Rabu, 11 Oktober 2017

ASA DIANGKASA HATI TIDAK MEMBUMI

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. 
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal  kita. 
Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. 
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. 
Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.

*

Puji dan Syukur tak henti kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang tiada henti memberikan nikmat, berkah, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Karena nikmat dan hidayah dari Allah berupa keimanan dan keislaman-lah yang membuat kita tetap kokoh berjalan di atas jalan Allah. 
Dan nikmat kesehatan dan kesempatan dari Allah pula sehingga hari ini kita dapat bersilaturahmi dalam rangka melaksanakan salah satu aktivitas yang merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam, yakni menuntut ilmu.

*

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke muka bumi ini sebagai rahmatan lil alamiin, yang telah menggempur kesesatan dan mengibarkan panji-panji kebenaran, serta memperjuangkan islam hingga sampai kepada kita sebagai rahmat tak terperi dari Allah subhanahu wa ta’ala.

*

Sebagai seorang manusia wajar saja jika kita punya harapan dan cita-cita. 
Namun untuk mewujudkan semua itu bukankah kita harus berdoa dan Ikhtiar dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan asa tersebut....?

Apakah kita bisa berhasil mewujudkannya jika kita tetap males-malesan... ?

*

Begitu pula dengan asa, harapan kita untuk menjadi hamba yang beruntung di akhirat kelak :
Untuk diampuni Allah... 
Untuk bisa masuk surga... 
Untuk terbebas dari api neraka....

Apakah kita akan begitu saja mendapatkan semua itu jika kita tetap terus berbuat dosa...? 
Jika kita tidak melaksanakan perintah Allah...? 
Dan bahkan jika kita selalu melanggar larangan Allah...?

Astaghfirullahal 'adziim waatubu ilaihi.

*

Salim Maula Ubay bin Ka’ab menasehatkan setelah dimintai oleh ‘Umar bin ‘Abdul 'Aziz, “Lantaran sebuah kesalahan yang dilakukannya, Adam dikeluarkan dari surga. 
Adapun kalian, mengerjakan banyak kesalahan, namun herannya kalian mengharapkan masuk surga.”

*

Inilah kelemahan terbesar kita, setelah tertipu untuk berbuat dosa, yaitu angan-angan hampa dan terbujuk prasangka yang melenakan.

*

Al Hasan Al Bashri mengingatkan,

“Ada sekelompok orang yang dilalaikan oleh angan-angan meraih ampunan Allah dan harapan menggapai rahmatNya, sampai-sampai mereka meninggal dunia tanpa membawa amal shalih. 
Salah seorang dari mereka mengatakan (dengan penuh optimisme),

“Saya berprasangka baik kepada Allah dan mengharapkan rahmatNya.”

*

Rupa-rupanya, mereka salah paham terhadap hadits berikut:

Rasulullah bersabda , “Seseorang tidak akan masuk surga karena amalnya.
” Para sahabat Nabi bertanya, “Tidak juga Anda wahai Rasulullah?” 
Rasulullah menjawab, “Tidak juga aku. Kecuali bila Allah menaungi diriku (juga kalian) dengan karunia dan rahmah (serta ampunan) Nya.

Maka berusahalah untuk beramal secara benar. 
Jika tidak bisa, berusahalah mendekati kebenaran. 
Berusahalah di waktu pagi, sore, dan sebagian waktu malam.
Bersikaplah pertengahan (antara berlebihan dan meremehkan).

Bersikaplah pertengahan. Niscaya kalian sampai ke tujuan. 
Janganlah salah seorang dari kalian mengangankan kematian. 
Karena bila ia orang baik, diharapkan ia menambah kebaikan. 
Dan jika ia orang yang buruk, diharapkan ia bisa memperbaiki diri.”

[Muttafaq ‘alaih]

*

Padahal sudah jelas, untuk bisa masuk surga, harus ada jaminan karunia, rahmah, dan ampunan Allah.

Dan agar mendapatkan ketiga jaminan itu, Rasulullah mensyaratkan untuk beribadah kepada Allah seoptimal mungkin dengan metode yang telah beliau tuntunkan.

*

Al Hasan Al Bashri memberikan kritik yang pedas, “Sungguh, ia telah berkata dusta. Kalau saja ia benar-benar berprasangka baik kepada Allah, tentulah ia sungguh-sungguh beramal ketaatan dengan bagus. Sekiranya ia benar-benar mengharap rahmah Allah, sudah pasti ia sungguh-sungguh mencarinya dengan amal-amal shalih. Besar kemungkinan akan binasa, musafir yang mengarungi padang sahara tanpa bekal dan air minum.”

[Al Bidayah wa An Nihayah 9/338]

*

Apa yang dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri ini sangat sesuai dengan firman Allah,

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”

[QS. Al-Araf : 99]

*

Yahya bin Mu’adz Ar Rozi turut menyindir sikap linglung ini, “Amal bagai fatamorgana, qalbu kosong dari takwa, dosa sebanyak butir pasir dan debu. Berharap gadis surga yang jelita. Alangkah jauhnya. Mustahil. Meski tidak minum khamr, engkau sedang mabuk. Alangkah sempurnanya engkau jika amalmu mendahului anganmu. 
Alangkah mulianya engkau jika amalmu mendahului ajalmu. Alangkah perkasanya engkau jika engkau menyelisihi hawa nafsu.”

[Shifah Ash Shafwah 4/92]

*
Sindiran ini mengingatkan kita pada ungkapan Rasulullah, “Barangsiapa ingin mengetahui apa yang akan ia terima di sisi Allah kelak, hendaklah ia melihat hak-hak Allah di sisinya (apa yang telah ia kerjakan).” 

[Sunan Ad-Daruquthni]

*

Alangkah tepatnya, tidak ada yang didapatkan di akhirat selain yang telah dilakukan di dunia.

Ingin tahu, kita menjadi penghuni surga ataukah penghuni neraka ? 
Marilah kita tengok saja apa yang telah kita perbuat.

*

Allah telah mengingatkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

[QS. Al-Hasyr: 18]

*

Rasulullah bahkan telah menyindir, dengan sindiran yang sangat halus namun mengena, “Saya tidak melihat hal yang lebih mengherankan daripada neraka. Orang-orang mengaku takut kepadanya, tapi masih saja bisa tidur nyenyak. Saya juga tidak melihat hal yang lebih mengherankan daripada surga. Orang-orang mengaku ingin memasukinya, tapi masih saja bisa tidur nyenyak.”

[Sunan At-Tirmidzi no. 2728]

*

Begitu seringnya kita menjadi bangkai di malam hari dan menjadi keledai di siang hari. 
Saat matahari hadir, kita masih seperti orang pandir. 
Saat bulan bersemayam, semangat qiyamul lail kerap padam.

Saat awan berkejaran, kita terus saja dalam kelalaian. 
Saat bintang temaram, dalam tidur, kita tenggelam. 
Laksana seonggok kayu yang tidak punya nyawa. 
Tidak tergerak untuk mempersembahkan penghambaan terbaik kepada Allah. Sementara harapan menjadi penghuni surga dan bebas dari neraka sangat tinggi.

*

Kiranya, patut kita simak syair Isma’il bin Qasim AI Baghdadi yang sangat populer,

“Engkau berharap keselamatan, namun engkau tidak menempuh jalannya. 
Adalah sebuah kemustahilan bahtera berlayar di daratan.”

[Al Bidayah wa An Nihayah 10/279]

*
Begitu pula, kita layak untuk menertawakan diri kita sendiri. Bagaimana tidak, kita seringkali menanti upah ibadah. 
Kita tidak sumringah, kalau ibadah kita tidak berbuah upah.

Kita berdakwah, tapi berharap dunia. 
Kita membaca Al-Qur’an, tapi berharap harta. 
Kita membangun masjid, tapi berharap ada kelebihan dana, lantas mengambilnya dengan dalih ganti keringat.

*

Padahal Rasulullah telah bersabda :  “Tidaklah orang yang berperang di jalan Allah kemudian ia mendapatkan harta rampasan perang (lalu mengambilnya untuk kepentingan diri dan kenikmatan dunia) kecuali ia telah mempercepat duapertiga pahala (yang mestinya didapat utuh) di akhirat sehingga masih tersisa sepertiga. 
Apabila tidak mengambil ghanimah semua pahala akan ia dapatkan.”

[Shahih Muslim no. 1906]

*

Bagaimana bisa kita akan meraih surga tertinggi yang kita idam-idamkan, dan terbebas dari neraka yang ganas, kalau ibadah saja masih terengah-engah, dosa saja masih nikmat terasa, dunia saja masih menjadi fokus asa, kepada Allah saja masih sering kita lupa?

lnilah kelemahan kita yang lain. 
Terbiasa dengan dosa-dosa yang dianggap remeh, sehingga tidak ada rasa takut akan adzabnya, atau mengira pasti segera diampuni Allah.

*

Rasulullah memberikan wejangan: “Jauhilah oleh kalian dosa-dosa yang dianggap remeh. 
Sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap remeh itu seperti sebuah kaum yang singgah di sebuah lembah. 
Mereka semua mencari kayu bakar maka si A datang membawa sepotong kayu, si B datang membawa sepotong kayu, dan demikian juga yang lain.

Akhirnya dengan kayu-kayu yang terkumpul, mereka bisa memasak roti sampai matang. 
Sesungguhnya bila dosa-dosa yang dianggap remeh itu diberi hukuman oleh Allah, niscaya akan membinasakan pelakunya."

[Musnad Ahmad. Ash Shahihah no. 389; Shahih Al Jami’ no. 2866, 2867]

*

Demikianlah, bahwa kita adalah hamba Allah, kewajiban kita dalam hidup ini hanyalah mempersembahkan ibadah yang terbaik kepada Allah sesuai ketentuan dariNya dengan penuh cinta, pengagungan, dan asa.

*

Dan harus kita ingat bahwa :
Asa Tidak ada gunanya tanpa rahmah, ridha, maghfirah, dan karunia Allah.

*

Tidak perlu kita mengingat-ingat ibadah yang pernah kita sukses mengoptimalkan pelaksanaannya. 
Yang selalu kita ingat semestinya adalah keburukan kita, agar kita tidak ‘ujub dan lengah, agar semangat kita terjaga dan taubat tidak tersendat.

*

Biarlah Allah yang menilai seberapa bermutunya ibadah kita, dan biarlah kita sibuk dengan bertaubat dan terus memperbagus ibadah kita kepada Allah.

*

Andaipun kita telah mampu berupaya seoptimal mungkin dalam beribadah kepada Allah, dan nampaknya kita telah berada di puncak penghambaan, ingatlah sehebat apapun ibadah kita kepada Allah, kita tidak mampu mencapai kesempurnaan.

