah membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang bertanda masing-masing.”

Perang berlangsung selama kurang lebih setengah hari, dan akhirnya pihak Muslim menang dari kafir Quraisy walaupun kekuatan kafir 3 kali kekuatan Muslim. Nabi beserta umat Islam pun kembali ke Madinah dengan membawa rampasan perang yang banyak yang memang secara peraturan sudah menjadi hak yang menang.
Perang Badar adalah perang yang sangat penting bagi Islam karena lewat perang inilah status Quo kekuatan kafir Quraisy Mekkah yang terkenal kuat di semenanjung Arab akhirnya terpatahkan.

Perang ini juga membuktikan bahwa Muhammad sebagai Rasul dan Pemimpin Masyarakat Islam yang saat itu berpusat di Madinah tidak bisa dipandang sebelah mata dan merupakan kekuatan baru di semenanjung Arab. Begitulah Alloh memenangkan orang-orang Islam.


PERANG_UHUD 

Setelah kekalahan telak kafir Quraisy di perang Badar, mereka sangat membenci Nabi dan berusaha menyusun kekuatan untuk membalas dendam pada Nabi dan pengikutnya. Bagaimana tidak para kafir Quraisy yang jumlahnya tiga kali lipat dan peralatan lebih canggih bisa kalah dan banyak sekali tokoh kafir Quraisy yang gugur dalam perang Badar. 

Akhirnya pada bulan syawal tahun ketiga hijriyah kafir Makkah berencana menyerang Madinah, mendengar ini, Nabi dan sahabat menyusun strategi dan berencana menghadang mereka di luar Madinah yaitu di Gunung Uhud yaitu sebuah gunung yang tingginya 128m di sebelah utara Madinah kurang lebih 5,5 km dari Masjid Nabawi.

Tibalah pasukan Muslim duluan di Uhud sebelum pasukan kafir datang, Nabi memerintahkan prajurit ahli panah keatas gunung Uhud agar bisa menguasai medan. Saat dua pasukan berhadapan mulailah pertempuran dan Nabi memerintahkan prajurit panah menghhujani anak panah ke arah musuh dan musuh pun kocar-kacir dan mundur. Melihat musuh mundur prajurit panah turun gunung mengambil harta rampasan perang padahal Nabi belum memerintahkan untuk turun. Akhirnya kafir Quraisy mengetahui jika atas bukit lemah pertahanannya, mereka naik keatas bukit dan ganti menghujani pasukan muslim yang sibuk mengumpulkan rampasan perang di bawah. 

Dari situlah akhirnya pasukan muslim mengalami kekalahan. Banyak sahabat yang gugur. Nabi pun mengalami luka yang sangat serius. Umat Muslim kalah dalam perang Uhud karena tidak mematuhi perintah Rasul dan lebih silau harta rampasan perang. Ini benar-benar menjadi pelajaran berharga buat Umat Islam di kemudian hari.

Baca juga :

PERANG_AL_AHZAB_ATAU_PERANG_KHANDAK 

Walau kaum Muslim sudah kalah di perang Uhud namun kaum kafir tidak puas begitu saja, mereka tetap ingin menghabisi pengikut Muhammad. Mereka melakukan penghasutan kaum Yahudi Madinah agar terus melakukan perlawanan pada umat Muslim. Mereka bersekutu menyusun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Muhammad.

Pada tanggal 7 Syawal tahun 5 Hijriyah, kaum kafir Quraisy dan kaum Yahudi Madinah bersatu mengepung Madinah. Mereka semua berjumlah 10 ribu orang lebih sedangkan kekuatan umat Islam saat itu hanya 3000 orang saja.

Jadi rencananya umat Muslim akan diserang dari dua arah yaitu dari muka oleh kafir Quraisy dan dari belakang oleh Yahudi Madinah. Umat Muslim pun berkumpul dan berunding, strategi apa yang akan digunakan untuk menghadang musuh. Akhirnya seorang sahabat yang bernama Salman Al Farisi memberi usul untuk sesegera mungkin menggali parit mengelilingi Madinah agar musuh bingung untuk mencapai Madinah tak ada jalan.

Dengan kekuatan iman dan semangat jihad yang membara, umat Muslim dan Nabi bersama membangun parit itu. Nabi Muhammad berdoa pada Alloh SWT “Ya Allah, yang menurunkan kitab dan cepat membuat perhitungan! Kalahkanlah kaum Ahzab dan goncangkanlah pendirian mereka.” Akhirnya pertolongan Alooh pun datang, sebelum sempat terjadi pertempuran sengit tiba-tiba terdapat badai pasir yang mengocar-kacirkan pertahanan musuh. Dan akhirnya musuh pun mundur berkat pertolongan Alloh terhadap Muslim Madinah.

