Kamis, 19 April 2018

PENTINGNYA KATA MAAF


۞﷽۞

╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿ৡৢ˚❁🕌❁˚ৡ✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮

          🟤 PENTINGNYA KATA MAAF 🟤

•┈┈•⊰✿┈•ৡৢ❁˚🌹🌟🌹˚❁ৡ•┈✿⊱•┈┈•

                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊


بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــمِ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

===================================

🟤 Ma'af, sebuah kata sederhana, biasa saja, sepele, tak jarang tidak kita perhatikan secara serius.

Di satu sisi ada orang yang ‘malas’ dan pelit untuk mengucapkan kata ma.af, karena menganggap itu nggak penting, merasa tidak melakukan kesalahan fatal sehingga tidak perlu minta ma'af.

🟤 Sementara di sisi lain ada orang-orang yang dengan mudah menghamburkan kata ma’af tanpa dirasakan kedalaman makna dari ma'af itu sendiri, sehingga kesannya hanya kata saja yang terlontar di bibir, terasa ringan , mudah diucapkan dan merasa sudah selesai , sudah plong saat sudah ada kata ma'af.

Sehingga kesannya ma'af hanya sekedar formalitas saja.

Meskipun pasti banyak juga orang yang mengatakan kata ma'af dengan ketulusan hati dan niat sungguh-sungguh disertai hati yang jernih dan dada lapang.

🟤 Mungkin kita dengan mudah meminta ma'af kepada orang lain, tanpa beban dan tulus. Bahkan merasa sudah sewajarnya minta ma'af kepada orang lain , entah itu saudara, teman, tetangga, kenalan dll.

🟤 Tetapi adakah yang ‘lupa’ untuk meminta maaf kepada pasangan?

Meski terkesan sepele, terkadang kita melupakan bahwa jika ada suatu kesalahan/ hal yang kurang berkenan di hati pasangan kita (terutama suami/istri) kita seharusnya juga minta ma'af.

🟤 Dari beberapa obrolan ringan dengan beberapa teman/ tetangga/saudara, sebagian besar mereka merasa tidak perlu minta ma'af kepada pasangan masing-masing.

Jawaban yang mencegangkan adalah karena mereka merasa sudah ‘bukan orang lain lagi’ , ‘sudah keluarga sendiri’, ‘ pasangan sudah menjadi bagian dari kita’ sehingga merasa sah dan wajar saja jika tidak perlu minta ma'af pada pasangan.

🟤 Dan yang lebih membuat terkejut ada yang bahkan saat Hari Raya Idul Fitri pun mereka tidak minta ma'af kepada pasangannya.

Padahal mereka minta ma'af kepada orangtua, sauadara, tetangga, teman, dll lho.

Sementara kepada pasangan mereka bisa ’lupa’?

🟤 Alasan yang disampaikan, bagi suami, menganggap seharusnya istrilah yang minta maaf terlebih dahulu, baru suami yang minta maaf. Sementara bagi istri merasa ya sudah nggak perlulah, lha wong setiap hari ketemu dan merasa suami sudah bukan orang lain lagi. What?

Justru karena setiap hari ketemu itu memungkinkan banyak kesalahan dan khilaf kan....?

🟤 Pernah ada cerita sebuah keluarga saat mereka berantem hebat dan diambang perpisahan. Suami dengan kata-kata kasar mengungkit kepada istrinya kalau selama mereka menikah puluhan tahun, tidak pernah sekalipun istrinya minta ma'af bahkan tidak juga di hari Idul Fitri. Suami merasa tidak diperlakukan sebagai seorang suami, tidak di uwongke, tidak di hargai sebagaimana mestinya. Wah ini gawat.

🟤 Permintaan ma'af kepada pasangan itu sangat..sangat penting. Bahkan penting sekali. Mengapa?

1️⃣〰️Pertama, Meskipun sudah menjadi bagian dari diri kita, tetapi pasangan tetap orang lain yang mempunyai perasaan halus dan pasti ingin dihargai selayaknya orang lain. Jangan menganggap itu tidak penting. Maka tetaplah minta ma'af kalau ada khilaf.

2️⃣〰️Kedua, suami istri biasanya setiap hari bertemu, berkumpul. Bisa dipastikan ada hal-hal yang kurang berkenan di hati masing-masing. Apa salahnya memulai terlebih dahulu ntuk minta ma’af, toh itu juga tidak akan menurunkan harga diri kita. Buat apa gengsi? Justru dengan legowo/lapang dada untuk minta ma’af terlebih dahulu itu adalah sikap mulia

3️⃣〰️Ketiga, dengan ringannya hati, pikiran dan bibir kita berucap ma’af, akan menambah keharmonisan dalam rumah tangga. Rasanya suami/istri tidak akan tega marah, mendiamkan, berbuat kasar kepada pasangannya ketika sudah ada permintaan ma’af. Tentunya dengan hati tulus ikhlas dan benar-benar berusaha untuk tidak berbuat khilaf lagi.

🟤 Ma’af, seuntai kata sederhana yang ringan, mudah diucapkan.

Namun tanpa "maaf", rumah tangga kokoh yang terbina lama bisa runtuh. 

Untuk itu sebaiknya jangan berat bibir untuk mengucapkan kata sederhana itu.

Plus di sertai dengan kesungguhan hati, insyaallah bisa menghindarkan dari hal-hal yang tidak kita inginkan.

☄️ Allah berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)

➖ “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, Allah menyediakan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang atau sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” 📖(Qs. Al-Imran: 133-134).


Selasa, 17 April 2018

TIDAK SEBANDING...!!

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
------------------------------------------------------


➖“Dunia dibandingkan akhirat lain tidak lain hanyalah seperti seseorang di antara kalian semua yang mencelupkan jarinya ke dalam lautan. Untuk itu, maka hendaklah ia melihat air yang menempel di dalam jarinya setelah menariknya”

📙(HR Muslim ) 


Sebanyak apapun amalan yang kita lakukan…Sebanyak apapun harta yang kita infakkan di jalan Allah…

Ketahuilah :
------------------------------------------------------
❶ Itu tidak sebanding dengan segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita dari semenjak kita lahir (bahkan sejak kita dalam kandungan ibu) hingga detik ini...

➖Oksigen yang kita hirup, jantung yang bekerja, saraf-saraf yang masih berfungsi dengan baik, demikian pula anggota tubuh lainnya…Ini semua SANGAT MAHAL !

➖Misalkan anda adalah orang yang menanggung biaya orang yang sakit, akibat kekurangannya dalam menikmati nikmat-nikmat diatas : Misalkan anda menuntut dia untuk ‘mengembalikan’ apa yang sudah anda tanggung…

➖Usaha apa yang ia harus lakukan untuk ‘membalas’ semua yang sudah anda bantu kepadanya ?

➖Infak apa yang ia harus salurkan untuk ‘membayar’ semua yang sudah anda bantu kepadanya ?

Nah…!!
-------------

➖Coba bandingkan segala nikmat tersebut, dengan usaha kita untuk bergerak dan berjalan dijalanNya ? Adakah sebanding ?

➖Coba bandingkan dengan jumlah infaq yang kita infakkan ?
Sebandingkah ?

➖Bahkan jika kita beramal shalih semenjak kita lahir, terus-menerus kita beramal dijalanNya hingga saat ini, maka itu tidak cukup ‘membalas’ nikmat-nikmatNya ! Karena nikmatNya tak berbilang…

➖Bahkan jika kita memiliki harta sepenuh bumi semenjak kita lahir, terus-menerus kita infakkan dijalanNya hingga saat ini, maka itu tidak cukup ‘membayar’ nikmat-nikmatNya! Karena nikmatNya tak berbilang…

➖Yang kita harapkan…Agar Dia menerima amalan-amalan kita yang sedikit lagi penuh kekurangan, sehingga kita digolongkanNya sebagai hambaNya yang bersyukur…

➖Yang kita harapkan…Agar Dia menerima infaq-infaq kita yang sedikit, lagi penuh kekurangan, sehingga kita digolongkanNya sebagai hambaNya yang bersyukur…

➖Yang kita harapkan…Agar Dia mengampuni dosa-dosa kita… Karena jika dibandingkan kebaikan dan keburukan serta kekurangan kita… Maka keburukan serta kekurangan kita jauh lebih banyak daripada kebaikan kita…Sehingga dengan rahmatNya ini…kita berharap dimasukkanNya ke surga, dan dijauhkan dari neraka…
----------------------------------------------------

❷ Itu tidak sebanding dengan surgaNya yang amat luas, yang amat penuh kenikmatan tiada tara yang dinikmati secara kekal oleh penghuninya.

➖Misalnya seseorang memetik pahala dan masuk surga karena disebabkan amalnya yang 10 tahun, 100 tahun bahkan 1000 tahun sekalipun…Maka balasan surga Allah itu TIDAK DAPAT DIHARGAI dengan apa yang ia usahakan tersebut…

➖Misalnya seseorang memetik pahala dan masuk surga karena disebabkan infak 100 ribu, atau 100 juta, atau 100 milyar, atau 100 triliun sekalipun…Maka balasan surga Allah itu TIDAK DAPAT DIHARGAI dari apa yang ia infakkan tersebut…

➖Balasan Allah terhadapnya dengan surga itu, bukan karena surga “dihargai” dengan infak dan jerih payahnya tersebut…tapi karena rahmatNya, kasih sayangNya, keMaha PemurahNya terhadap hamba-hambaNya yang beriman dan beramal shaalih keapadaNya…


Pelajarannya apa ?
-------------------------
① Jangan pelit dalam beramal dan berinfaq…

Sungguh Allah Maha Pemurah yang senantiasa memberi nikmat kepada seluruh hambaNya…Maka apa yang menyebabkan kita ragu dan malas dalam menggerakkan badan kita untuk beirbadah kepadaNya ? Apa yang menyebabkan kita ragu dan bakhil dalam mengeluarkan sebagian harta (yang juga hakekatnya diberikanNya dan dititipkanNya pada kita) !?