*

Misalnya terkadang kita lalai dari Allah, lemah semangat ibadah, terlintas keinginan untuk berbuat buruk. 
Kalau hal ini kita sadari, maka tidak pantas merasa telah sukses mengoptimalkan ibadah.

*

Tidak ada gunanya membanggakan keshalihan diri. 
Tidak ada untungnya merasa diri telah suci.

Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan adzab Rabb mereka…. mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mengerjakan kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperoleh (balasan/pahala)nya.”

[QS. Al-Mu`minun: 57, 61]

*

Sebelum kita akhiri, salah satu firman Allah ini sangat tepat dengan keadaan kita yang punya asa tinggi namun tidak disertai dengan pembuktian.

Allah berfirman :

كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ

"Sekali-kali tidak ; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya (secara optimal).”

[QS. `Abasa: 23]

*

Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kita emang harus punya harapan setinggi angkasa untuk dapat memperoleh Ridho Allah.... 
Menjadi hamba yang beruntung diakhirat... 
Terbebas dari api neraka....
Dan menjadi penghuni Surga...

*

Namun semua itu harus kita imbangi dengan amalan lahir dan batin... 
Dengan menta'ati perintah Allah... 
Menjauhi larangan Allah... 
Menjalankan sunah... 
Menghindari yang subhat dan makhruh...

....sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

*

Demikianlah yang dapat saya sampaikan.
Semoga ada manfaat yang dapat kita ambil bersama.

Mohon maaf atas segala kekurangannya.
Semua kebaikan dan kebenaran datangnya dari Allah dan semua kekurangannya berasal dari saya pribadi yang masih fakir dalam ilmu.
Mohon dimaafkan....

استغفر الله العظيم....
استغفر الله العظيم....
استغفر الله العظيم....

استغفر الله العظيم واتوب اليه

*

Dari saya....

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Minggu, 01 Oktober 2017

HATI - HATI BERKATA : SEANDAINYA

Bismillaahirrahmaanirrahiim 
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 



Iman terhadap takdir atau ketetapan Allah Ta’ala adalah pokok Aqidah ahlus sunah wal jamaah.Apa yang menimpa seorang manusia berupa kebaikan dan keburukan, dan apa-apa yang terjadi di muka bumi telah dicatat Allah Ta’ala di Lauhil Mahfudz. Allah berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al Hadid 22)

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu mengomentari ayat di atas seraya berkata: “Itu semua –penulisan takdir- telah selesai sebelum diciptakan nafsi [manusia]

  (Tafsir At Thobary 13/265)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abdillah bin Amr bahwa ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah menulis takdir seluruh alam lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan langit dan bumi.” (Sahih Muslim Lisyarkh An Nawawi 16/166, Kitab Qadar, Bab Hujaj Adam Wa Musa, hadits 2653)

Maka, ketika manusia mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, ridho dan menerima akan ketentuan Allah Ta’ala adalah sebuah keharusan baginya.

Kita diperintahkan untuk selalu berprasangka baik kepada Allah Ta’ala. Tatkala kita diberi cobaan oleh Allah Ta’ala berupa musibah atau yang semisalnya, dengan inilah mungkin Allah Ta’ala ingin mengangkat derajat kita disisi-Nya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya besarnya balasan sesuai dengan besarnya cobaan, dan bahwasanya Allah Ta’ala ketika mencintai sebuah kaum, maka mereka akan diberi cobaan. Barang siapa yang ridha terhadapnya baginya adalah keridhaan Allah Ta’ala. Dan barang siapa yang menolak, maka baginya kemurkaan-Nya (HR At Tirmidzi)

Sifat Orang Munafiq

Salah satu sifat seorang munafiq adalah menolak takdir Allah Ta’ala dengan menggunakan perkataan-perkataan mereka. Sebagaimana yang Allah Ta’ala abadikan dalam Al-Qur’an surat Ali Imron:

يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَا هُنَا

“Mereka –orang-orang munafik- berkata:”Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”(QS. Ali Imron: 154)

Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair bahwa ayahnya berkata, “dan telah diperlihatkan kepadaku, tatkala rasa takut yang sangat menyelinap pada diri kami, Allah Ta’ala menurunkan rasa kantuk, dan tidak ada seorang diantara kami kecuali dagunya menempel di dada. Demi Allah, sesungguhnya saya mendengar perkataan Mu’tab bin Qusyair, dan tidaklah aku mendengarnya kecuali bagaikan mimpi. Ia mengatakan, ‘Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini. Maka saya hafal perkataannya. Ketika itu turunlah surat Ali Imron 154.”(Fathul Majid 2/766)

Beginilah perkataan orang munafiq, mereka sering mengucapkan kata (اللو) “andaikata”sebagai ungkapan untuk menolak takdir. Kemudian Allah membantah perkataan mereka dengan firman-Nya:

قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ

Katakanlah, sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu.” (QS. Ali Imran: 154)

Hukum Mengatakan (اللو) “Seandainya” dan Sejenisnya

Sering kita mendegar ucapan “seandainya begini tentu aku akan begini” atau perkataan-perkataan sejenisnya. Bahkan ungkapan itu keluar dari lisan kita secara sadar maupun tidak. Orang munafiq sering mengucapkannya sebagai ungkapan untuk menolak ketentuan Allah Ta’ala. Lantas, apakah hal itu menunjukkan larangan secara mutlaq?

Abdurrahman As Sa’di dalam bukunya “Qaulu Syadid fi Syarh Kitab at Tauhid” menerangkan bahwa kata (اللو) “seandainya” mempunyai dua keadaan.

Pertama, tercela seperti orang mengalami sesuatu yang tidak disukai kemudian berkata, “Seandainya saya tidak melakukannya tentu saya tidak akan terkena musibah ini” atau perkataan semisalnya.

Kedua, boleh bahkan merupakan hal yang terpuji. Seperti orang yang berangan-angan dalam hal kebaikan atau hanya sebagai berita.

Sedangkan kata(اللو) “seandainya” menjadi enam kelompok. (Qoulu Al Mufid 2/361-362) yaitu:

1. Kata itu digunakan sebagai ungkapan untuk menolak sebuah syariat Allah Ta’ala.

Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang munafiq, terkhusus Abdullah bin Ubay. Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ قَالُوا لإخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا

Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: “Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh”.(QS. Ali Imron: 168)

Imam At Thabari meriwayatkan dari Ibnu Ishaq ketika ia menafsirkan ayat ” لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا ” yaitu, kematian adalah sebuah keniscayaan. Jikalau [orang munafik] sanggup menolak mati pada dirinya, maka lakukanlah. Mereka mengatakan hal itu hanya untuk menyembunyikan kemunafikan dan ingin meninggalkan Jihad Fi Sabilillah. Mereka menginginkan tinggal di dunia dan lari dari kematian. (Tafsir Ath Thabari 3/206). Maka hal ini diharamkan Allah Ta’ala.

2. Digunakan sebagai ungkapan untuk menolak takdir dari Allah Ta’ala.

Hal ini sebagaimana yang telah kami terangkan di atas. Yaitu tentang salah satu sifat orang munafik. Maka, ini juga dilarang Allah Ta’ala.

3. Sebagai ungkapan penyesalan.

Seperti perkataan siswa yang tidak naik kelas“Seandainya tahun ini saya belajar rajin, saya akan naik kelas”. Ia mengucapkannya bukan untuk menolak takdir, akan tetapi hanya sebatas penyesalan. Maka, hal ini juga dilarang oleh Islam. Karena penyesalan akan menimbulkan kesedihan dan kefuturan, yang mana itu semua adalah pintu-pintu masuknya setan untuk menggoda manusia.

4. Berhujah dengan takdir dalam hal kemaksiatan kepada Allah.

Seringkali ketika kita menasehati orang yang berbuat maksiat, mereka mengatakan “Ini adalah takdir Allah Ta’ala. Seandainya Allah Ta’ala tidak menakdirkannya, saya tidak akan melakukannya.” Allah Ta’ala menolak hujjah orang-orang yang menyekutukan-Nya, dan tetap memasukkan mereka dalam neraka. Allah Ta’ala berfirman:

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلا تَخْرُصُونَ

“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun”. Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta. “(QS. Al An’am: 148)

5. Digunakan sebagai angan-agan atau cita-cita.

Dalam masalah ini, hukumnya tergantung kepada objek atau apa yang menjadi angan-anganaya. Jika digunakan utuk angan-angan yang baik, maka hukumnya juga baik. Sebaliknya jika ia mengangan-angan hal yang buruk, maka tidak diperbolehkan. Sebagaimana hadits panjang tentang 4 golongan. Salah satu dari mereka berangan-angan “seandainya saya mempunyai harta, sungguh saya akan beramal sebagaimana sifulan beramal” yaitu dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala. Dan yang lain juga mengatakan sebagaimana yang pertama, akan tetapi ia berangan-angan dalam kemaksiatan. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda untuk yang pertama

فَهُوَ فِيْ نِيَتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ

“Dan ia hanya meniatkan, maka pahala keduanya sama”

Kemudian beliau bersabda bagi golangan kedua:

فَهُوَ فِيْ نِيَتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

“Dan ia hanya meniatkan, maka dosa keduanya sama”

6. Digunakan untuk sebatas berita.

Seperti perkataan “seandainya pak guru masuk, saya akan selalu memperhatikannya dan mengambil faedah yang banyak dari beliau.” Hal ini diperbolehkan oleh Islam. Sebab RasulullahShallallahu ’alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا سُقْتُ الهَدْيِ وَلَأَحَلَلْتُ مَعَكُمْ

“Seandainya aku menemui urusanku (haji) saya tidak akan berpaling, saya tidak akan membawa hewan qurban dan pasti akan bertahalul bersama kalian” (HR. Bukhari)

Ikhwan sekalian...Takdir adalah rahasia Allah Ta’ala dan tidak perlu untuk dicari. Kita hanya diperintahkan untuk bersemangat dalam beramal. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallambersabda:

“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah Ta’ala dari pada mukmin yang lemah dan semuanya mempunyai kebaikan. Bersegeralah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah Ta’ala [dalam segala urusan] dan janganlah bersikap lemah. Dan apabila kalian mendapatkan musibah jangan katakan “seandainya saya berbuat begitu, saya akan begini atau begitu” akan tetapi telah ditetapkan Allah Ta’ala dan apa bila Dia berkehendak maka akan terlaksana, karena sesungguhnya (اللو) “seandainya” membuka amalan syaithon” (HR muslim)

Dari hadits ini Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam memberikan anjuran kepada kita untuk selalu bersemangat beramal dalam dua keadaan. Keadaan yang sesuai dengan cita-cita, dan keadaan yang tidak menyenangkan.