Kota Madinah dan Nabi beserta pengikutnya akhirnya terselamatkan. Dalam Al-Quran situasi ini digambarkan dalam surat Al-Ahzab ayat 9-11 sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepada kalian ketika datang kepada kalian pasukan, lalu Kami mengirimkan kepada mereka angin taufan dan pasukan yang tidak dapat kamu lihat.”


PERANG_MU’TAH 

Pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 Hijriyah terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara pasukan Islam dengan pasukan terkuat di muka bumi ini yaitu pasukan Bangsa Rum. Pasukan Islam yang hanya berkekuatan 3000 orang dipaksa melawan pasukan Romawi atau Bangsa Rum yang berkekuatan 200.000 orang. Perang ini disebut Perang Mu’tah karena terjadi di daerah Mu’tah yang sekarang menjadi wilayah kekuasaan Yordania.

Perang ini terjadi dikarenakan kesombongan Raja Heraklius Sang Penguasa Romawi saat itu. Ketika Rosullullah mengutus seorang utusan, utusan tersebut malah dipenggal kepalanya. Tak sampai disitu usaha Nabi Muhammad untuk menyampaikan dakwahnya pada Raja Heraclius, beliau lalu mengirim 15 orang utusan damai sekaligus tetapi hal yang sama juga terjadi yaitu ke lima belas orang utusan tersebut juga dibunuh. Padahal menurut peraturan diplomatik saat itu tidak boleh utusan suatu negara dibunuh, itu sama saja menghina negara yang mengutusnya dan mengajak perang.

Akhirnya untuk membela kedaulatan negara dan membela harga diri Islam Rosulullah pun memutuskan untuk mengirim pasukan terbesarnya yang hanya 3000 orang, suatu pasukan terbesar yang dimiliki Madinah saat itu setelah perang Al-Ahzab. Nabi Muhammad sebenarnya sadar bahwa Romawi adalah negara adidaya yang sangat kuat dan sulit untuk ditaklukkan, namun hal itu harus dilakukan karena lambat laun suatu saat bisa saja Pasukan Romawi yang menyerang Madinah.

Menghadapi kekuatan musuh yang begitu besar, Rosul Muhammad pun langsung menunjuk tiga panglima perang sekaligus. Itulah pertama kalinya Nabi Muhammad menunjuk tiga panglima perang sekaligus karena kekuatan Romawi yang begitu besarnya.

Berikut ini adalah sabda beliau :
“Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, bila ia gugur komando dipegang oleh Ja’far bin Abu Thalib, bila gugur pula panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah.”
Benarlah perkiraan Nabi Muhammad, saat peperangan berkecamuk satu per satu panglima perang Muslim gugur.

Saat sudah tak ada lagi pemimpin perang, para prajurit Muslim berunding untuk menentukan penggantinya. Akhirnya dipilihlah Khalid bin Walid, seorang mantan panglima perang kafir Quraisy yang baru masuk Islam. Awalnya saat masuk dijajaran prajurit Islam, Khalid bin Walid hanya seorang prajurit biasa walau sebelumnya ia adalah seorang panglima perang di kafir Quraisy.

Saat ia belum masuk Islam dan saat memimpin perang di pasukan kafir Quraisy, Khalid bin Walid terkenal akan strategi jitunya sehingga ketika tiga panglima perang Islam syahid di medan Mu’tah, ialah yang paling cocok menggantikan sebagai pemimpin. Sebenarnya Nabi pun sudah memprediksi akan hal ini. Nabi meletakkan Khalid bin Walid awalnya sebagai prajurit biasa hanya ingin menguji apakah ia masuk Islam karena Alloh atau karena jabatan. Dan ternyata Khalid bin Walid lulus dengan ujian itu.

Khalid segera menyusun strategi. Ia sadar untuk menghadapi pasukan Romawi yang begitu kuat ia harus mempunyai tak-tik jitu. Akhirnya sisa pasukan Islam yang hanya sedikit ia bagi menjadi beberapa kelompok dan tiap kelompok harus selalu berganti posisi. Sayap kiri harus berganti ke sayap kanan, bagian depan harus segera berganti ke bagian belakang agar musuh mengira pasukan Islam mendapat bala bantuan lagi dan lebih banyak. Kemudian Khalid juga menyerukan agar pasukan berkuda membawa pelepah yang disapukan ke tanah agar debu berterbangan sehingga dikira musuh jumlah mereka banyak.

Melihat pasukan Islam seperti bertambah banyak, musuh pun mulai ciut hatinya. Sebenarnya musuh mengakui semangat pasukan Islam walau jumlahnya sedikit, mebuat musuh kualahan juga. Akhirnya musuh pun mundur. Pasukan Romawi mundur dari peperangan dan pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit dan peralatannya juga masih jauh kalah canggih memenangkan pertarungan Mu’tah ini dengan strategi cerdik dan tentu saja pertolongan Alloh.