② Allah mensyariatkan hambaNya untuk beramal dan berinfaq di jalanNya…Akan tetapi Dia tidak butuh dengan itu…Dia berbuat dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, Dia Maha Tahu lagi Maha Bijaksana…Dia Maha Terpuji dan Dia Maha Kaya…

Segala pujian untukNya tidaklah akan berkurang, dengan jeleknya amal kita… Segala kekayaanNya tidaklah akan berkurang, dengan jeleknya infaq kita…Dia menjanjikan surga (karena rahmatNya) bagi hamba-hambaNya yang beriman dan beramal shaalih, dan Dia mengancam neraka (karena keadilanNya) bagi hamba-hambaNya yang kufur lagi jelek amalnya…

Semoga Allah meluruskan keimanan kita, memudahkan kita dalam beramal shalih, dan menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang diberi rahmatNya, yang dimasukkan ke surga, dan diselamatkanNya dari api neraka ...

Aamiin yaa Rabbal'alamiin...


Minggu, 01 April 2018

JALAN MENUJU KESELAMATAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh



☄️ Pengertian “JALAN” dan “KESELAMATAN” :

Jalan, yaitu : “Suatu cara atau metode yang bisa mengantarkan seseorang kepada sesuatu yang dimaksud/diinginkan atau yang dituju.”

Bentuknya bisa berupa : perkataan, perbuatan, keyakinan, atau prinsip hidup, pandangan hidup, cita-cita yang kuat, harapan, dll.

Dalam Bahasa Arab, sering disebut dengan : الطريقة ، منهج ، منهاج ، سبيل ، سنة ]  [
Keselamatan, yaitu : “selamat atau terlepas dari semua bentuk kejelekan.”

Selamat yang dimaksud disini adalah, selamat di dunia dan di akhirat. Di dunia, selamat dari berbagai penyimpangan dan kesesatan, apakah itu bentuknya berupa kekufuran, kesyirikan, kebid’ahan, dan berbagai macam kemaksiatan dan dosa-dosa. Dan di akhirat nanti, selamat dari adzab/siksa api neraka yang kekal, dan kengerian yang ada di dalamnya.

Ringkasnya, JALAN MENUJU KESELAMATAN, adalah : “suatu cara atau metode yang bisa kita lakukan/kita tempuh, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau keyakinan, yang bisa mengantarkan kita kepada keselamatan di dunia dan keselamatan di akhirat. Di dunia, selamat dari segala bentuk penyimpangan dan kesesatan. Sedangkan di akhirat, selamat dari siksaan api neraka yang sangat pedih dan kekal.

☄️ MENGAPA KITA HARUS BERUSAHA UNTUK SELAMAT ?

Hal itu karena beberapa sebab :

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita hidup di dunia ini adalah untuk suatu tujuan yang agung dan mulia, yakni “agar kita beribadah kepada-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”

Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala :

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyaat : 56). Inilah tujuan utama kita diciptakan oleh Alloh dan hidup di dunia ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menciptakan di atas fitrah (kesucian), yakni terlahir sebagai hamba yang bertauhid (mengesakan Alloh Subahanhu wa Ta’ala). Sebagaimana dalam firman-Nya :

فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Ruum : 30).

Catatan : Yang dimaksud dengan “di atas fitrah” itu adalah di atas agama Tauhid (mengesakan Allah dalam beribadah), sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu.

2. Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga menjadikan “musuh” bagi kita bangsa manusia ini berupa makhluk yang paling jelek dan terlaknat, yakni “IBLIS”. Yang mana dia itu akan berusaha untuk memalingkan kita dari tujuan hidup dan fitrah kita tersebut. Sebagaimana banyak tersebut dalam Al-Qur’an, tentang sumpah Iblis di hadapan Alloh Ta’ala ketika itu :

قَالَ فَبِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأَقۡعُدَنَّ لَهُمۡ صِرَٰطَكَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ١٦  ثُمَّ لَأٓتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ وَعَنۡ أَيۡمَٰنِهِمۡ وَعَن شَمَآئِلِهِمۡۖ وَلَا تَجِدُ أَكۡثَرَهُمۡ شَٰكِرِينَ ١٧

“Iblis menjawab: "Karena Engkau (Ya Allah) telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS Al-A’rof : 16-17)

قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَأُغۡوِيَنَّهُمۡ أَجۡمَعِينَ ٣٩  إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡهُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ ٤٠

“Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” (QS Al-Hijr : 39-40)

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغۡوِيَنَّهُمۡ أَجۡمَعِينَ ٨٢  إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡهُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ ٨٣  قَالَ فَٱلۡحَقُّ وَٱلۡحَقَّ أَقُولُ ٨٤  لَأَمۡلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنكَ وَمِمَّن تَبِعَكَ مِنۡهُمۡ أَجۡمَعِينَ ٨٥

“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. Allah berfirman: "Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.” (QS Shood : 82-85)

Catatan : Dalil-dalil tersebut menunjukkan : Iblis adalah musuh utama manusia di dunia, yang akan memalingkan dan menyesatkan kita dari jalan Allah yang lurus, dengan berbagai cara yang bisa dilakukan. Banyak orang-orang yang akan mengikuti jalannya yang sesat tersebut, kecuali orang-orang yang mukhlish, yakni orang-orang yang telah diberi hidayah oleh Allah Ta’ala untuk kokoh/ istiqomah di atas tauhidnya, wallohu a’lam bis showab.

☄️ LALU, APA SAJA JALAN MENUJU KESELAMATAN ITU ?

Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits-hadits yang shohih), maka dapat kita simpulkan/ringkaskan sebagai berikut :

Pertama : Berpegang teguh dengan Agama Islam ini, sampai akhir hayat kita nanti ! Hal ini karena beberapa hal :

1. Hanya Islam agama yang diridhoi oleh Allah ( QS Ali Imron : 19, Al-Maidah : 3)

2. Islam adalah agama yang Haq, selainnya adalah bathil (QS At-Taubah : 33, As-Shof : 9)

3. Agama dan keyakinan manapun selain Agama Islam, tidak akan diterima oleh Alloh Ta’ala (QS Ali Imron : 85)

4. Allah memerintahkan kita, untuk berpegang teguh dengan Agama Islam ini sampai akhir hayat kita (QS Ali Imron : 103, Al-Baqoroh : 132)

5. Islam, adalah syarat agar amal-amal sholih yang kita lakukan, diterima dan diberi pahala oleh Allah Ta’ala. Adapun amalan orang yang kafir, sia-sia saja (QS At-Taubah : 17, Al-Furqon : 23), dan lain-lain.

Dalam hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

والذي نفس محمد بيده ، لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني، ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به، إلا كان من أصحاب النار

“Demi (Alloh) Yang jiwa Muhammad ada dalam genggaman tangan-Nya, tidaklah ada seorangpun yang telah mendengar tentang aku, baik dia itu Yahudi ataupun Nashrani, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku diutus dengannya (yakni risalah agama Islam ini), kecuali dia termasuk penghuni neraka (yakni pasti dia akan masuk neraka).” (HR Imam Muslim no. 153)

Kedua : Berusaha untuk selalu berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits-hadits Rosululloh yang shohih).

Allah Ta’ala berfirman :

ٱتَّبِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَۗ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ ٣

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS Al-A’rof : 3)

Makna ayat ini : “Yakni, ikutilah apa yang diturunkan dari Robb-mu, berupa Al-Qur’an dan Al-Hikmah (As-Sunnah), dengan cara kamu melaksanakan perintahnya, dan menjauhi larangan-larangannya. Janganlah kamu mentaati pemimpin selain keduanya, apakah dia itu syaithon, para pemimpin yang jelek ataupun para ulama yang menyesatkan. Akan tetapi sedikit orang diantara kalian yang mau mentaati hal ini dan kembali kepada Al-Haq.” (At-Tafsir Al-Muyassar, hal. 151)

Allah Ta’ala juga berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ ٢٤

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al-Anfal : 24)

Catatan : Memenuhi panggilan Allah dan Rosul-Nya, adalah kehidupan bagi hati kita, agama kita, badan kita, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

تركت فيكم شيئين ما إن تمسكتم بهما، لن تضلوا بعدي أبدا ؛ كتاب الله وسنتي

“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, (yakni) sesuatu yang apabila kamu berpegang teguh dengan keduanya, kamu tidak akan sesat setelah itu selama-lamanya : (yaitu) Kitabulloh (Al-Qur’an) dan Sunnah-ku.”

Catatan : Yakni, jadikan keduanya sebagai sumber hukum (referensi) dalam menjalankan agama ini, bukan atas dasar kebodohan, bukan karena fanatik golongan, juga bukan dengan berbagai macam amalan-amalan bid’ah.

Ketiga : Berusaha untuk berhukum dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan mengembalikan semua permasalahan yang kita hadapi kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut, serta tunduk/patuh dengan keputusan hukum keduanya.