 

Senin, 11 September 2017

ISTRI MARAH /MENDIAMKAN SUAMI....??

Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


Setiap wanita mendambakan suami yang shalih, lembut, setia, pengertian, bertutur kata halus, berilmu, membimbing, bertanggung jawab, dan kriteria-kriteria ideal lainnya. Namun harus diingat, bahwa suami itu adalah manusia bukan malaikat.

Tak jarang, kita temukan banyak sekali ketidakpedulian, ucapan kasar, dan pukulan dari suami terkadang menghampiri seorang istri. Isak tangis pun menyeruak dari istri yang telah memiliki banyak anak tersebut. Belum lagi diperberat dengan perbuatan suami yang melanggar batasan-batasan agama.

Manakala istri masih mengharapkan kebaikan dari suaminya, maka nasihat pun ia berikan kepada suami. Namun, manakala nasihat tidak mempan lagi, terkadang seorang istri pun ngambek dengan mendiamkan suami, dengan harapan suami kembali sadar dan kembali ke jalannya yang lurus.

Inilah potret kehidupan sebuah keluarga, di mana istri tidak betah dengan perlakuan suami terhadapnya ataupun perilakunya. Bagaimana sikap seorang istri? Bolehkah istri mendiamkan suami dalam rangka menasihatinya?

Sabar senjata utama
Langkah pertama yang selayaknya ditempuh seorang istri adalah bersabar dengan kesabaran yang tidak ada batasnya. Sabar adalah menahan diri dalam ketaatan kepada Allah, dalam meninggalkan perbuatan dosa, dan dalam menghadapi musibah. Dengan sabar dalam ketaatan kepada Allah, maka dituntut dari seorang istri untuk senantiasa menjalankan hak-hak suami, meskipun suami menyakitinya. Dengan sabar dalam meninggalkan maksiat, maka istri dituntut untuk tidak melanggar batasan-batasan Allah dalam berkeluarga sehingga ia tidak dicap sebagai istri durhaka. Dan dengan sabar ketika menghadapi musibah, maka seorang istri dituntut untuk tidak banyak menggerutu, menyesal, dan tidak mengeluh karena sedang diberi cobaan dari Allah dalam menghadapi suami yang berperilaku kasar terhadapnya.

Pahala di balik kesabaran
Sabar adalah perbuatan yang amat sulit dan membutuhkan perjuangan keras, karena seseorang yang berusaha sabar berarti ia telah memikul beban yang sangat berat di pundaknya. Tidak ada yang kuat memikul beban tersebut melainkan orang yang betul-betul mengenal Allah. Karenanya, Allah U memberikan pahala yang begitu besar kepada orang-orang yang sabar.

Allah berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (az-Zumar :10)

Syekh Assa’di menjelaskan, “Sabar di sini mencakup seluruh macam kesabaran, yaitu sabar dalam menerima takdir Allah yang menyakitkan sehingga ia tidak mengeluh, sabar dalam menahan diri dari maksiat sehingga ia tidak melakukan perbuatan maksiat, dan sabar dalam taat kepada Allah sehingga ia menjalankan kewajibannya, kemudian Allah menjanjikan bagi orang-orang yang bersabar pahala yang tanpa batas, yaitu tanpa batasan tertentu dan tidak bisa dihitung maupun diperkirakan.” (Tafsir as-Sa;di : 720)

Selain itu, Allah juga bersama orang-orang yang bersabar. Artinya, jika Allah bersama orang-orang yang bersabar, maka tidak ada lagi satu hal pun yang bisa membahayakan hamba tersebut. Karena Allahlah yang akan menolongnya.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah :153)

Ayat ini menegaskan, bahwa Allah bersama orang-orang yang menjadikan sabar sebagai sifatnya, akhlaknya, dan tabiatnya.

Adapun makna Allah bersama orang-orang yang sabar adalah Allah akan menolongnya, memberi taufik kepadanya, dan membimbingnya dalam menghadapi segala problematika, sehingga kesulitan pun terasa ringan, perkara yang besar pun terasa kecil, kesulitan pun terasa mudah bahkan hilang sama sekali. (Tafsir as-Sa’di :74)

Seorang istri yang sabar dalam menghadapi suami, yang mungkin terkadang menyakitinya, ia begitu yakin bahwa apa yang ia lakukan adalah ladang ibadah, niscaya Allah akan memberikan kemudahan kepadanya dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi.

Allah berfirman :

{الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا }

Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (al-Mulk ayat : 2)

Semua pemberian dunia dari Allah  kepada seorang hamba adalah untuk dilihat bagaimana hamba tersebut beramal dengan cara yang diperintahkan Allah. Mobil, tanah, tabungan, suami, anak, kedudukan, dan semua yang bersifat duniawi diberikan Allah untuk menguji apakah seorang hamba sanggup menggunakan dan semua pemberian itu untuk beramal shalih yang diridhai Allah atau tidak.

Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam - bersabda,

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya dunia itu manis. Dan sesungguhnya Allah telah menunjuk kalian sebagai khalifah (dengan cara membuat kalian menguasainya) di dalamnya. Kemudian Allah memerhatikan bagaimana kalian beramal.” (Riwayat Muslim 13/286)

Bijak dalam memberi nasihat
Setelah berusaha sabar, maka langkah berikutnya adalah sang istri berusaha memberi nasihat suaminya. Yang perlu diingat, tidak semua orang yang ingin memberi nasihat tahu bagaimana cara memberi nasihat, sehingga betapa banyak kalimat baik hanya menjadi penghalang kebaikan hanya karena salah penyampaian kalimat tersebut. Dari sini, ada beberapa adab yang diperhatikan istri ketika ingin menasihati suaminya, antara lain :

1. Meluruskan niat saat menasihati, yaitu hanya karena mengharap wajah Allah, ia betul-betul mengharapkan kebaikan dari orang yang ia nasihati, bukan hanya karena ingin tersohor karena dikatakan istri yang shalihah, bukan karena ingin membuka aib dan mencela suami, dan juga bukan karena balas dendam.

Dikatakan niat istri lurus jika ia dalam menasihati jika ia dalam menasihati ingin melaksanakan perintah Allah, karena besarnya kasih sayangnya kepada suami, dan ingin kebenaran menang mengalahkan kebatilan dan keburukan.

2. Lemah lembut dalam memberi nasihat

Memberi nasihat adalah menginginkan kebaikan pada orang yang akan diberi nasihat. Jika yang akan diberi nasihat berbuat salah, tentunya kita ingin dia menyadari kesalahannya, dan hal ini sulit tercapai jika tidak dibarengi kelemah lembutan dalam memberi nasihat. Apalagi yang diberi nasihat adalah suami yang merupakan pemimpin baginya, suami yang kedudukannya lebih tinggi darinya, sehingga kelemah lembutan dalam memberi nasihat sebuah keharusan.

Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – menegaskan,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya tidaklah lemah lembut mengiringi sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan berubah menjadi buruk.” (Diriwayatkan oleh Muslim 16/493)

3. Memilih waktu dan tempat yang tepat

Tidak kalah penting dari sebelumnya dalam memberi nasihat adalah memilih waktu dan tempat yang tepat. Tidak semua perkataan yang ingin diucapkan seseorang itu harus diucapkan saat itu juga. Ia harus memperhatikan waktu dan tempat yang tepat. Karena kemungkinan suami belum siap karena sedang dalam masalah lainnya, atau di tempat yang memang tidak tepat untuk memberi nasihat. Jika dilaksanakan, justru akan memperkeruh keadaan.

4. Memberi kesempatan suami untuk mengubah diri

Mengubah watak dan perilaku seseorang tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan. Perubahan perilaku membutuhkan waktu dan proses. Sehingga, istri harus menambah kesabaran untuk menanti perubahan dari suaminya.

5.Berdoa kepada Allah dan bertawakal

Setelah berupaya dengan segenap tenaga yang ia miliki, ia pun harus sering berdoa memohon kepada Allah agar suaminya diberi hidayah. Karena semua qalbu manusia itu di tangan Allah, Allah membolak balikkan qalbu seseorang sesuai kehendak-Nya. Setelah itu, ia pun menyerahkan hasilnya kepada Allah. Dengan tawakal yang sebenar-benarnya, Allah akan menjadi penolongnya.

Tidak membalas keburukan dengan keburukan
Setelah mengetahui adab-adab seorang istri menasihati suami, maka bisa disimpulkan bahwa istri tidak boleh mendiamkan suami karena ingin menasihatinya. Karena hal itu berarti menafikan kesabaran yang menuntut pemiliknya untuk menahan diri dari perbuatan salah, padahal mendiamkan suami adalah perbuatan salah karena bukan hak istri untuk memboikot suami. Selain itu, mendiamkan suami bukanlah adab dalam menasihati. Sehingga, nasihat yang tidak disertai adab-adab nasihat kemungkinan kecil akan berhasil.

Demikianlah, semoga memberi manfaat bagi kita semua.



📚Ditulis oleh : Ust. Abu Rufaid Agus Susehno, Lc
Sumber : Rubrik Fikih Keluarga, Majalah Sakinah, Vol. 11 No. 11



Selasa, 22 Agustus 2017

MENYINGKAP RAHASIA KEAJAIBAN BUMI DALAM AL QURAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh


Sebelum menyingkap rahasia dan keajaiban ciptaan Allah di dalam Al Qur’an, kita perlu mengawalinya dengan berpikir tentang ayat-ayat Allah. Dan dalam berpikir tentang ayat-ayat Allah, percayalah bahwa Al Qur’an is always one step ahead of science. Penjelasan Al Qur’an selalu selangkah atau bahkan lebih maju dibandingkan penemuan-penemuan sains modern. Hal ini tidaklah aneh, sebab sains adalah usaha manusia untuk memahami ciptaanNya beserta hukum-hukum yang meliputinya dan Al Qur’an adalah kitab yang diturunkan sebagai petunjuk tentang berbagai hal, baik yang sudah diketahui maupun yang belum dipahami manusia sebelumnya. Jika kita memakai sains sebagai acuan untuk ‘membaca’ Al-Qur’an, suatu saat kita akan mendapati sains yang tergopoh-gopoh dalam ‘mengikuti’ Al Qur’an.