Pertempuran Mu’tah ini menjadi awal dari pertempuran antara Arab dan Romawi yang kemudian Romawi akhirnya jatuh ke pemerintahan Islam melalui Muhammad Al-Fatih II seorang pemuda sekaligus Raja Islam yang sangat khusyu’ dalam beribadah dan sangat cerdas serta amanah dalam memimpin.

Masih banyak peperangan lain yang harus dihadapi Nabi dan orang Muslim saat itu guna menegakkan hukum Alloh SWT, namun tidak penulis lakukan karena space nya terbatas.


FATHUL_MAKKAH 

Eksistensi Nabi Muhammad dan pemerintahan Islam Madinah semakin kuat dan juga di mata dunia Madinah mulai diperhitungkan sebagai kekuatan baru. Hal ini membuat para Quraisy Mekkah semakin ciut nyali. Namun begitu mereka tetap saja membuat gara-gara namun tidak langsung menyerang Madinah akan tetapi menyerang sekutu Madinah yang kecil-kecil. Seperti yang terjadi pada Bani Khaza’ah yang merupakan sekutu Islam/Madinah. Kafir Quraisy Mekkah melalui sekutu kafirnya Bani Bakr menyerang Bani Khaza’ah dan menewaskan 20 orang dari Bani Khaza’ah. 

Mendengar laporan dari utusan Bani Khaza’ah, Nabi Muhammad pun geram karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian yang telah disepakati antara pihak Islam/Madinah dengan pihak kafir Quraisy Mekkah yaitu perjanjian Hudaibiyah yang salah satu isinya adalah selama sepuluh tahun tidak boleh saling menyerang. Hal ini berarti pihak kafir Quraisy yang memulai minta perang duluan.

Akhirnya Rasululloh pun mengkonsolidasi pasukannya yang saat itu sudah mencapai 10.000 orang berangkat menuju Mekkah. Ditengah perjalanan banyak yang bergabung bersama pasukan Islam seperti Abbas bin Abdul Muthalib, Abu Sufyann bin Haris bin Abdul Muthalib dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Al-Mughirah, tentu saja pemuka Quraisy tersebut bergabung juga dengan membawa pasukan masing-masing. Dengan begitu kekuatan pasukan Islam pun semakin banyak dan kuat.

Ditengah perjalanan mereka istirahat dan berkemah di Marr Al-Zhahran, sebuah daerah dekat dengan kota Makkah. Mereka membuat api unggun yang besar disana sehingga terlihat oleh masyarakat Makkah menyebabkan rasa takut dan was-was. Akhirnya keesokan harinya mereka tiba di Makkah. Pasukan dibagi menjadi empat bagian. Pertama dipimpin oleh Zubair bin Al-Awwam yang memasuki Mekkah dari Utara. Kedua dipimpin oleh Khalid bin Walid yang memasuki Mekkah dari Selatan. Ketiga dipimpin oleh Sa’d bin Ubadah dan puteranya Qais bin Sa’d yang masuk dari Barat. Yang ke empat dipimpin oleh Abu Ubaidahbin Al-Jarrah yang bersama Nabi Muhammad melalui barat laut. 

Dalam memasuki Makkah dari segala penjuru itu, Nabi berpesan agar jangan sampai menumpahkan darah kecuali terpaksa. Akhirnya seluruh kaum Muslimin berhasil masuk ke kota Mekkah tanpa ada pertumpahan darah kecuali yang dipimpin oleh Khalid bin Walid yang diserang oleh sekelompok Quraisy yang mengakibatkan dua orang syahid dari pihak Muslim.

Mereka semua kemudian memasuki Ka’bah dan membersihkan Ka’bah dari segala berhala. Lalu Nabi Muhammad SAW memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan Adzan dan mereka semua shalat berjamaah. Setelah itu Rosulullah berseru pada seluruh penduduk Makkah yang dahulu pernah menyiksa dan merampas hak kaum Muslimin serta mengusirnya dari kampung halaman.

Rosul pun berseru sebagai berikut :
“Menurut dugaan kalian, apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?
“Kami berharap yang baik-baik wahai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia.” Jawab penduduk Mekkah
“Tidak ada hukuman sama sekali atas kalian. Hari ini Allah telah mengampuni kalian.”

Begitulah akhlak Rosulullah yang akhirnya membuat penduduk Makkah berbondong-bondong masuk Islam. Peristiwa ini terkenal dengan nama Fathul Makkah atau penaklukan kota Makkah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 8 Hijriyah tanggal 20 Ramadhan.


Baca juga :

BERSAMBUNG KE BAGIAN II ( PART II ) .....