Hal ini sebagai bentuk pengamalan dari firman Alloh Ta’ala :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa’ : 59)

Allah Ta’ala juga berfirman :

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجٗا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمٗا ٦٥

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (wahai Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa’ : 65)

Keempat : Berusaha untuk selalu menghidupkan Sunnah-Sunnah (tuntunan, ajaran atau syari’at) Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, baik dalam hal ibadah kita, akhlak kita, penampilan kita, dan kehidupan kita secara umum. Meskipun dengan cara seperti itu, kita akan dianggap asing/aneh di tengah masyarakat kita itu sendiri.

Dalam hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

بدأ الإسلام غريبا وسيعود غريبا كما بدأ، فطوبى للغرباء

Islam itu awal datangnya adalah asing, dan kelak akan kembali menjadi asing. Maka berbahagialah orang-orang yang asing tersebut.” (HR Imam Muslim no. 145 dan 146)

Dalam hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, Nabi shollallohu ‘alaoihi wa sallam juga bersabda :

يأتي على الناس زمان الصابر فيهم على دينه كالقابض على الجمر

“Akan datang suatu zaman kepada manusia, yang mana orang yang sabar di atas agama ini diantarara mereka (pada waktu itu), keberadaannya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR Imam At-Tirmidzi no. 2260, sanadnya shohih)

Catatan : Keterasingan mereka, bukan karena “nylenehnya” mereka, tetapi karena keistiqomahan mereka dalam berpegang teguh dengan sunnah-sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang pada saat itu sudah banyak diselisihi dan diabaikan oleh kaum muslimin itu sendiri. Lebih-lebih dengan semakin banyaknya tersebarnya bid’ah-bid’ah dalam agama ini.

Kelima : Bersegera dalam melakukan amal-amal sholih, yakni amal-amal yang diwajibkan maupun yang disunnahkan dalam agama kita ini, jangan menunda-nundanya.

Sebagaimana sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam :

بادروا بالأعمال الصالحة، فستكون فتن كقطع الليل المظلم، يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا، ويمسي مؤمنا و يصبح كافرا، يبيع دينه بعرض من الدنيا

“Bersegeralah beramal sholih, karena akan ada fitnah-fitnah (di akhir zaman), keadaannya seperti potongan-potongan malam yang gelap. (Karena dahsyatnya fitnah tersebut), akan ada seseorang di pagi hari masih dalam keadaan sebagai seorang mu’min, (ternyata) sore harinya berubah menjadi orang yang kafir. (Atau) sore harinya dia mu’min, pagi harinya berubah menjadi orang yang kafir. (Sebab yang demikian itu adalah) dia menjual agamanya (keyakinannya) untuk mendapatkan secuil kesenangan dunia.” (HR Imam Muslim no. 118, dari hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu)

(Lihat juga : QS Ali Imron : 133)

Demikianlah beberapa cara dan upaya yang bisa kita lakukan, agar selamat dari berbagai kesesatan dan penyimpangan di dunia ini, yang ujungnya adalah selamat di akhirat nanti dari adzab api neraka. Apa yang disebutkan di atas bukan pembatasan, tetapi masih banyak yang lainnya, bisa dilihat pada kitab-kitab Aqidah dan Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Wallohu a'lam bish-shawab


Rabu, 28 Maret 2018

INDAHNYA QANA'AH

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh



Qana’ah berasal dari kata قنع, artinya adalah merasa cukup, merasa puas, rela terhadap apa-apa yang diberikan & tidak meminta-minta.

Secara istilah qana’ah : merasa cukup atas apa yang telah dikaruniakan Allah Subhanahu wata'ala kepada diri seorang hamba.

Dengan sifat qana'ah ini mampu menjauhkan seorang muslim dari sifat tamak, sifat tersebut berdasarkan pemahaman bahwa rezeki yang didapatkan sudah menjadi ketentuan Allah Subhanahu wata'ala.

Apapun yang diterima dari Allah Subhanahu wata'ala merupakan karunia yang tiada terhingga.
Oleh karena itu, kita sebagai mukmin wajib bersyukur kepada-Nya.

Firman Allah Subhanahu wata'ala:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (٦)

Artinya: “Dan tidak ada sesuatu binatang melata pun di bumi ini, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.” (QS Hud : 6 )

Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap rezeki yang kita peroleh adalah dari Allah Subhanahu wata'ala, Akan tetapi, tidak berarti kita harus pasrah tanpa ada ikhtiar atau usaha, justru kita dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin demi meningkatkan kesejahteraan hidup.

Sifat qana'ah tidak membuat orang mudah putus asa atas ujian dan cobaan yang diberikan Allah Subhanahu wata'ala, baik berupa ketakutan, kelaparan, bencana, maupun kekurangan harta benda. Akan tetapi, mereka akan tetap bersabar menerima ujian tersebut dan tidak patah semangat untuk menjalani kehidupannya kembali.

Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam Al Qur’an surah Al Baqarah:155)

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)

Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah:155)

Orang yang memiliki sifat qana'ah merasa cukup dengan apa yang dia dapatkan meskipun sedikit.
Dengan demikian, hati kita bisa menjadi tenang dan jauh dari sifat ketamakan.

Sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
عن عبدالله ابن عمر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : قد افلح من اسلم ورزق كفافا وقنعه الله بما اتاه (رواه مسلم)

Artinya : “dari Abdillah bin Umar r.a berkata Rosululloh shallallahu alaihi wasallam, “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam mendapat rizki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)

Allah subhanahu wata'ala berfirman, ”Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia beriman, niscaya kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik” (QS.An-Nahl 98)

Kebanyakan ahli tafsir mengatakan, “kehidupan yang baik di dunia adalah qana’ah”.
Dari Jabir bin Abdullah. Dia mengatakan bahwa RasuluLlah sholallohu alaihi wasallam bersabda, “Qana’ah adalah harta simpanan yang tidak akan pernah habis”.

Abu Hurairah ra. Menyampaikan sabda RasuluLlah sholallohu alaihi wasallam yang Menyatakan :" Jadilah orang yang wara’ maka engkau akan menjadi orang paling ahli ibadah. Jadilah orang qana’ah maka engkau akan menjadi orang yang paling ahli bersyukur. Cintailah orang lain sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi orang mukmin yang paling baik. Berbuatlah baik kepada tetanggamu, maka engkau akan menjadi orang Islam yang baik. Sedikitkan tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati."

Qana’ah salah satu tanda bersyukur.
Sungguh sangat banyak cara atau jalan untuk bersyukur. Salah satunya adalah dengan melazimkan dan memelihara sikap qana’ah.

Dari Abu Hurairoh ,Rasulullah bersabda: “Wakum qani’an takun asykarannasi"
Dan jadilah kalian orang yang qana’ah niscaya engkau menjadi manusia yang bersyukur. "  (H.R Ibnu Majah)

Hakikat qana’ah adalah engkau ridha dan menerima berapapun yang diberikan Allah dalam kehidupan dunia ini, baik sedikit ataupun banyak. Engkau menyerahkan urusanmu kepada Allah. Engkau mengetahui dan yakin bahwa Allah lebih tahu dan lebih sayang terhadap dirimu daripada dirimu sendiri. (AbduIlah bin Ibrahim Dawud, Kitab al Qana’ah).

Rela menerima pemberian Allah Ta'ala seadanya, merupakan sesuatu yg sangat berat untuk dilakukan, kecuali orang yg dikaruniai taufik & petunjuk serta dijaga oleh Allah Ta'ala dari keburukan jiwa, kebakhilan & ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadaan memiliki rasa cinta yang besar terhadap kepemilikan harta.

Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya dapat menekan sifat tamak & membimbing menuju sikap zuhud & qana’ah.

Dapat disimpulkan bahwa makna qana'ah adalah:

1. Merasa cukup dan puas dengan yang Allah berikan.
2. Selalu yakin bahwa Allah akan mencukupinya.
3. Menjaga diri dari meminta-minta.
4. Selalu bersyukur dalam setiap keadaan.
5. Tidak khawatir dengan urusan dunia
6. Tetapi tidak menanggalkan seluruh dunianya
7. Mengambil dunia secukupnya.
8. Fastabiqul khairat untuk urusan akhirat.

Semoga bermanfaat


Senin, 19 Maret 2018

JODOH ADALAH CERMINAN DIRIMU

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 


Manusia manapun tidak ada yang bisa tau dengan siapa mereka akan berjodoh. Seperti apapun wajahmu saat ini tidak bisa kamu jadikan andalan untuk mengetahui dengan siapa kelak kau akan menikah.

Karena jodohmu adalah ceriman dirimu bukanlah cerminan wajahmu, buat kamu yang memiliki fisik sempurna belum tentu akan mendapatkan pasangan yang sempurna pula, begitu pula sebaliknya. Jadi Apa mahar kita sebelum bertemu dengan seorang calon pendamping dalam hidup ?

Jawaban yang tepat adalah “ jagalah diri kalian”.
Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “ jagalah diri kalian maka istri kalian akan menjaga dirinya”.