Allah dalam Al Qur’an Surat Al Mulk ayat 3 dan 4 memberi ‘tantangan’ kepada manusia untuk mengobservasi apakah ada yang tidak seimbang (disorder) pada ciptaanNya. Pun hingga pengobservasi lelah, niscaya tak akan ditemukan ketidakseimbangan. Lebih jauh dari itu, antara Al Qur’an (ayatqouliyah) dan objek ciptaanNya yang lain (ayat kauniyah) pun tidak akan ditemukan ketidakselarasan. Mari kita coba gunakan peta pikir berikut: Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui memberi ‘jalan formal’ berupa wahyu kepada rasul-rasulNya berupa ayat-ayat qouliyah, ayat-ayat yang terfirman. Ayat-ayat qouliyahtersebut merupakan pedoman hidup bagi manusia dan kebenarannya bersifat mutlak sepanjang masa. Beriringan atau setelahnya, Allah juga memberi ‘jalan non-formal’ berupa ilham kepada manusia, baik muslim ataupun bukan, berupa ilmu untuk membaca ayat-ayat kauniyah, ayat-ayat yang terhampar. Saat ini kita sudah mengenal berbagai ilmu untuk membaca ayat-ayat kauniyah seperti biologi, fisika, kimia, dll. yang biasa kita kategorikan sebagai sains. Karena berupa akumulasi temuan-temuan manusia dari berbagai masa, sains sendiri bersifat eksperimental dan kebenarannya bersifat relatif bergantung pada kemajuan berpikir dan peradaban manusia itu sendiri.

Kedua ‘jalan’ dalam peta berpikir di atas bukan merupakan prioritas kesatu dan kedua, sebab keduanya diperlukan untuk berpikir dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah. Yang menarik adalah ayat qouliyah ini sering mengisyaratkan ayat kauniyah. Coba renungkan kedua ayat berikut dan coba cari hubungannya dengan ilmu-ilmu yang sudah kita pelajari:
”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tiadakah kamu cukup bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Al Qur’an Surat Fushshilat (41) ayat 53)
”Sekiranya kami turunkan al Qur’an ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir” (Al Qur’an surat Al Hasyr (59) ayat 21)

Dalam ayatNya yang lain, yakni Surat Al Anbiya (21) ayat 30, Allah menyampaikan bahwa bumi dan langit dahulunya padu dan kemudian dipisahkan antara keduanya. Hal ini mirip dengan teori Big Bang, di mana alam semesta dimodelkan berawal dari satu poin dan terus mengembang. Namun Big Bang sendiri sejauh ini masih berupa teori – karenanya masih perlu pembuktian-pembuktian untuk memperkuat kedudukannya. Tapi ini terlihat seperti sejalan dengan yang ada dalam Al Qur’an. Setelah “bang” terjadi pengembangan hingga pada suatu masa tertentu terjadi peningkatan kecepatan perkembangan. Ekspansi/perkembangan terjadi karena adanya supernova dari bintang yang berada pada jarak yang paling jauh di alam semesta. Pertanyaannya: apakah alam semesta akan berkembang terus menerus?Al Qur’an memberi beberapahint bagi kita,  “(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama. Begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati. Sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanannya” (Al Qur’an Surat Al Anbiya’ (21) ayat 104)

Pada ayat yang lain disebutkan ”Sesungguhnya Allah Menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap. Dan sungguh, ketika keduanya akan lenyap tidak dapat seorangpun yang dapat menahannya kecuali Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (Al Qur’an surat al Faathir ayat 41).
Bumi ditahan agar tidak lenyap, bagaimana cara menahannya? Apakah bumi ini digantung? Dimana gantungannya? Tak ada. Yang kita tahu adalah terdapat sebuah gaya yang disebut gaya gravitasi dan itu menjadi penahan planet-planet dan galaksi-galaksi. Gaya gravitasi ini kita pelajari sebagai Hukum gravitasi universal.  Dari bumi yang mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh gravitasi bulan, matahari, planet-planet di tata surya, oleh galaksi bima sakti sendiri dan bahkan gravitasi galaksi selain bima sakti, Allah-lah yang menciptakan itu semua. Bagaimana apabila jarak antara bumi-matahari makin didekatkan sehingga gravitasinya juga berubah? Yang paling mudah ditebak adalah hilangnya air yang dibutukan penghuni bumi. Bagaimana bila bumi digeser menjauh dari matahari? Maka gas-gas yang ringan akan berkumpul semua di bumi. Dengan kata lain bumi diletakkan dan ditahan oleh Allah dalam posisi yang sangat pas untuk keberlangsungan kehidupan. Inilah kuasa AllahSubhanahu wata’ala.

Kita juga telah mengenal geothermal, anugerah Allah yang ditanam dalam bumi berupa panas yang dapat dimanfaatkan. Energi yang terletak pada claycap dapat dimanfaatkan dalam bentuk uap panas dengan tekanan yang sangat besar. Pemanfaatan itu dapat berbentuk listrik untuk disebarkan kepada penduduk, atau sebagai green house, atau bisa juga untuk pengeringan hasil perkebunan-pertanian, penghangatan air agar ikan bisa gemuk, dan lain-lain. Keunggulan energi geothermal adalah sifatnya terbarukan (renewable), ramah lingkungan, tidak tergantung pada pergantian musim, dan masih banyak lagi. Sekarang coba cari isyarat mengenai geotermal dalam Al Qur’an atau sunnah.

Mari sekali lagi kita renungkan ayatNya yang lain:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu,”Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan,”Berdirilah kamu”, maka berdirilah niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al Qur’an Surat Al Mujadilah ayat 11)


Selasa, 11 Juli 2017

10 PEMBATAL KEISLAMAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh


Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya:

●1. MENYEKUTUKAN ALLAH ( SYIRIK ).

○Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah.
□Misalnya berdo’a,
□memohon syafa’at,
□bertawakkal,
□beristighatsah,
□bernadzar,
□menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah,
□seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat.

■Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya...” [An-Nisaa': 48]

■Dan Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” [Al-Maa-idah: 72]

●2. ORANG YANG MEMBUAT PERANTARA ANTARA DIRINYA DENGAN ALLAH,

○yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka.
Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama).

■Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa': 56-57][2]

●3. TIDAK MENGAKAFIRKAN ORANG-ORANG MUSYRIK, ATAU MERAGUKAN KEKAFIRAN MEREKA, ATAU MEMBENARKAN PENDAPAT MEREKA

○Yaitu orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir baik dari
•Yahudi,
•Nasrani maupun
•Majusi,
•orang-orang musyrik,
•atau orang-orang mulhid (Atheis),
•atau selain itu dari berbagai macam kekufuran,
•atau ia meragukan kekufuran mereka,
•atau ia membenarkan pendapat mereka, maka ia telah kafir.

■Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam...” [Ali ‘Imran: 19][3]

○Termasuk juga seseorang yang memilih kepercayaan selain Islam, seperti
•Yahudi,
•Nasrani,
•Majusi,
•Komunis,
•sekularisme,
•Masuni,
•Ba’ats atau keyakinan (kepercayaan) lainnya yang jelas kufur, maka ia telah kafir.

■Juga firman-Nya:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]

■Hal ini dikarenakan Allah Ta’ala telah mengkafirkan mereka,
■namun ia menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, ia tidak mau mengkafirkan mereka,
■atau meragukan kekufuran mereka,
■atau ia membenarkan pendapat mereka, sedangkan kekufuran mereka itu telah menentang Allah Subhanahu wa Ta'ala.

■Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” [Al-Bayyinah: 6]

■Yang dimaksud Ahlul Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani,
■sedangkan kaum musyrikin adalah orang-orang yang menyembah ilah yang lain bersama Allah.[4]

●4. MEYAKINI ADANYA PETUNJUK YANG LEBIH SEMPURNA DARI SUNNAH NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM.

○Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
○atau orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
○seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia telah kafir.

○Termasuk juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang dibuat manusia lebih afdhal (utama) daripada sya’riat Islam,
○atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di zaman sekarang ini,
○atau orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab ketertinggalan ummat.
○Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berzina sudah tidak sesuai lagi di zaman sekarang.

○Juga orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil syar’i yang telah tetap,
•seperti zina,
•riba,
•meminum khamr,
•dan berhukum dengan selain hukum Allah atau selain itu,
maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ para ulama.

■Allah Ta’ala berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [Al-Maa-idah: 50]

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“... Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” [Al-Maa-idah: 44]

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim.” [Al-Maa-idah: 45]

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” [Al-Maa-idah: 47]

●5. TIDAK SENANG DAN MEMBENCI HAL-HAL YANG DIBAWA OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM, MESKIPUN IA MELAKSANAKANNYA, MAKA IA TELAH KAFIR.

○Yaitu orang yang marah, murka, atau benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, walaupun ia melakukannya, maka ia telah kafir.

■Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah (Al-Qur-an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 8-9]

■Juga firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى ۙ الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ ۖ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) setelah jelas petunjuk bagi mereka, syaithan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): ‘Kami akan mematuhimu dalam beberapa urusan,’ sedangkan Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka dan punggung mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 25-28]

●6. MENGHINA ISLAM

○Yaitu orang yang mengolok-olok (menghina)
•Allah dan Rasul-Nya,
•Al-Qur-an,
•agama Islam,
•Malaikat
•atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki.
○Atau menghina salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam,
•seperti shalat,
•zakat,
•puasa,
•haji,
•thawaf di Ka’bah,
•wukuf di ‘Arafah
•atau menghina masjid, adzan,
•memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lainnya,
•dan syi’ar-syi’ar agama Allah pada tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir.

■Allah Ta’ala berfirman:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

“… Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah: 65-66]

■Dan firman Allah Ta’ala:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” [Al-An’aam: 68]

●7. MELAKUKAN SIHIR

○Yaitu melakukan praktek-praktek sihir, termasuk di dalamnya ash-sharfu dan al-‘athfu.
○Ash-sharfu adalah perbuatan sihir yang dimaksudkan dengannya untuk merubah keadaan seseorang dari apa yang dicintainya, seperti memalingkan kecintaan seorang suami terhadap isterinya menjadi kebencian terhadapnya.

○Adapun al-‘athfu adalah amalan sihir yang dimaksudkan untuk memacu dan mendorong seseorang dari apa yang tidak dicintainya sehingga ia mencintainya dengan cara-cara syaithan.

■Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“...Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir...’” [Al-Baqarah: 102]

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.

‘Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah (pelet) adalah perbuatan syirik.’” [5]

●8. MEMBERIKAN PERTOLONGAN KEPADA ORANG KAFIR DAN MEMBANTU MEREKA DALAM RANGKA MEMERANGI KAUM MUSLIMIN

○Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin bagimu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [Al-Maa-idah: 51][6]

○Juga firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan sebagai pemimpin, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada Allah jika kamu benar-benar orang yang beriman.” [Al-Maa-idah: 57]

●9. MEYAKINI BAHWA MANUSIA BEBAS KELUAR DARI SYARI'AT NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM.