Kalau kita ingin mendapatkan seorang calon pendamping hidup yang pemalu, maka diri kitapun harus menjadi seorang pemalu.
Kalau kita menginginkan calon pendamping hidup kita adalah orang yang mampu menjaga pandangannya,maka diri kita pun adalah termasuk menjadi orang yang selalu menjaga pandangnya.
Kalau kita menginginkan calon pendamping hidup kita adalah seorang yang cerdas bahkan ideal, maka kita pun harus berusaha untuk terus belajar unutk menjadi cerdas dan ideal.
Dan kalau kita menginginkan calon mendamping kita adalah seseorang yang rajin pergi ke majelis ta’lim, maka diri kita pun harus termasuk menjadi orang yang rajin pergi ke majelis ta’lim, karena barangkali ketika Allah Subhanahu wa ta’ala berkehendak mempertemukan jodoh kita di dalam sebuah majelis ta’lim.

Karena Allah berfirman :

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)."
(Qs.An-Nur:26)

Ada sebuah cerita yang sangat menarik, bagaimana seseorang yang sangat taat kepada perintah Allah, baik perangainya, bagus ibadahnya, akhirnya dia dipertemukan dengan seorang wanita idaman para calon bidadari surga, mujahidah dalam urusan agama, serta cantik parasnya dan taat akan perintah Allah dan Rosulnya.

Merekalah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Azzahra , ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkan kepada siapapun. 
Fatimah karib kecilnya puteri kesayangan Rasulullah sungguh memesonanya, kesantunannya, ibadahnya kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. 
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta, ia bakar perca, ia tempelkan  ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis, namun seiring dengan waktu berjalan Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut dengan cinta.

Tapi ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan, Fatimah dilamar oleh seseorang yang paling akrab paling dekat dengan Rasulullah, lelaki yang membela islam dengan harta dan jiwanya, lelaki yang iman dan akhlaknya yang tak di ragukan lagi, belialulah : Abu Bakar ash Shiddiq.

Ali merasa di uji karena terasa apalah ia dibanding Abu Bakar yang kedudukan nya sangat mulia di sisi Nabi.
Inilah persaudaraan dan cinta “gumam Ali”, aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku ,cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan, ia adalah keberanian atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. 
Lamaran Abu Bakar di tolak. 
Dan Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. 
Namun pada akhirnya ujian itu belum berakhir ,datanglah seorang lelaki yang gagah perkasa,dengan sebuah keberanian bagaikan seekor singa yang ketika berperang tidak ada yang bisa menandinginya dia adalah: Umar bin Khatab. 
Dia datang ke rumah Rasulullah untuk melamar Fatimah ,tapi alangkah begitu bahagianya Ali ketika mendengar kabar kembali, bahwa lamaran Umar di tolak juga oleh Fatimah Azzahra.

Waktu berlalu, akhirnya Ali bin Abi Thalib dipertemukan dengan seorang wanita idamannya yang ketika dalam sholatnya selalu disebutnya, mencoba memantaskan diri serta selalu patuh akan Perintah Allah dan Rosulnya 
(Dikutip dari buku: "Jalan Cinta Para Pejuang ).

Yuk mari kita pantaskan diri kita untuk menjemput calon pendamping karena kalau cinta berawal dan berakhir karena allah, maka cinta yang lain hanya upaya menunjukan cinta padanya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki,selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.

Wallahu’alam


Selasa, 20 Februari 2018

BEKERJALAH, JANGAN BERGANTUNG PADA ORANG LAIN!

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


Muslim itu tidak boleh malas bekerja mencari nafkah yang halal.
Para nabi telah memberi contoh tauladan yang baik.
Rasulullah seorang pedagang,Nabi Musa penggembala kambing.
Semua pekerjaan itu mulia selama halal dan tidak korupsi.
Seorang kuli bangunan juga harus bangga karena tanpa orang-orang seperti ini ..mereka bukanlah apa-apa.
Kuli bangunan..kuli panggul...kuli rumah tangga...kuli pabrik..adalah unsur utama roda kehidupan dan berjalannya pemerintahan...

"Maka apabila shalat telah selesai dikerjakan, bertebaranlah kamu sekalian di muka bumi dan carilah rezeki karunia Allah(Qs Al Jumu’ah : 10)

“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekiNya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”(Qs Al Mulk : 15)

“Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak(HR Bukhari, no. 1471)

Rasulullah  menganjurkan umatnya bekerja mencari nafkah apapun menurut kemampuan, asal jalan yang ditempuh itu halal.
Berusaha dengan bekerja kasar, seperti mengambil kayu bakar di hutan itu lebih terhormat daripada meminta-minta dan menggantungkan diri kepada orang lain.
Seseorang tidak boleh menganggap remeh jenis usaha apapun, meskipun usaha itu dalam pandangan manusia dinilai hina.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya, seorang dari kalian pergi mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak(HR Bukhari, no. 1470; Muslim, no. 1042; Tirmidzi, no. 680 dan Nasa-i, V/96)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah  bersabda: “Adalah Nabi Daud tidak makan, melainkan dari hasil usahanya sendiri(HR Bukhari, no. 2073)

Nabi Daud adalah seorang nabi yang mencukupi kebutuhan dari hasil jerih payahnya sendiri dengan bekerja yang menghasilkan sesuatu, sehingga ia dapat memperoleh uang untuk keperluan hidupnya sehari-hari. Di antaranya sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur`an, bahwa Allah menjinakkan besi buat Nabi Daud, sehingga ia bisa membuat bermacam pakaian besi.

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertashbihlah berulang-ulang bersama Daud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya. (Yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shalih. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan(Qs Saba` : 10-11)

"Dari Abu Hurairah, Rasulullah  bersabda: “Nabi Zakaria Alaihissalam adalah seorang tukang kayu(HR Muslim, no. 2379; Ahmad II/296, 405, 485)

Lantas bagaimana dengan para pengemban dakwah( da'i) yang diberi upah setelah berdakwah?

Dari Abu Darda’ ..bahwa Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa mengambil sebuah busur sebagai upah dari mengajarkan Al Qur`an, niscaya Allah akan mengalungkan kepadanya busur dari api neraka pada hari Kiamat(Hasan lighairihi, diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq (II/427), Al Baihaqi dalam Sunan-nya (VI/126) dari jalur Utsman bin Sa’id Ad Darimi)

Diriwayatkan dari ‘Ubadah bin Ash Shamit “Aku mengajarkan Al Qur`an dan menulis kepada ahli Shuffah. Lalu  mereka menghadiahkan sebuah busur kepadaku....aku pun menemui Beliau dan berkata: “Wahai Rasulullah, seorang lelaki yang telah kuajari menulis dan membaca Al Qur`an telah menghadiahkan sebuah busur kepadaku. Rasulullah bersabda
“Jika engkau suka dikalungkan dengan kalung dari api neraka, maka terimalah! (  Abu Dawud, Ibnu Majah (2157); Ahmad (V/315 dan 324); Al Hakim (II/41, III/356); Al Baihaqi (VI/125))_

Diriwayatkan dari Imran bin Hushain bahwa ia melihat seorang qari sedang membaca Al Qur`an lalu meminta upah.
Beliau mengucapkan kalimat istirja’
(إَنَّ لِلَّهِ وَ إِنَّ إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ ), kemudian berkata: Rasulullah bersabda:
9-مَنْ قَرَأَ الْقُرْانَ فَالْيَسْأَلِ اللهَ بِهِ, فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْانَ يَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ.
"Barangsiapa membaca Al Qur`an, hendaklah ia meminta pahalanya kepada Allah. Sesungguhnya akan datang beberapa kaum yang membaca Al Qur`an , lalu meminta upahnya kepada manusia( At Tirmidzi (2917); Ahmad )

Dari Abu Sa’id al Khudri bahwasanya ia mendengar Rasulullah bersabda
"Pelajarilah Al Qur`an, dan mintalah surga kepada Allah sebagai balasannya. Sebelum datang satu kaum yang mempelajarinya dan meminta materi dunia sebagai imbalannya. Sesungguhnya ada tiga jenis orang yang mempelajari Al Qur`an. Orang yang mempelajarinya untuk membangga-banggakan diri dengannya, orang yang mempelajarinya untuk mencari makan, orang yang mempelajarinya karena Allah semata”(HR  Ahmad, Al Baghawi, Al Hakim)

Dari Jabir bin Abdillah,  Rasulullah bersabda
Bacalah Al Qur`an. Bacaan kalian semuanya bagus. Akan datang nanti beberapa kaum yang menegakkan Al Qur`an seperti menegakkan anak panah. Mereka hanya mengejar materi dunia dengannya dan tidak mengharapkan pahala akhirat”. [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (830) dan Ahmad (III/357dan 397) dari jalur Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir)

"Bacalah Al Qur`an, janganlah engkau mencari makan darinya, janganlah engkau memperbanyak harta dengannya, janganlah engkau anggap remeh dan jangan pula terlalu berlebihan (Ath Thahawi dalam Musykilul Atsar (4322) dan Ma’anil Atsar (III/18); Ahmad,Thabrani)

"Barangsiapa menuntut ilmu, yang seharusnya ia tuntut semata-mata mencari wajah Allah namun ternyata ia menuntutnya semata-mata mencari keuntungan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan aroma wanginya surga pada hari kiamat(Abu Dawud, 3664; Ahmad, II/338; Ibnu Majah, 252; dan Hakim, I/85 dari Abu Hurairah)

Abdullah bin Mas’ud  berkata: “Jikalau seorang yang berilmu mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya, maka dia akan mendapatkan kemuliaan di antara orang-orang sezamannya. Akan tetapi mereka menyampaikan ilmu kepada pecinta dunia untuk mengharapkan harta mereka, maka mereka menjadi hina(Ibnu Abdil Barr , Ibnu Majah dan Ibnu Abi Syaibah)

Kalau seorang da’i tidak mempunyai mata pencaharian yang memadai, dan dia waktunya habis untuk mengajar dan berdakwah, maka dibolehkan menerima upah. Dan kepada Ulil Amri (penguasa atau pemerintah), selayaknya memberikan imbalan yang setimpal, karena dia mengajar kaum muslimin,rakyatnya.
Menurut jumhur ulama, menerima upah dari mengajarkan Al Qur`an dan berda’wah adalah diperbolehkan, karena mereka juga membutuhkan waktu,tenaga,pikiran dan kelelahan...namun tidak boleh menjadikannya sebagai tujuan.


Senin, 19 Februari 2018

AL-QURAN PENYEMBUH SEGALA PENYAKIT

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh



وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا ٨٢

“Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penyembuh, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” [QS. Al-Isra`: 82)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
نُنَزِّلُ
“Kami turunkan.”

Jumhur Ahli Qiraah membacanya dengan diawali nun dan bertasydid. Adapun Abu ‘Amr membacanya dengan tanpa tasydid (نُنْزِلُ). Sedangkan Mujahid membacanya dengan diawali huruf ya` dan tanpa tasydid (يُنْزِلُ). Al-Marwazi juga meriwayatkan demikian dari Hafs. [Tafsir Al-Qurthubi, 10/315 dan Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 3/253]

مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ

“Dari Alquran.”

Kata min (مِنْ) dalam ayat ini, menurut pendapat yang rajih (kuat), menjelaskan jenis dan spesifikasi yang dimiliki Alquran. Kata min di sini tidak bermakna “sebagian”, yang mengesankan bahwa di antara ayat-ayat Alquran, ada yang tidak termasuk syifa` (penawar), sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.

Kata min pada ayat ini seperti halnya yang terdapat dalam firman-Nya:

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi…” [QS. An-Nur: 55)

Kata min dalam lafal tidaklah bermakna sebagian, sebab mereka seluruhnya adalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh. [Lihat Tafsir al-Qurthubi, 10/316, Fathul Qadir, 3/253, dan at-Thibb an-Nabawi, Ibnul Qayyim, hal. 138]

شِفَآءٞ
“Penyembuh.”
Penyembuh yang dimaksud di sini meliputi penyembuh atas segala penyakit, baik rohani maupun jasmani, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tafsirnya.

Penjelasan Tafsir Ayat

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
“Allah ‘azza wa jalla mengabarkan tentang kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Alquran, yang tidak terdapat kebatilan di dalamnya, baik dari sisi depan maupun belakang, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji, bahwa sesungguhnya Alquran itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum Mukminin. Yaitu menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan, dan penyelisihan yang terdapat dalam hati. Alquran-lah yang menyembuhkan itu semua.

Di samping itu, ia (Alquran) merupakan rahmat, yang dengannya membuahkan keimanan, hikmah, mencari kebaikan, dan mendorong untuk melakukannya. Hal ini tidaklah didapatkan, kecuali oleh orang yang mengimani, membenarkan, serta mengikutinya. Bagi orang yang seperti ini, Alquran akan menjadi penyembuh dan rahmat.

Adapun orang kafir yang menzalimi dirinya sendiri, maka tatkala mendengarkan Alquran tidaklah bertambah baginya, melainkan semakin jauh dan semakin kufur. Dan sebab ini ada pada orang kafir itu, BUKAN pada Alqurannya. Seperti firman Allah ‘azza wa jalla:

قُلۡ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدٗى وَشِفَآءٞۚ وَٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ فِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَقۡرٞ وَهُوَ عَلَيۡهِمۡ عَمًىۚ أُوْلَٰٓئِكَ يُنَادَوۡنَ مِن مَّكَانِۢ بَعِيدٖ ٤٤

“Katakanlah: ‘Alquran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Alquran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh’.” [QS. Fushshilat: 44)

Dan Allah ‘azza wa jalla juga berfirman:

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ فَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمۡ زَادَتۡهُ هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنٗاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَهُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ ١٢٤ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَتۡهُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ رِجۡسِهِمۡ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كَٰفِرُونَ ١٢٥

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.

Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [QS At-Taubah: 124-125]

Dan masih banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/60)

Al-’Allamah Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata pula dalam menjelaskan ayat ini:

“Alquran mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum Mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang zalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat-ayat tersebut tidaklah menambah baginya, kecuali kerugian. Karena hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu.

Penyembuhan yang terkandung dalam Alquran bersifat umum, meliputi penyembuhan hati dari berbagai syubhat, kejahilan, berbagai pemikiran yang merusak, penyimpangan yang jahat, dan berbagai tendensi yang batil. Sebab ia (Alquran) mengandung ilmu yakin, yang dengannya akan musnah setiap syubhat dan kejahilan. Ia merupakan pemberi nasihat serta peringatan, yang dengannya akan musnah setiap syahwat yang menyelisihi perintah Allah ‘azza wa jalla. Di samping itu, Alquran juga menyembuhkan jasmani dari berbagai penyakit.

Adapun rahmat, maka sesungguhnya di dalamnya terkandung sebab-sebab dan sarana untuk meraihnya. Kapan saja seseorang melakukan sebab-sebab itu, maka dia akan menang dengan meraih rahmat dan kebahagiaan yang abadi, serta ganjaran kebaikan, cepat ataupun lambat.” [Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465]

Alquran Menyembuhkan Penyakit Jasmani

Suatu hal yang menjadi keyakinan setiap Muslim, bahwa Alquranul Karim diturunkan Allah ‘azza wa jalla untuk memberi petunjuk kepada setiap manusia, menyembuhkan berbagai penyakit hati yang menjangkiti manusia, bagi mereka yang diberi hidayah oleh Allah ‘azza wa jalla dan dirahmati-Nya. Namun apakah Alquran dapat menyembuhkan penyakit jasmani?

Dalam hal ini, para ulama menukilkan dua pendapat: Ada yang mengkhususkan penyakit hati. Ada pula yang menyebutkan penyakit jasmani dengan cara meruqyah, ber-ta’awudz, dan semisalnya. Ikhtilaf ini disebutkan al-Qurthubi dalam Tafsir-nya. Demikian pula disebutkan asy-Syaukani dalam Fathul Qadir, lalu beliau berkata: “Dan tidak ada penghalang untuk membawa ayat ini kepada dua makna tersebut.” [Fathul Qadir, 3/253]

Pendapat ini semakin ditegaskan Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Zadul Ma’ad:

“Alquran adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan Akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufik untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya, dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya.

Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi? Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Alquran ada cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan)nya.” [Zadul Ma’ad, 4/287]

Berikut ini kami sebutkan beberapa riwayat berkenaan tentang pengobatan dengan Alquran.

Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya dari hadis ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Beliau radhiallahu ‘anha berkata: “Adalah Rasulullah ﷺ terkena sihir [1], sehingga beliau ﷺ menyangka, bahwa beliau ﷺ mendatangi istrinya, padahal tidak mendatanginya.

Lalu beliau ﷺ berkata: ‘Wahai ‘Aisyah, tahukah kamu, bahwa Allah ‘azza wa jalla telah mengabulkan permohonanku? Dua lelaki telah datang kepadaku. Kemudian salah satunya duduk di sebelah kepalaku dan yang lain di sebelah kakiku.
Yang di sisi kepalaku berkata kepada yang satunya: ‘Kenapa beliau?’
Dijawab: ‘Terkena sihir.’
Yang satu bertanya: ‘Siapa yang menyihirnya?’
Dijawab: ‘Labid bin Al-A’sham, lelaki dari Banu Zuraiq sekutu Yahudi. Ia seorang munafik.’
(Yang satu) bertanya: ‘Dengan apa?’
Dijawab: ‘Dengan sisir, rontokan rambut.’
(Yang satu) bertanya: ‘Di mana?’
Dijawab: ‘Pada mayang korma jantan di bawah batu yang ada di bawah sumur Dzarwan’.”
Aisyah radhiallahu ‘anha lalu berkata: “Nabi ﷺ lalu mendatangi sumur tersebut hingga beliau ﷺ mengeluarkannya.
Beliau ﷺ lalu berkata: ‘Inilah sumur yang aku diperlihatkan seakan-akan airnya adalah air daun pacar dan pohon kormanya seperti kepala-kepala setan’. Lalu dikeluarkan.
Aku bertanya: ‘Mengapa engkau tidak mengeluarkannya (dari mayang korma jantan tersebut, pen.)?’
Beliau ﷺ menjawab: ‘Demi Allah, sungguh Allah telah menyembuhkanku dan aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan manusia’.”

[Hadis ini diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahih-nya (kitab at-Thib, bab Hal Yustakhrajus Sihr? jilid 10, no. 5765, bersama al-Fath). Juga dalam Shahih-nya (kitab al-Adab, bab Innallaha Ya`muru bil ‘Adl, jilid 10, no. 6063]

[Juga diriwayatkan oleh al-Imam asy-Syafi’i sebagaimana yang terdapat dalam Musnad asy-Syafi’i (2/289, dari Syifa`ul ‘Iy), al-Asfahani dalam Dala`ilun Nubuwwah (170/210), dan al-Lalaka`i dalam Syarah Ushul ‘azza wa jalla’tiqad Ahlis Sunnah (2/2272)]. Namun ada tambahan bahwa ‘Aisyah berkata: “Dan turunlah (firman Allah ‘azza wa jalla):

قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلۡفَلَقِ ١ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ٢

Hingga selesai bacaan surah tersebut.”