○Yaitu orang yang mempunyai keyakinan bahwa sebagian manusia diberikan keleluasaan untuk keluar dari sya’riat (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi Khidir dibolehkan keluar dari sya’riat Nabi Musa Alaihissallam, maka ia telah kafir.

○Karena seorang Nabi diutus secara khusus kepada kaumnya, maka tidak wajib bagi seluruh menusia untuk mengikutinya.

○Adapun Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia secara kaffah (menyeluruh), maka tidak halal bagi manusia untuk menyelisihi dan keluar dari syari’at beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

■Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua...’” [Al-A’raaf: 158]

■Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Saba’: 28]

■Juga firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa': 107]

■Allah Ta’ala berfirman:

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” [Ali ‘Imran: 83]

■Dan dalam hadits disebutkan:

وَاللهِ، لَوْ أَنَّ مُوْسَى حَيًّا لَمَا وَسِعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِيْ.

“Demi Allah, jika seandainya Musa q hidup di tengah-tengah kalian, niscaya tidak ada keleluasaan baginya kecuali ia wajib mengikuti syari’atku.”[7]

●10. BERPALING DARI AGAMA ALLAH TA’ALA, IA TIDAK MEMPELAJARINYA DAN TIDAK BERAMAL DENGANNYA.

○Yang dimaksud dari berpaling yang termasuk pembatal dari pembatal-pembatal keislaman adalah berpaling dari mempelajari pokok agama yang seseorang dapat dikatakan Muslim dengannya, meskipun ia jahil (bodoh) terhadap perkara-perkara agama yang sifatnya terperinci.
○Karena ilmu terhadap agama secara terperinci terkadang tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali para ulama dan para penuntut ilmu.

■Firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنذِرُوا مُعْرِضُونَ

“... Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” [Al-Ahqaaf: 3]

■Firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا ۚ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” [As-Sajdah: 22]

■Firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” [Thaahaa: 124]

■Yang mulia ‘Allamah asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alusy Syaikh ketika memulai Syarah Nawaaqidhil Islaam, beliau berkata:

○“Setiap Muslim harus mengetahui bahwa membicarakan pembatal-pembatal keislaman
○dan hal-hal yang menyebabkan kufur dan kesesatan termasuk dari perkara-perkara yang besar dan penting yang harus dijalani sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
○Tidak boleh berbicara tentang takfir dengan mengikuti hawa nafsu dan syahwat, karena bahayanya yang sangat besar.
○Sesungguhnya seorang Muslim tidak boleh dikafirkan dan dihukumi sebagai kafir kecuali sesudah ditegakkan dalil syar’i dari Al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
○sebab jika tidak demikian orang akan mudah mengkafirkan manusia, fulan dan fulan, dan menghukuminya dengan kafir atau fasiq dengan mengikuti hawa nafsu dan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sesungguhnya yang demikian termasuk perkara yang diharamkan.

■Allah berfirman:

فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Al-Hujuraat: 8]

○Maka, wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati,
○tidak boleh melafazhkan ucapan atau menuduh seseorang dengan kafir atau fasiq kecuali apa yang telah ada dalilnya dari Al-Qur-an dan As-Sunnah.
○Sesungguhnya perkara takfir (menghukumi seseorang sebagai kafir) dan tafsiq (menghukumi seseorang sebagai fasiq) telah banyak membuat orang tergelincir dan mengikuti pemahaman yang sesat.
○Sesungguhnya ada sebagian hamba Allah yang dengan mudahnya mengkafirkan kaum Muslimin hanya dengan suatu perbuatan dosa yang mereka lakukan atau kesalahan yang mereka terjatuh padanya,
○maka pemahaman takfir ini telah membuat mereka sesat dan keluar dari jalan yang lurus.” [8]

■Imam asy-Syaukani (Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani, hidup tahun 1173-1250 H) rahimahullah berkata:

○“Menghukumi seorang Muslim keluar dari agama Islam dan masuk dalam kekufuran tidak layak dilakukan oleh seorang Muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,
○melainkan dengan bukti dan keterangan yang sangat jelas lebih jelas daripada terangnya sinar matahari di siang hari.
○Karena sesungguhnya telah ada hadits-hadits yang shahih yang diriwayatkan dari beberapa Sahabat, bahwa apabila seseorang berkata kepada saudaranya:
‘Wahai kafir,’ maka (ucapan itu) akan kembali kepada salah seorang dari keduanya.
○Dan pada lafazh lain dalam Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim dan selain keduanya disebutkan,
‘Barangsiapa yang memanggil seseorang dengan kekufuran, atau berkata musuh Allah padahal ia tidak demikian maka akan kembali kepadanya.’

■Hadits-hadits tersebut menunjukkan tentang besarnya ancaman dan nasihat yang besar, agar kita tidak terburu-buru dalam masalah kafir mengkafirkan.” [9]

■Pembatal-pembatal keislaman yang disebutkan di atas adalah hukum yang bersifat umum.
■Maka, tidak diperbolehkan bagi seseorang tergesa-gesa dalam menetapkan bahwa orang yang melakukannya langsung keluar dari Islam.
■Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

○“Sesungguhnya pengkafiran secara umum sama dengan ancaman secara umum. Wajib bagi kita untuk berpegang kepada kemutlakan dan keumumannya.
○Adapun hukum kepada orang tertentu bahwa ia kafir atau dia masuk Neraka, maka harus diketahui dalil yang jelas atas orang tersebut, karena dalam menghukumi seseorang harus terpenuhi dahulu syarat-syaratnya serta tidak adanya penghalang.” [10]

■Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Syarat-syarat seseorang dapat dihukumi sebagai kafir adalah:
1. Mengetahui (dengan jelas),
2. Dilakukan dengan sengaja, dan
3. Tidak ada paksaan.

■Sedangkan intifaa-ul mawaani’ (penghalang-penghalang yang menjadikan seseorang dihukumi kafir ) yaitu kebalikan dari syarat tersebut di atas: (1) Tidak mengetahui, (2) tidak disengaja, dan (3) karena dipaksa. [11]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah □Ahlus Sunnah Wal Jama'ah,
□Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
□Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i,
□Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]

___
Footnote

[1]. Pembahasan ini dinukil dari
■Silsilah Syarhil Rasaa-il lil Imaam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab v (hal. 209-238) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan, cet. I, th. 1424 H;
■Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah lisy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin ‘Abdirrahman bin Baaz v (I/130-132) dikumpulkan oleh Dr. Muhammad bin Sa’d asy-Syuwai’ir, cet. I/ Darul Qasim, th. 1420 H;
■al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid (hal. 45-53) oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin ‘Ali al-Yamani al-Washabi al‘Abdali, cet. VII/ Maktabah al-Irsyad Shan’a, th. 1422 H;
■dan at-Tanbiihatul Mukhtasharah Syarhil Waajibaat al-Mutahattimaat al-Ma’rifah ‘alaa Kulli Muslim wa Muslimah (hal. 63-82) oleh Ibrahim bin asy-Syaikh Shalih bin Ahmad al-Khurasyi, cet. I/ Daar ash-Shuma’i, th. 1417 H.

[2]. Lihat juga QS. Saba’: 22-23 dan az-Zumar: 3.

[3]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 217, al-Maa-idah: 54, Muhammad: 25-30,

[4]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 17, al-Maa-dah: 54, al-Maa-idah: 72-73, an-Nisaa': 140, al-Baqarah: 217, Muhammad: 25-30,

[5]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3883) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 1632) dan Silsilah ash-Shohiihah (no. 331). Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim (IV/217), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad (I/381), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir (X/262), Ibnu Hibban (XIII/456) dan al-Baihaqi (IX/350).

[6]. Lihat QS. Ali ‘Imran: 100-101 dan QS. Mumtahanah: 13.

[7]. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Irwaa’ (VI/34, no. 1589) dan ia menyebutkan delapan jalan dari hadits tersebut. Dan jalan ini telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsiirnya pada ayat 81 dan 82 dari surat Ali ‘Imran.

[8]. Dinukil dari at-Tabshiir bi Qawaa-idit
Takfiir (hal. 42-44) oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halabi.

[9]. Sailul Jarraar al-Mutadaffiq ‘alaa Hadaa-iqil Az-haar (IV/578).

[10]. Majmuu’ Fataawaa (XII/498) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

[11]. Lihat Majmuu’ Fataawaa (XII/498), Mujmal Masaa-ilil Iimaan wal Kufr al-‘Ilmiy-yah fii Ushuulil ‘Aqiidah as-Salafiyyah (hal. 28-35, cet. II, th. 1424 H) dan at-Tab-shiir bi Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44).


Rabu, 28 Juni 2017

ISLAM BUKAN WARISAN DAN DAULAH UNTUK PEMUDA

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 



ISLAM BUKAN WARISAN 


Islam Bukan Warisan Nenek Moyang dan Orang Tua. Agama Islam bukanlah agama yang semata-mata diwariskan dari nenek moyang atau dari kedua orangtuanya kepada anak-anaknya. Sudah terlalu banyak bukti bahwa Islam adalah agama fitrah yang sesuai dengan fitrah manusia.

Allah Ta’ala berfirman,

ﻓَﺄَﻗِﻢْ ﻭَﺟْﻬَﻚَ ﻟِﻠﺪِّﻳﻦِ ﺣَﻨِﻴﻔًﺎ ۚ ﻓِﻄْﺮَﺕَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻓَﻄَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ۚ ﻟَﺎ ﺗَﺒْﺪِﻳﻞَ ﻟِﺨَﻠْﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ۚ ﺫَٰﻟِﻚَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟْﻘَﻴِّﻢُ ﻭَﻟَٰﻜِﻦَّ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟَﺎ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” 

📖(Ar-Ruum: 30).


Al-Qurthubi membawakan makna fitrah dalam tafsir, yaitu bermakna Islam. Beliau berkata:

ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻣﺬ ﺧﻠﻘﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺁﺩﻡ ﺟﻤﻴﻌﺎ

“Maknanya yaitu Islam, Ini sejak Allah menciptakan nabi Adam dan seluruh manusia” 📚(LIhat tafsir Qurthubi).


Islam Ada Sejak Zaman Nabi Adam
Perlu diketahui terkait tafsir Al-Quthubi bahwa memang agama Islam itu sudah ada sejak zaman Nabi Adam, karena pengertian Islam secara umum adalah sebagaimana berikut:

َﺍْﻹِﺳْﻼَﻡُ : َﺍْﻹِﺳْﺘِﺴْﻼَﻡُ ِﻟﻠﻪِ ﺑِﺎﻟﺘَّﻮْﺣِﻴْﺪِ ﻭَﺍْﻹِﻧْﻘِﻴَﺎﺩُ ﻟَﻪُ ﺑﺎِﻟﻄَّﺎﻋَﺔِ ﻭَﺍﻟْﺒَﺮَﺍﺀَﺓُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙِ ﻭَﺃَﻫْﻠِﻪِ .

“Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya” 

📚(Utsul Tsalatsah Syaikh At-Tamimi).


Semua Nabi dan Rasul Mendakwahkan Tauhid
Karenanya semua dakwah nabi dan para Rasul sama yaitu mendakwahkan tauhid dan berlepas dari kesyirikan. Allah berfirman,

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺑَﻌَﺜْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺭَﺳُﻮﻻً ﺃَﻥِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’” 📖(QS. An-Nahl: 36).


Setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan Islam dalam pengertian lebih khusus yaitu syariat Islam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah beliau diutus semua agama harus mengikuti syariat Islam beliau. Beliau menjelaskan seandainya Nabi Musa hidup di zaman beliau maka harus mengikuti beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﻣُﻮﺳَﻰ ﻛَﺎﻥَ ﺣَﻴًّﺎ ﻣَﺎ ﻭَﺳِﻌَﻪُ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَّﺒِﻌَﻨِﻲ

“Seandainya Musa ‘alaihissalam masih hidup niscaya tidak diperkenan baginya melainkan dia harus mengikutiku” (HR. Ahmad).

Agama Islam Bukan Warisan
Agama Islam bukan warisan tetapi karena hidayah yang Allah berikan kepada yang dikehendaki sesuai dengan ilmu dan hikmah Allah. Buktinya misalnya, Ada orang yang orang tuanya Islam tetapi setelah baligh/dewasa ia malah murtab dan sebaliknya ada yang kedua orang tuanya non-muslim kemudian mendapat hidayah dan menjadi Islam.

-Nabi Nuh mempunyai anak yang tidak ikut agama nabi Nuh dan Nabi Nuh tidak bisa mewariskan kepada semua anaknya.

-Nabi Ibrahim tidak mendapatkan warisan ajaran bapaknya dan semua kaumnya yang menyembah berhala.

Sebagai bukti keadilan Allah, semua anak dilahirkan di atas fitrah yaitu agama Islam. Meskipun kedua orang tuanya bukan Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻛُﻞُّ ﺇِﻧْﺴَﺎﻥٍ ﺗَﻠِﺪُﻩُ ﺃُﻣُّﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓِ، ﻓَﺄَﺑَﻮَﺍﻩُ ﻳُﻬَﻮِّﺩَﺍﻧِﻪِ ﺃَﻭْ ﻳُﻨَﺼِّﺮَﺍﻧِﻪِ ﺃَﻭْ ﻳُﻤَﺠِّﺴَﺎﻧِﻪِ

“Setiap manusia dilahirkan ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” 

📙(HR. Muslim).

Orang Tua yang Menjadikan Berbeda Agama?
Orang tua mereka yang memberi “cap” agama selain Islam. Ini hanya “cap” saja sampai mereka baligh. Jika sebelum baligh/dewasa mereka meninggal maka sebagai bukti keadilan Allah, mereka masuk surga semuanya. Karena memang mereka belum baligh dan belum bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Mereka dalam asuhan Nabi Ibrahim di surga sebagaimana dalam hadits berikut.

ﻭَﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ ﻓِﻰ ﺃَﺻْﻞِ ﺍﻟﺸَّﺠَﺮَﺓِ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ – ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ – ﻭَﺍﻟﺼِّﺒْﻴَﺎﻥُ ﺣَﻮْﻟَﻪُ ﻓَﺄَﻭْﻻَﺩُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ

“Orang tua di bawah pohon adalah Ibrahim. Sedangkan anak-anak kecil yang ada di sekitarnya adalah anak-anak umat manusia (yang mati sebelum baligh).”

Pendapat ulama yang lainnya bahwa anak-anak yang belum baligh akan diuji lagi oleh Allah kelak sebagaimana orang buta, tuli dan orang yang memang tidak sampai ajaran Islam pada mereka sama sekali. Adapun jika telah baligh, mereka sudah bisa berpikir dan merenung serta sudah bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Mereka sudah bisa memilih dan membedakan mana yang baik dan buruk. Sangat jelas ajaran agama Islam adalah yang paling sesuai dengan fitrah dan logika manusia. Jika mencari agama selain Islam, maka akan merugi. Allah berfirman,

ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺒْﺘَﻎِ ﻏَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻼﻡِ ﺩِﻳﻨًﺎ ﻓَﻠَﻦْ ﻳُﻘْﺒَﻞَ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮِﻳﻦَ

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” 

📖(QS. Ali Imran: 85).


Tidak Bisa Memilih Islam Sejak Lahir
Sebagian orang protes dengan ketidakadilan bahwa orang-orang yang lahir dari orang tua dan tempat yang bukan beragama Islam maka dia otomatis tidak beragama Islam (tidak mewarisi Islam). Tidak demmikian, banyak yang keadaannya demikian tetapi bisa beragama Islam dan mendapatkan hidayah. Kemudian mengapa mereka hanya protes pada agama saja. Mengapa tidak protes dengan orang yang lahir ada yang pintar, ada yang bodoh. Ada yang lahir di keluarga kaya, ada juga yang lahir di keluarga miskin.

Yang benar adalah semuanya sudah ditetapkan dalam takdir Allah dan sesuai dengan ilmu serta hikmah Allah. Kita sebagai manusia dan Hamba-Nya sangat tidak layak bertanya-tanya “Mengapa Allah takdirkan ini, mengapa tidak Allah takdirkan itu.” Karena kita hanya hamba dan kitalah yang akan ditanya (diminta pertanggung jawaban) atas perbuatan kita sedangkan Allah tidak ditanya.

Allah berfirman,

ﻟَﺎ ﻳُﺴْﺄَﻝُ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﻔْﻌَﻞُ ﻭَﻫُﻢْ ﻳُﺴْﺄَﻟُﻮﻥَ

“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat -Nya dan merekalah yang akan ditanyai” 

📖(Al-Anbiya`: 23).


Tentu sangat tidak layak seorang pembantu/budak ketika di suruh majikannya kemudian protes, mengapa ia harus melakukan hal tersebut. Apalagi dengan Rabb pencipta, tentu sangat tidak layak.



DAULAH UNTUK PEMUDA 


Wahai Para Pemuda, Inilah Daulah Kalian, Bersegeralah !



Oleh: Abu Bakar Aman Al Hattari (@aman12000)

Terjemah: Syahid Salim


Pemuda adalah tonggak bangsa dan tiang negara. Dengan peran dan di atas mereka tegaknya peradaban. Pada pundak-pundak mereka bangkitnya bangsa dan negara. Bangsa tanpa pemuda takkan pernah survive. Pemuda dalam islam mendapat mahkota kehormatan yang agung. Sejarah panjang islam penuh dengan catatan emas pemuda-pemuda agung yang takkan pernah terlupakan apalagi terhapuskan dari ingatan manusia.

Sejak merekahnya fajar kenabian para pemuda telah menjadi tumpuan dakwah muhammadiyah. Benturan-benturan yang terjadi setelahnya menjadi saksi kepahlawanan, jihad, dan pengorbanan mereka. Dalam lembaran buku-buku sejarah, dituliskan bahwa pemuda adalah pencetus dan penyebar dakwah. Bahkan mereka telah memberikan contoh keteguhan dan konsistensi dalam dakwah kepada ummat islam.

Tidaklah suatu bangsa hidup dalam kerendahan dan kehinaan, dan tidak pula bangkit meraih martabat dan kemuliaan kecuali engkau dapati pemuda adalah faktor utama perubahan-perubahan yang terjadi saat ini.

Wahai pemuda umat! Inilah contoh nyata yang telah tergores dalam sejarah untuk dijadikan panutan pada zaman krisis panutan ini. Maka jalanilah langkah mereka dan ikutilah jejak mereka. Sungguh ummat islam telah menunggu kalian.

Cukuplah generasi sahabat dan tabi’in sebagai panutan bagi siapa saja yang berusaha mengembalikan kemuliaan dan naik menuju langit kemegahan.

Kisah mereka sudah terabadikan, tinggal diwujudkan dalam kenyataan.


Usamah bin Zaid 18 tahun; Memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu.


Sa’d bin Abi Waqqash 17 tahun; Yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah. Termasuk dari enam orang ahlus syuro. Rasul Shallallahu’alahi wasallam bersabda tentangnya: “Ini adalah pamanku, ayo mana paman kalian”.


Al Arqam bin Abil Arqam 16 tahun; Menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasul Shallallahu’alahi wasallam selama 13 tahun berturut-turut.


Zubair bin Awwam 15 tahun; Yang pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah. Diakui oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai hawari-nya.

Zaid bin Tsabit 13 tahun; Penulis wahyu. Dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penterjemah Rasul Shallallu’alalihi wasallam. Hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi Al Qur’an.


Atab bin Usaid; Diangkat oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai gubernur Makkah pada umur 18 tahun.

Mu’adz bin Amr bin Jamuh 13 tahun dan Mu’awwidz bin ‘Afra 14 tahun; Membunuh Abu Jahal, jenderal kaum musyrikin, pada perang Badar.


Thalhah bin Ubaidullah 16 tahun; Orang Arab yang paling mulia. Berbaiat untuk mati kepada Rasul Shallallahu’alaihi wasallam pada perang Uhud dan menjadikan dirinya sebagai tameng.


Muhammad Al Fatih 22 tahun; Menaklukkan Konstantinopel ibukota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa.

Abdurrahman An Nashir 21 tahun; Pada masanya Andalusia mencapai puncak keemasannya. Dia mampu menganulir berbagai pertikaian dan membuat kebangkitan sains yang tiada duanya.

Muhammad Al Qasim 17 tahun; Menaklukkan India sebagai seorang jenderal agung pada masanya.


Kisah yang tak terhitung dalam goresan sejarah islam. Cukuplah hal itu sebagai pengingat keagungan pemuda dalam masyarakat islam. Barat sadar akan keagungan pemuda. Maka mereka gariskan konspirasi dan curahkan segala daya untuk mengumumkan perang tanpa belas kasihan kepada pemuda.


Konspirasi musuh-musuh umat islam dalam perang terhadap pemuda tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Namun kita sebutkan beberapa langkah mereka:

1. Mengekspor pemikiran demokrasi yang damai dan mempengaruhi para pemuda untuk memeluk ide impor ini serta menjadikan mereka sebagai pakan dalam konflik dan revolusi demokratik ini.