Demikian pula yang diriwayatkan al-Imam Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya, dari hadis Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Sekelompok [2] sahabat Nabi berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka tempuh. Singgahlah mereka di sebuah kampung Arab. Mereka pun meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka.

Selang beberapa waktu kemudian, pemimpin kampung tersebut terkena sengatan (kalajengking). Penduduk kampung tersebut pun berusaha mencari segala upaya penyembuhan, namun sedikit pun tak membuahkan hasil. Sebagian mereka ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya kalian mendatangi sekelompok orang itu (yaitu para sahabat), mungkin sebagian mereka ada yang memiliki sesuatu.’

Mereka pun mendatanginya, lalu berkata: “Wahai rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat (kalajengking). Kami telah mengupayakan segala hal, namun tidak membuahkan hasil. Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu?

Sebagian sahabat menjawab: ‘Iya. Demi Allah, aku bisa meruqyah. Namun demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian tidak menjamu kami. Maka aku tidak akan meruqyah untuk kalian, hingga kalian memberikan upah kepada kami.’

Mereka pun setuju untuk memberi upah beberapa ekor kambing [3]. Maka dia (salah seorang sahabat) pun meludahinya dan membacakan atas pemimpin kaum itu Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (al-Fatihah). Pemimpin kampung tersebut pun merasa terlepas dari ikatan, lalu dia berjalan tanpa ada gangguan lagi.
Mereka lalu memberikan upah sebagaimana telah disepakati.

Sebagian sahabat berkata: ‘Bagilah.’

Sedangkan yang meruqyah berkata: ‘Jangan kalian lakukan, hingga kita menghadap Rasulullah ﷺ lalu kita menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi. Kemudian menunggu apa yang beliau ﷺ perintahkan kepada kita.’

Mereka pun menghadap Rasulullah ﷺ kemudian melaporkan hal tersebut.

Maka beliau ﷺ bersabda: ‘Tahu dari mana kalian bahwa itu (al-Fatihah, pen.) memang ruqyah?’

Lalu beliau ﷺ berkata: ‘Kalian telah benar. Bagilah (upahnya) dan berilah untukku bagian bersama kalian’, sambil beliau ﷺ tertawa.”

Adapun hadis yang diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sebaik-baik obat adalah Alquran.”

Dan hadis:

الْقُرْءآنُ هُوَ الدَّوَاءُ

“Alquran adalah obat.”
Keduanya adalah hadis yang Dhaif, telah dilemahkan oleh al-Allamah al-Albani rahimahullah dalam Dha’if al-Jami’ ash-Shagir, no. 2885 dan 4135.

Membuka Klinik Ruqyah

Di antara penyimpangan terkait dengan ruqyah adalah menjadikannya sebagai profesi, seperti halnya dokter atau bidan yang membuka praktik khusus. Ini merupakan amalan yang menyelisihi metode ruqyah di zaman Rasulullah ﷺ.

Asy-Syaikh Saleh Alus Syaikh berkata ketika menyebutkan beberapa penyimpangan dalam meruqyah:

“Pertama, dan yang paling besar (kesalahannya), adalah menjadikan bacaan (untuk penyembuhan) atau ruqyah sebagai sarana untuk mencari nafkah, di mana dia memfokuskan diri secara penuh untuk itu. Memang telah dimaklumi, bahwa manusia membutuhkan ruqyah. Namun memfokuskan diri untuk itu, bukanlah bagian dari petunjuk para sahabat di masanya. Padahal di antara mereka ada yang sering meruqyah. Namun bukan demikian petunjuk para sahabat dan tabi’in. (Menjadikan meruqyah sebagai profesi) baru muncul di masa-masa belakangan.

Petunjuk Salaf dan bimbingan as-Sunnah dalam meruqyah adalah seseorang memberikan manfaat kepada saudara-saudaranya, baik dengan upah ataupun tidak. Namun janganlah dia memfokuskan diri dan menjadikannya sebagai profesi seperti halnya dokter yang mengkhususkan dirinya (pada perkara ini). Ini baru dari sudut pandang bahwa hal tersebut tidak terdapat (contohnya) pada zaman generasi pertama.

Demikian pula dari sisi lainnya. Apa yang kami saksikan pada orang-orang yang mengkhususkan diri (dalam meruqyah) telah menimbulkan banyak hal terlarang. Siapa yang mengkhususkan dirinya untuk meruqyah, niscaya engkau mendapatinya memiliki sekian penyimpangan. Sebab dia butuh prasyarat-prasyarat tertentu yang harus dia tunaikan dan yang harus dia tinggalkan. Serta ‘menjual’ tanpa petunjuk.

Barang siapa meruqyah melalui kaset-kaset, suara-suara, di mana dia membaca di sebuah kamar, sementara speaker berada di kamar yang lain, dan yang semisalnya, merupakan hal yang menyelisihi nash. Ini sepantasnya dicegah untuk menutup pintu (penyimpangan). Sebab sangat mungkin akan menjurus kepada hal-hal tercela dari para peruqyah yang mempopulerkan perkara-perkara yang terlarang atau yang tidak diperkenankan syariat. [Ar-Ruqa wa Ahkamuha, Asy-Syaikh Saleh Alus Syaikh, hal. 20-21]

Selasa, 06 Februari 2018

CELAKALAH TUMIT YANG TIDAK TERBASUH WUDHU!

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


Banyak di antara kaum Muslimin yang ketika mencuci/membasuh kaki saat berwudhu tidak memerhatikan tumitnya.
Mereka tergesa-gesa ketika berwudhu, hanya sekadar menjulurkan kaki di bawah kran air yang mengalir, sehingga ada banyak bagian dari tumitnya yang tidak terbasuh dengan air. Ini adalah kesalahan besar yang wajib untuk diingatkan, karena mereka menunaikan shalat dalam keadaan tidak sah wudhunya

Ada hadis yang membicarakan ancaman bagi orang yang tidak berwudhu dengan sempurna. Dalilnya adalah:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ سَافَرْنَاهُ فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقْنَا الصَّلاَةَ صَلاَةَ الْعَصْرِ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ ، فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا ، فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ « وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ » . مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثً

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Kami pernah tertinggal dari Rasulullah ﷺ dalam suatu safar. Kami lalu menyusul beliau dan ketinggalan shalat, yaitu shalat ‘Ashar. Kami berwudhu sampai bagian kaki hanya diusap (tidak dicuci, -pen). Lalu beliau ﷺ memanggil dengan suara keras dan berkata: “Celakalah tumit-tumit dari api Neraka.” Beliau ﷺ menyebut dua atau tiga kali. (HR. Bukhari no. 96 dan Muslim no. 241). Yang namanya diusap, berarti tangan cukup dibasahi lalu menyentuh bagian anggota wudhu, tanpa air mesti dialirkan.

Dalam riwayat Muslim, disebutkan bahwa ‘Abdullah bin ‘Amr berkata:

رَجَعْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِمَاءٍ بِالطَّرِيقِ تَعَجَّلَ قَوْمٌ عِنْدَ الْعَصْرِ فَتَوَضَّئُوا وَهُمْ عِجَالٌ فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ وَأَعْقَابُهُمْ تَلُوحُ لَمْ يَمَسَّهَا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ »

“Kami pernah kembali bersama Rasulullah ﷺ dari Makkah menuju Madinah hingga sampai di air di tengah jalan, sebagian orang tergesa-gesa untuk shalat ‘Ashar. Lalu  mereka berwudhu dalam keadaan terburu-buru. Kami pun sampai pada mereka dan melihat air tidak menyentuh tumit mereka. Rasulullah ﷺ lantas bersabda: “Celakalah tumit-tumit dari api Neraka. Sempurnakanlah wudhu kalian.” (HR. Muslim no. 241).

Yang dimaksud a’qoob dalam hadis di atas adalah urat di atas tumit, disebut ‘aroqib. Kata ‘wail’ dalam hadis menunjukkan ancaman dan hukuman.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata: “Hadis di atas adalah ancaman untuk tumit (perkara yang kecil), namun ancaman ini berlaku juga untuk hal yang lebih dari itu. Karena jika tidak dimaafkan yang sepele seperti tumit, maka yang lebih dari itu tentu tidak dimaafkan.” (At Ta’liqot ‘ala ‘Umdatil Ahkam, hal. 26).

Hadis ini juga menerangkan wajibnya menyempurnakan wudhu dan perintah membasuh anggota-anggota wudhu. Yang luput dari hal ini, ia terjerumus dalam dosa besar karena diancam dengan Neraka seperti itu. Diterangkan oleh Syaikh As Sa’di di halaman yang sama.

Syaikh As Sa’di juga mengatakan: “Jika menganggap sepele dalam berwudhu tercela, begitu pula berlebihan dan mendapati was-was dalam wudhu juga sama tercela.” (At Ta’liqot ‘ala ‘Umdatil Ahkam, hal. 26).

 Faidah yang terdapat dalam Hadis:

 Pertama:

Wajibnya membasuh/mencuci kedua kaki dengan air secara sempurna ketika berwudhu. Tidak cukup hanya dengan mengusapnya. Sebab seandainya dengan mengusap saja cukup, niscaya Nabi ﷺ tidak akan memberikan ancaman Neraka bagi orang yang tidak membasuh/mencuci kedua tumitnya. Demikian penjelasan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Abdil Barr, dan an-Nawawi. Dalam sebagian riwayat Muslim dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda: “Celakalah mata kaki yang tidak terbasuh air itu karena jilatan api Neraka.” Dalam riwayat ini juga dikatakan, bahwa suatu ketika Nabi ﷺ melihat seorang lelaki yang tidak membasuh kedua tumitnya, lantas beliau ﷺ memberikan teguran keras semacam itu. Sehingga hal ini menjadi bantahan bagi kaum Syiah yang hanya mewajibkan mengusap kaki. Ini adalah pendapat yang batil, menyelisihi Alquran dan Sunnah Rasulullah ﷺ serta Ijma’ umat Islam. Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ…

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” [QS. Al Maidah: 6]

Abdurrahman bin Abi Laila berkata: “Para sahabat Rasulullah ﷺ sepakat mengenai wajibnya membasuh/mencuci kedua kaki.” (Lihat Syarh Muslim [3/29-32], Fath al-Bari [1/319-320], al-Istidzkar [2/51] pdf).

 Kedua:

Menunjukkan siksa Neraka ada dua macam. Pertama siksaan yang sifatnya menyeluruh tanpa terkecualikan (seluruh badan). Dan yang kedua adalah siksaan yang sifatnya parsial, seperti disebutkan dalam hadis. Hanya tumitnya saja yang disiksa tanpa anggota tubuh yang lain.

 Ketiga:

Perintah untuk menyempurnakan wudhu. Yang dimaksud menyempurnakan wudhu adalah menunaikan hak masing-masing anggota badan yang dibersihkan/dibasuh ketika wudhu (Lihat Taudhih al-Ahkam [1/217], Syarh Muslim [3/41])

 Keempat:

Termasuk dalam perintah menyempurnakan wudhu adalah menyela-nyelai jari-jari kaki dengan air.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi dan dihasankan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma:

“Apabila kamu berwudhu, maka sela-selailah jari tangan dan jari kakimu.”

Hadis semakna juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dari sahabat Laqith bin Shabirah radhiyallahu’anhu yang disahkan oleh Tirmidzi sendiri, al-Baghawi dan Ibnu al-Qaththan (Lihat Nail al-Authar [1/182] dan Tuhfat al-Ahwadzi [1/149-150] ).

 Kelima:

Barang siapa meninggalkan anggota wudhu tidak terbasuh oleh air, meskipun hanya selebar kuku, maka wudhunya tidaklah sah. Berkata Al Imam An Nawawy: Ini adalah perkara yang telah disepakati (oleh para ulama). Telah diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dari shahabat Umar Ibnul Khattab, beliau berkata:

أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى

“Bahwa seorang laki-laki berwudhu, lalu meninggalkan (kering) selebar kuku di atas kakinya. Saat Nabi ﷺ melihatnya, maka beliau ﷺ pun bersabda: “Kembali dan perbaguslah wudhumu.” Maka dia kembali (berwudhu) kemudian melakukan shalat.”

Wallahu a'lam


Jumat, 15 Desember 2017

BIRRUL WALIDAIN, BERBUAT BAIK TERHADAP ORANG TUA


Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


1. Pengertian Birrul Walidain

Berbuat baik terhadap orang tua (birrul walidain) adalah memberi kebaikan atau berkhidmat kepada keduanya serta mentaati perintahnya (kecuali yang ma’siat) dan mendoa’kannya apabila keduanya telah wafat. Ibu dan Bapak sebagai orang tua sudah selayaknya mendapatkan kebaikan dan penghormatan dari anaknya. Islam sangat perhatian mengenai masalah ini, sebagaimana sangat jelas ditegaskan dalam firman Allah yang berbunyi. :

“Dan Kamu perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali”.

2. Dalil Al-Qur’an dan hadist

“Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak”. (QS. An-Nisa’ : 36)

Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy Syar’iyyah 1/434).

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya): “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”. (QS. Al Isra’:23).

Adapun makna (qadhoo) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy : yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy: “Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya). (Fathul Qodlir 3/218).

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya): “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurkah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”(QS. Luqman : 14).

Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua “Tiga ayat dalam Al’Quran yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu”, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.” (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40).

Berkaitan dengan ini, Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wassallam bersabda (artinya) : “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (Riwayat Tirmidzi dalam Jami’nya (1/346), Hadits ini Shohih, lihat Solsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516).

Hadits Al Mughairah bin Syub’ah – mudah-mudahan Allah meridhainya, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda (artinya): “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat) dan membuang-buang harta”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1757)

3. Keutamaan Birrul Walidain

Termasuk Amalan Yang Paling Mulia

Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata:Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘ Alaihi Wasallam: “Sholat tepat pada waktunya”, Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ” Berbuat baik kepada kedua orang tua”. Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Berjihad di jalan Allah”.(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).

Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (artinya): “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….”, hingga akhir ayat berikutnya : “Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al Ahqaf 15-16)Diriwayatkan oleh Ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata :Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakan masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Apakah Ibumu masih hidup?”, berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Kalau bibimu masih ada?”, dia berkata : “Ya”.
Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Berbuat baiklah padanya”.(Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam Jami’nya dan berkata Al’ Arnauth : Perawi-perawinya tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami’ul Ushul (1/406)).

Termasuk Sebab Masuknya Seseorang ke Surga

Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhoiny, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Celakalah dia, celakalah dia”, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga”.
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalan Shahihnya No. 1758, ringkasan)

Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasanya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Apakah kamu masih memiliki Ibu?”. Berkata dia : “Ya”. bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya”.
(Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya). Hadits ini Shohih. (lihat Shahilul Jaami No. 1248)

Merupakan Sebab Keridhoan Allah

Sebagaimana hadits yang terdahulu “Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua”.

Merupakan Sebab Bertambahnya Umur

Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim”.

Merupakan Sebab Barokahnya Rizki

Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.

4. Bentuk Birrul Walidain

Di antara hak orang tua ketika masih hidup adalah:

Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah

Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram hukumnya mendurhakai kedianya. Tidak sedikit pun mendurhakai mereka berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah ataumendurhakai-Nya.AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman: “dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS. Luqman: 15)

Tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Tidak ada ketaatan untuk mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan kebaikan.” (HR. Bukhari no. 4340,7145, 7257, dan Muslim no. 1840, dari Ali radhiyallahu ‘anhu)

Adapun jika bukan dalam perkara yang mendurhakai Allah, wajib mentaati kedua orang tua selamanya dan ini termasuk perkara yang paling diawajibkan. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mendurhakai apa saja yang diperintahkan oleh kedua orang tua.

Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada orang tua ibu bapaknya…” (QS. Al-Ahqaaf: 15)”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuaru pun, Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak….” (QS. An-Nisaa’: 36)

Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga kondisi mereka melemah dan sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari anaknya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Israa’ :23-24)

Di antara bakti terhadap kedua orang tua adalah menjauhkan ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti kedua orang tua, walaupun dengan isyarat atau dengan ucapan ‘ah’. Termasuk berbakti kepada keduanya ialah senantiasa membuat mereka ridha dengan melakukan apa yang mereka inginkan, selama hal itu tidak mendurhakai Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana yang telah disebutkan.

Merendahkan Diri di Hadapan Keduanya

Tidak boleh mengeraskan suara melebihi suara kedua orang tua atau di hadapan mereka berdua. Tidak boleh juga berjalan di depan mereka, masuk dan keluar mendahului mereka, aau mendahului urusan mereka berdua. Rendahkanlah diri di hadapan mereka berdua dengan cara mendahulukan segala urusan mereka, membentangkan dipan untuk mereka, mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk, menyodorkan bantal, janganlah mendului makan dan minum, dan lain sebagainya.

Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka

Berbicara dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua dan merendahkan diri di hadapan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“… Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Israa’: 23)Oleh karena itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan baik serta dengan lafazh yang bagus.

Meyediakan Makanan Untuk Mereka

Menyediakan makanan juga termasuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika ia memberi mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya disediakan untuk mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua daripada dirinya, anaknya, dan istrinya.

Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya

Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan bertanya: “Ya, Rasulullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.”Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)

Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang Mereka Inginkan

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata:“Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:“Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR.Ahmad, II/2014, Au Dawud no.3530, dan Ibnu Majah no.2292, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaamino.1486)

Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbat baik kepadanya.


Sabtu, 09 Desember 2017

MENGENAL SYIRIK DAN TAUHID

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


Kita sering dengar istilah syirik, namun banyak yg belum tahu apa itu syirik.
Mereka hanya tahu syirik itu menduakan Allah dan dosa yg tdk terampuni,
Tapi mereka belum paham makna menduakan Allah dan makna dosa yg tidak terampuni...

Apa maksud dari kata dosa yang tidak terampuni?
Maksudnya adalah bahwa dosa itu adalah raja dari segala dosa,
Dosa yg tertinggi dari sgala dosa yg kita ketahui selama ini,
Bahkan jika kita kumpulkan semua jenis dosa yg ada di bumi ini, tidaklah bisa menyamai dosa syirik,
Misalkan saja zina, rampok, mencuri smpai bahkan membunuh, semua itu dosa besar, tapi jika dibandingkan dengan dosa syirik, maka sungguh tidak ada apa2nya,
Disinilah makna syirik yg byk orang awwam sampaipun penuntut ilmu yg belum paham akan betapa besarnya konsekwensi dosa syirik.