2. Membiarkan sekte-sekte bid’ah (Rafidhah dan Sufi) serta kelompok-kelompok menyimpang (Murji’ah dan kelompok pecinta damai) untuk menyebarkan pemikirannya dikalangan pemuda.

3. Membuka lebar pintu syahwat kepada korbannya, membentuk channel-channel untuk menyebarkan racun dan menanamkan sedimentasi intelektual. Seorang pemuda bingung takkan pernah mampu bertahan melawan hantaman gelombang.

4. Jalan menuju syahwat yang diharamkan terbuka lebar tanpa membutuhkan biaya banyak dan tanpa penjagaan seorangpun.

5. Menyibukkan pemuda dengan hobi-hobi yang tak berguna (Olahraga dengan seluruh channel, klub dan supporternya). Agar para pemuda islam tersibukkan dari kondisi ummat.

Sehingga hari ini kita mengingat sejarah yang gemilang, menderita karena kenyataan yang menyakitkan dan berharap masa depan yang cerah. Bukankah malam gelap berlalu dengan terbitnya fajar cerah dengan cahaya kemegahan dan kemuliaan? Namun bagaimana?


Inilah Daulah Islamiyah mengembalikan kemuliaan kita, membangun menara khilafah kita dan mengembalikan sejarah kita dari cengkeraman penguasa murtad dan tentara salib.


Wahai yang menginginkan kemenangan islam! Hendaklah kalian bersama Daulah Islam

Wahai yang berharap kembalinya khilafah! Hendaklah kalian bersama daulah khilafah

Syari’at yang ditegakkan, syahadah, tauhid dan pengorbanan.

Daulah Islamiyah amat membutuhkan usaha keras, pemikiran dan kreativitas kalian. Daulah islamiyah lebih pantas untuk ditolong dan didukung dari partai-partai kehinaan dan ketundukan.

Kapan kalian akan bebas dari penghambaan kepada jama’ah-jama’ah yang telah terbukti ketundukan dan pengkhianatannya dari permasalahan ummat? Yang juga telah terbukti membuang prinsip-prinsip dan akidah-akidahnya?

Pilihlah !

Antara harga diri islam dan kehinaan demokrasi

Antara kemuliaan jihad dan aib silmiyyah

Antara mati syahid dan kehinaan

Antara syariat dan undang-undang riddah

Sikap yang kalian ambil akan dicatat dalam sejarah. Kalian akan menemui Rabb kalian dengan sikap itu seorang diri yang tiada membantu kecuali apa yang telah kalian kerjakan. Jangan biarkan syubhat menghalangimu, syahwat mencegahmu, partai menghadangmu atau seorang syaikh menjegalmu dalam perjalananmu ini, karena engkau berada diatas manhaj nubuwwah. Jika tidak, sunnah istibdal akan menguasaimu. Allah berfirman:

(وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ)

“Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (QS At Taubah : 39)


Demikian semoga bermanfaat

Selasa, 02 Mei 2017

KISAH ABDULLAH BIN MUBARAK

۞﷽۞

╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
" KISAH ABDULLAH BIN MUBARAK "
•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

===================================


Nama asli beliau adalah Abdullah bin Mubarak bin Wadhih al Hanzali at Taimi dilahirkan Pada tahun 118 H. Abdullah bin Mubarak berasal dari Khurasan yaitu daerah Marwa. Ibunda Abdullah bin Mubarak adalah wanita Khuwairizmiyah, sedangkan ayahnya adalah mantan budak milik seorang pedagang dari Hamdzan dari Bani Hanzalah.

Hasan mengatakan bahwa, 
➖ "ibu dan ayahnya berasal dari Turki, Itu terbukti saat Abdullah bin Mubarak yang mirip dengan ibunya sedang melepas bajunya dan terlihat bahwa dadanya tidak terdapat bulu sedikitpun."



SIFAT-SIFAT ABDULLAH BIN MUBARAK 

Sudah tidak diragukan lagi bahwa Abdullah bin Mubarak memilik sifat yang sangat terpuji, sehingga banyak yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah melihat sifat sebaik Abdullah bin Mubarak pada diri orang lain.


Ya, beliau adalah orang yang faqih ilmunya, seorang yang zuhud, kaya, pemberani, pemalu, bermurah hati, dia menguasai ilmu nahwu, fiqih, adab, bahasa, syair, fashahah, dia juga rajin berhaji, selalu menunaikan qiyamulail, tidak berbicara yang tidak berguna dan jarang menyelisihi pendapat teman-temannya.

Ismail bin Ayyasy berkata, 
➖ "Tidak ada di permukaan bumi ini orang seperti Abdullah bin Mubarak, aku tidak mengetahui bahwa Allah menciptakan salah satu sifat dari sifat-sifat kebaikan melainkan Allah telah menjadikannya dalam diri Abdullah bin Mubarak. Teman-temanku menceritakan kepadaku bahwa mereka menemaninya dari Mesir ke Makkah, dia memberi makan puding kepada mereka sedangkan dia berpuasa."
Kisah Abdullah bin Mubarak saat Belajar

Abdullah bin Mubarak sangat giat belajar ilmu agama, bahkan sampai ulama-ulama pada masanya banyak yang memuji beliau, salah satunya adalah imam Ahmad bin Hambal, beliau berkata, "Pada zaman itu tidak ada yang lebih giat belajarnya kecuali Abdullah bin Mubarak, ia melakukan perjalanan ke Yaman, Mesir, Syam, Bashrah, dan Kuffah. Dia adalah seorang perawi ilmu dan ahlinya, dia menulis dari orang-orang yang lebih muda darinya dan orang-orang yang lebih tua darinya. Dia menulis dari Abdurrahman bin Mahdi dan Al-Farizi.

Tidak ada yang lebih sedikit terjatuh dalam kesalahan daripada Ibnu Mubarak, dia adalah orang yang menceritakan hadits dari kitab, sedangkan orang yang menceritakan hadits dari kitab nyaris tidak ada yang terjatuh dalam kesalahan. Waki’ menceritakan hadits dari hafalannya, dan dia tidak melihat kitab sama sekali. Dan hadits yang ia bacakan sama sekali tidak ada yang salah."

Bahkan dalam buku kisah Abdullah bin Mubarak tertulis, teman-temannya banyak yang menanyakan atas semangatnya beliau dalam menuntut ilmu. 
Salah satunya adalah Abu Khirasy, 
➖ "Wahai Abdullah sampai kapan kau mencari ilmu?" Dia menjawab, "Mungkin sampai batas kata yang berisi keselamatanku tidak aku dengar lagi."

Nu’aim bin Hammad berkata, 
➖ "Abdullah bin Mubarak banyak duduk dirumahnya sendiri, maka aku bertanya kepadanya, 'mengapa kau menyendiri?' Dia menjawab, 'Bagaimana mungkin aku menyepi sedangkan aku bersama Nabi?" Sahabat Abana, dari sekian pujian teman-teman Abdullah bin Mubarak di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa:
Abdullah bin Mubarak mempunyai semangat yang sangat tinggi dalam belajar sampai-sampai berani melakukan perjalanan menuju Yaman-Bashra-Syam-Mesir-Kuffah.
Semangat Abdullah bin Mubarak dalam menuntut ilmu menjadikan dia pandai dalam menulis dan meriwayatkan hadits bahkan dikatakan di atas, Abdullah sampai jarang terjatuh ke dalam kesalahan.
Subhanallah..



KISAH ABDULLAH BIN AL-MUBARAK ULAMA AHLI ILMU YANG MENYEMBUNYIKAN IBADAH DAN AMAL SALEH 


Tentu saja kita semua tahu, bahwa dia bukan hanya ahlu ilmi namun dia juga mengamalkan ilmu tersebut, lantas bagaimana kisah Abdullah bin Mubarak dalam beribadah sampai dia tidak ingin dilihat?


SHALAT MALAM ABDULLAH BIN MUBARAK 

Muhammad bin al-Wazir seseorang yang diberi wasiat oleh Abdullah bin Mubarak, ia berkata,
➖ "Kami bersama Abdullah bin Mubarak di atas pelana unta lalu kami sampai disuatu tempat pada malam hari, dari sana timbullah ketakutan, beliau turun lalu mengendarai kendaraannya sehingga melewati tempat itu, lalu ketika kami sampai di sungai, dia turun dari kendaraannya, akupun mengambil tali kekangnya, dan aku menyandarkan badanku, lalu Abdullah bin Mubarak wudhu dan shalat hingga terbit fajar, sedangkan aku hanya memperhatikannya, ketika sudah masuk subuh, dia memanggilku sambil berkata, 
➖ "Bangunlah dan berwudhulah"

Aku menjawab, 
➖ "Sesungguhnya aku masih dalam keadaan wudhu dan aku tidak tidur sehingga tidak batal."

Mengetahui jawabannya itu, beliau merasa sedih karena aku mengetahuinya shalat malam. Sampai-sampai dia tidak berbicara denganku hingga setengah hari, dan aku sampai di rumah bersamanya."


IBADAH HATI YANG PENUH IMAN 

Sahabat abana, suatu ketika Abdullah bin Mubarak dan temannya menuju ke Syam, mereka makan malam disebuah rumah , tiba-tiba lampu mati,lalu diantara teman beliau berdiri untuk mengambil lampu dan menyalakannya, setelah lampu menyala, beliau terlihat mengeluarkan air mata, karena ia sedang merasa takut, bukan takut karna gelap akan tetapi teringat akan hari kiamat yang gelap. 
Allahuakbar...



JIHAD ABDULLAH BIN MUBARAK YANG TIDAK INGIN DILIHAT 

Diriwayatkan dari sanad Abdah bin Sulaiman yakni al-Marwazi, dia berkata, "Kami berada dalam pasukan detasemen bersama Abdullah bin Mubarak di negeri Romawi, lalu tiba-tiba kami bertemu dengan musuh, ketika dua pasukan bertemu, seorang dari musuh keluar dari barisan dan mengajak perang tanding.

Maka keluarlah seseorang dari barisan muslimin yang tidak diketahui identitasnya, lalu orang muslim tersebut membunuh musuhnya, kemudian keluar lagi satu orang dari barisan musuh, dan orang muslim itu lagi yang membunuhnya, begitu terus hingga tiga orang musuh terbunuh hanya dengan satu orang muslim. Maka orang-orang muslim lainnya langsung mengerumuni dia, ternyata dia menutupi wajahnya dengan kerah bajunya, lalu kami membuka kerah bajunya dan ternyata orang itu adalah Abdullah bin Mubarak.

Abdullah berkata, 
➖ "Engkau wahai Abu Amr, termasuk orang yang membongkar indentitasku, padahal aku tidak ingin dikenal." Subhanallah..
Sifat Zuhud & Wara' serta Tawaddhu (Rendah Hati) Abdullah bin Mubarak

Diantara ilmunya yang tinggi, Ibadahnya yang luar biasa, kedermawaannya dan sifat-sifat baiknya, ternyata ada tabiatnya yang terkenal dalam diri Abdullah bin Al-Mubarak yaitu Zuhud & Wara', Tawadhu dan Rendah Hati dan keberaniannya.

Apa itu Zuhud? 
Zuhud pada asalnya adalah kosongnya hati dari dunia bukan kosongnya tangan dari dunia. Ada suatu kisah yang terjadi oleh Abdullah bin Mubarak yaitu:

Ketika itu Abdullah bi Mubarak adalah seorang pedagang, tetapi hasil dagangnya tidak ia gunakan untuk diri sendiri, ia gunakan untuk untuk membantu saudara-saudara seiman, melaksanakan haji, berjihad, dan kebaikan-kebaikan yang lain. Salah satu teman Abdullah bin Mubarak yang bernama Ali bin Fudhail menceritakan kehidupannya dalam hal perdagangan, ia berkata:

➖"Aku mendengar ayahku saat berkata kepada Ibnu Mubarak, ("Engkau menyuruh kami berzuhud, serta hidup sederhana, tetapi kami melihatmu membawa barang-barang perniagaan dari negeri Khurasan ke negeri Al-Haram, bagaimana itu bisa terjadi?")
Abdullah bin Mubarak menjawab, "Wahai Abu Ali, aku hanyalah melakukan hal itu untuk melindungi wajahku, memuliakan harga diriku, dan sebagai penopang untuk mentaati Rabbku, tidaklah aku melihat ada hak Allah melainkan pasti aku bersegera kepadanya hingga aku melaksanakannya."
Dari sinilah sangat jelas bahwa Abdullah bin Mubarak ulama yang sangat zuhud, ia tidak pernah menyimpan harta untuk dirinya sendiri, namun ia belanjakan di jalan Allah dan untuk beribadah kepada Allah. Adapun Wara' nya (sikap kehati-hatian dalam melakukan segala hal) Abdullah bin Mubarak saat ia berkata :

➖"Seandainya seseorang bertakwa dalam seratus perkara sementara dia tidak bertakwa dalam satu perkara, niscaya dia bukan termasuk orang yang bertakwa, seandainya dia bersikap wara' (berhati-hati) terhadap seratus perkara sementara dia tidak bersikap wara' dalam satu perkara, maka dia bukan termasuk orang ang wara'. 

Barangsiapa memiliki sifat kejahilan, maka dia termasuk orang-orang yang jahil. Tidaklah engkau mendengar Allah telah berfirman kepada Nabi Nuh dalam Qs.Hud: 45:
➖ "Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku."
Lalu Allah melanjutkan firmannya:
➖"Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."



BAGAIMANA DENGAN ADAB DAN KEMURAHAN HATI ABDULLAH BIN MUBARAK ??

Sungguh tidak diragukan lagi dalam hal adab dan rendah hati, karna Abdullah bin Mubarak sendiri sangat menganjurkan untuk membaguskan adab dan menjelaskan kepada manusia tentang adab yang bagus.

Sebagai contoh, suatu ketika ada seorang laki-laki yang bersin di samping Abdullah bin Mubarak, maka Abdullah bin Mubarak berkata,
➖ "Apa yang harus diucapkan ketika selesai bersin?" 
Laki-laki itu menjawab, "Alhamdulillah." 
Maka Abdullah bin Mubarak pun menjawab, "Yarhamukallah."
Subhnallah kami sangat kagum dengan adabnya yang bagus dan mengajarkan kepada manusia akan urgensinya.


Atau melalui perkataan beliau langsung, misalnya saat Abdullah bin Mubarak berkata kepada ahli hadits dan penuntut ilmu, 
➖ "Kalian lebih membutuhkan adab daripada banyaknya ilmu." "Pelajari adab sebelum Engkau pelajari Ilmu."

Kemurahan hati Abdullah bin Mubarak dijelaskan dari sanadnya Hibban bin Musa, dia berkata,
➖ "Abdullah bin Mubarak dicela karena membagi-bagikan hartanya diberbagai negeri, tapi tidak membagi-bagikannya kepada penduduk negerinya sendiri.

Maka Abdullah bin Mubarak berkata,
➖ 'Sesungguhnya aku mengetahui kedudukan kaum yang memiliki keutamaan dan kejujuran, jika mereka mencari hadits, maka mereka mencarinya dengan sebaik-baiknya, dan orang-orang sangat membutuhkan mereka, jika kami membiarkan mereka, maka terlantarlah mereka, jika kami membantu mereka, maka mereka akan menyebarkan ilmu kepada umat Muhammad, dan aku tidak tahu setelah kenabian ada yang lebih utama daripada menyebarkan ilmu."
Allahuakbar...

Selain itu semua dia juga ulama yang sangat bertawadhu' karna tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya. Al-Hasan berada di kuffah, dibacakan kepada nya kitab al-Manasik yang berakhir pada hadits pendapat Abdullah bin Mubarak, maka Abdullah bin Mubarak berkata,
➖ "Siapakah yang menulis pendapatku ini?"

Al-Hasan menjawab, 
➖ "Sekretaris yang menulisnya."
 Lalu Abdullah bin Mubarak menghapus tulisan itu sampai benar-benar terhapus, sembari berkata, 
➖ "Siapakah aku ini sehingga kata-kataku harus ditulis?"

 Itulah sepenggal kisah tawadhu’nya Abdullah bin Mubarak, dia malu jika kebaikan nya dianggap oleh manusia.

Dari kisah di atas semua membuat banyak manusia yang mencintai Abdullah bin Mubarak karena ilmunya, karena adabnya, karena takutnya ia kepada Allah dan sebagainya. Adz-dzahabi berkata, 
➖ "Demi Allah, aku mencintainya karena Allah, dan aku mengharapkan kebaikan dengan mencintainya, karena anugrah yang Allah berikan kepadanya berupa ketakwaan, ibadah, keikhlasan, jihad, keluasan ilmu, kesempurnaan, pengorbanan, kedermawanan, dan sifat-sifat terpuji lainnya."

Abdullah bin Mubarak seorang ulama' yang terkenal, meskipun ia tidak ingin dikenal, beliau memiliki banyak ilmu, sudah tentu beliau mempunyai guru-guru yang mengajarkan ilmu kepadanya, sehingga beliau menjadi seorang ulama yang mahir dan luas ilmunya.

Selama perjalanan Abdullah bin Mubarak menuntut ilmu, ia telah berguru dengan banyak ulama’, hingga kurang lebih ada 227 guru. Abana tidak bisa menyebutkan satu-satu, karena banyaknya mereka. Namun sahabat Abana bisa merujuk dalam kitab Tahdzib al-Kamal untuk melihat siapa sajakah guru-guru Abdullah bin Mubarak.


BERIKUT SALAH SATU GURU ABDULLAH BIN MUBARAK : 

Ketika Abdullah bin Mubarak berada di Damaskus, beliau belajar dengan banyak guru diantaranya adalah al-Auza’i, Said bin Abdul Aziz, Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, Yunus bin Abu Ishaq, Malik bin Anas dan sebagainya.



SEDANGKAN MURID-MURID BELIAU BERJUMLAH KURANG LEBIH 143 ORANG 

Di antaranya adalah Abu Bakar bin Ayyasy, Ishaq bin Rahawaih, Fudhail bin Iyyadh, Nu’aim bin Hammad, ats-Tsauri, Yahya bin Ayyub, Abu Kuraib, Ali bin Hajar, Ibnu Mahdi, Yahya bin Ma’in, Hibban bin Musa dan sebagainya. Silakan rujuk lebih lengkapnya murid-murid Abdullah bin Mubarak dalam kitab At-Tadzhib Al-Kamal.


ADAPUN KARYA TULIS ATAU KITAB-KITAB ABDULLAH BIN MUBARAK, sangat banyak sekali di antaranya adalah:

At-Tafsir, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Al-Musnad, berdasarkan riwayat al-Hasan bin Sufyan bin Amir an-Nasawi.
Kitab al-jihad, dicetak dengan tahqiq Dr.Nazih Hammad, profesor di universitas Malik Abdul Aziz, Makkah.
Kitab al-Birr wa ash-shilah
Kitab As-sunan
Kitab at-tarikh
Arba’in fii al-hadits
Riqa’ al-fatawa
Kitab az-zuhd wayalihi ar-Raqaiq, dicetak dengan tahqiq dan ta’liq syaikh Habiburrahman al-A’zhami.
Kisah Abdullah bin Mubarak Wafat

Abdullah bin Mubarak pergi ke Iraq pada 141 H dan meninggal di Hait atau Anat pada 13 Ramadhan 181 H. (Abdan bin Utsman) Diriwayatkan bahwa usia Abdullah bin Mubarak saat meninggal kurang lebih 63 tahun. Semoga Allah merahmatinya dan ilmunya berkah bagi umat manusia hingga sekarang, sungguh jasa-jasa yang beliau persembahkan untuk kaum Muslimin sangatlah besar.


KATA-KATA INDAH DARI ABDULLAH BIN MUBARAK 

Orang yang berakal itu tidak merasa aman dari empat perkara: 
1️⃣. Pertama, dosa yang telah lalu yang tidak diketahui apa yang akan Allah perbuat terhadapnya. 
2️⃣. Kedua, umur yang masih tersisa yang tidak diketahui apa saja yang ada di dalamnya berupa perkara-perkara yang membinasakan.
3️⃣. Ketiga, keutamaan yang telah diberikan yang mungkin itu adalah tipu daya atau istidraj. 
4️⃣. Keempat, kesesatan yang ditampakkan, baik kepadanya lalu dia melihatnya sebagai petunjuk, dan dari kesesatan hati sesaat demi sesaat yang lebih cepat daripada sekejap mata yang mungkin akan merampas agamanya sedangkan dia tidak menyadarinya."

Itulah empat perkara yang mana kita harus berhati-hati dan selalu memperhatikannya.

Saat Abdullah mengambil Air minum ditengah banyak orang, dan orang-orang di sana tidak mengenalnya, lalu mereka mendesak dan mendorongnya, ketika Abdullah keluar, dia berkata:

➖Kehidupan itu tidak lain hanyalah seperti ini, yakni bila kita tidak mengenalnya maka kita tidak menghormatinya."


📚Refrensi : Min A'lam As-Salam Syaikh Ahmad Farid