Kenapa dosa syirik tidaklah begitu jadi perhatian utama dalam hal dosa?
Tapi lebih dominan kemasalah penipuan, korupsi, zina dan pembunuhan?
Karna dosa2 diatas selain syirik, berhubungan dengan intern antar sesama manusia, ini bukti bahwa kita rata2 condong kepada dunia dalam hal materialistis bukan kepada Allah.
Seakan2 Allah itu nomor dua atau bhkan wacana yg tidak pnting.
Bukankah orang yg melakukan dosa syirik tidak berhubungan dengan manusia?
Tapi hanya berhubungan dengan Allah.
Hingga keluar sebuah kalimat,
"Biarkan dia selama tidak mengganggu dan menyakiti orang lain...

...

Inilah bukti bahwa betapa byk manusia yg tidak paham bahkan sama sekali tdk tahu apa itu syirik.
Mari kita simak sepenggal cerita beberapa anak santri yg bertahun-tahun belajar tauhid, tetapi merasa jenuh karna selama bertahun-tahun hanya dominan tauhid saja yg di pelajari.
Lalu akhirnya mengkritisi sang guru agar tdk itu2 saja, tauhid lagi, tauhid lagi dan tauhid melulu.
Maka sang guru mengalah, sang guru lalu bercerita kalo dikampung sebelah ada seorang ayah menzinai anak kandungnya,
Betapa marah dan geramnya para santri2 itu sambil berdiri hendak marah.
Tak sampai disitu, sang guru lalu bercerita bahwa dikampung sebelahnya lagi ada seorang bapak yg menyembelih kambing untuk dipersembahkan kepada tuhan selain Allah,
Apa reaksi para santri itu? Mereka hanya bersikap biasa saja, padahal bila dibandingkan antara dosa berzina dgn menyembelih selain Allah,
Sungguh dosa menyembeli selain Allah adalah syirik akbar, mengalahkan dosa seorang bapak yg menzinai anak kandungnya,

Nb: ingat, jgn salah paham, jgn sampai kita pandang enteng dosa zina...

Maka sang gurupun melanjutkan kalo tauhid ini, bahwasanya para santri2nya belum paham apa itu tauhid...

...

Apakah dosa syirik bisa diampuni? Jawabnya bisa asal dia tobat sebelum dia meninggal dunia sbagaimana firman Allah...

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53)

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az Zumar: 53)

ayat diatas mewakili firman2 Allah yg lainnya tentang semua dosa tanpa pengecualian akan diampuni jika dia mau bertaubat termasuk syirik kecil dan syirik besar.

...

Bagaimana dengan perkataan yg begitu populer kalo dosa syirik tidak diampuni...
Maka jawabnya adalah, itu jika dia meninggal sedangkan dia masih melakukan kesyirikan dan masih menyimpan keyakinan2 syirik.
Sebagaimana firman Allah...

                 إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48)

ayat ini berlaku ketika seseorang telah meninggal dunia, dimana dia tdk sempat bertaubat dari segala dosa-dosa syiriknya, sedangkan selain dosa syrik Allah menggunakan dua opsi,
Kalo tidak diampuni, maka dihukum dulu baru masuk surga.

...

Ada pertanyaan lagi yg umum, kenapa para ulama salaf bgitu gencar-gencarnya mendakwahkan tauhid?
Bukankah orang lain yg syirik dia jg yg masuk neraka,
Ngapain urus mereka, bukankah lebih pantas mengurus mereka yg suka berzina, suka menyakiti orang lain, suka nipu, korupsi dan lain2?
Maka jawabnya adalah...

1. Dakwah utama para nabi dan rasul adalah tauhid, tidaklah Allah mengutus para nabi dan rasul kecuali untuk mengajak kepada tauhid!
Jika kita dengar sejarah para nabi yg umatnya diberi berbagai bencana, hujan banjir, taupan, badai pasir dan byk lagi, tahu kenapa?
Karena mereka menyembah selain Allah, mereka menyembah berhala.
Kecuali kaum nabi luth, bumi pijakan mereka dibalik karna homosexual yg dihalalkan.

2. Kecintaan para ulama kepada umat muslim.

"Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya”
(HR Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya)

3. Karna syirik, maka bencana merata...

Allah berfirman (yang artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kalian ketika mereka berbuat kezhaliman,
padahal para rasul telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sama sekali tidak mau beriman.
Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat dosa.
Kemudian, Kami menjadikan kalian sebagai pengganti-pengganti mereka di muka bumi supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat.”
(QS. Yunus: 13-14)

Tidaklah suatu kezhaliman dilakukan melainkan akan menimbulkan bencana. Dan sebesar-besar kezhaliman yang dilakukan seorang hamba adalah menyekutukan Allah (Syirik).

...

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكُنَّ اللهُ يَبْعَثُ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

“Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kamu harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Atau jika tidak, Allah bisa segera menimpakan azab dari sisi-Nya dan ketika kamu berdo’a tidak dikabulkan-Nya.”
(HR. Ahmad dan Tirmidzi).

"Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya"
(Qs. Al-Anfal 25)

4. Tersebarnya kesyirikan dan lama-lama dianggap hal biasa.
Sedangkan gencar"nya para ulama salaf mendakwahkan tauhid, namun kesyirikan tetap semakin meraja lela hingga lama" menjadi hal yg dianggap biasa.

...

5. Tugas utama iblis.
Kita tahu? Apa jenjang iblis dalam menggoda manusia?
Yg utama adalah syirik, lalu bid'ah kemudian dosa-dosa besar lainnya.
Kalo kita telah melakukan kesyirikan, maka iblis gak perlu menggoda pada dosa" lainnya, bahkan tdk melarang kita untuk ibadah, bahkan dia menyuruh kita ibadah, karna iblis tahu, ibadah kita tdk akan pernah diterima selama kita dalam kesyirikan.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan" (Al An’am: 88).

6. Benteng dari musuh2 islam.

"Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).
Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.
Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong" (Q.S. An-Nisaa [4]: 89)

NB: Mohon jangan gagal paham dengan kalimat TAWAN DAN BUNUHLAH MEREKA,
ayat ini turun dimasa peperangan antara nabi dan orang2 kafir, berlaku dgn 2 syarat, yaitu :
a. Jika dia mengajak kamu pada kekafiran,
b. Berada dilingkungan yg menerapkan hukum islam. Jadi jelas, ini tidak berlaku di Indonesia.

...

7. Kesyirikan ataupun kekafiran menjauhkan kita dari pertolongan Allah, dan musuh" islam hendak membuat kita jadi kafir,

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu"
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 120)

Allahu a’lam bish shawab.
Wassalamù'alaíkùm warahmatullaahi wabarakaatuh


Sabtu, 11 November 2017

KEJUJURAN PEMBUKA SELURUH AKHLAK MULIA

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


Alhamdulillahi Rabbil'alamiin 

Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad 


🌹MAKNA KEJUJURAN 

Asal arti kata ash-shidq (kejujuran) adalah kabar yang bersesuaian dengan kenyataan.

Ash-shidq terdapat pada kabar atau berita. Apabila Anda mengabarkan tentang sesuatu dan kabar tersebut sesuai dengan kejadian sesungguhnya, dikatakan bahwa kabar tersebut jujur. Misalnya, pada hari Ahad Anda mengatakan, “Hari ini hari Ahad”, maka kabar Anda benar. Namun, jika Anda mengatakan, “Hari ini hari Senin”, kabar Anda dusta. Kesimpulannya, jika kabar sesuai dengan realitas yang sesungguhnya, dikatakan sebagai kabar jujur; dan jika tidak, dikatakan sebagai kabar dusta.

Ash-shidq juga terdapat pada ucapan dan perbuatan, yaitu ketika keadaan batin seseorang bersesuaian dengan keadaan lahirnya. Dia mengamalkan sesuatu yang bersesuaian dengan isi hatinya. Oleh karena itu, orang yang berlaku riya’ bisa dikatakan sebagai orang yang tidak jujur. Sebab, dia menampakkan diri di hadapan orang lain sebagai orang yang beribadah kepada Allah, padahal kenyataannya tidak demikian.

Seorang yang musyrik (melakukan kesyirikan) kepada Allahsubhanahu wa ta’ala juga bukan orang yang jujur, karena ia menampakkan diri sebagai orang yang bertauhid, padahal kenyataannya tidak demikian.

Begitu juga halnya orang-orang munafik. Mereka tidak jujur karena menampakkan keimanan, padahal bukan orang-orang yang mukmin.

Seorang mubtadi’ (ahli bid’ah) juga bukan orang yang jujur. Sebab, ia menampakkan diri mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal pada kenyataannya ia bukan orang yang mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kejujuran adalah salah satu sifat orang-orang yang beriman. Sebaliknya, kedustaan adalah salah satu sifat kaum munafik. (Syarh Riyadhus Shalihin “Bab ash-Shidq”, karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah )

Kejujuran adalah satu sifat yang telah diperintahkan oleh Allahsubhanahu wa ta’ala, sebagaimana termaktub di dalam al-Qur’anul Karim. Allah subhanahu wa ta’ala juga memuji orang-orang yang memiliki sifat jujur.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119)

Allah subhanahu wa ta’ala menjanjikan pahala yang besar bagi orang-orang yang memiliki sifat jujur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintah umat beliau agar berhias dengan kejujuran karena kejujuran menjadi pembuka dan sarana menuju seluruh akhlak mulia.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan, dan sungguh, kebaikan itu akan membimbing ke surga.”

Kejujuran adalah tanda keislaman, timbangan keimanan, pokok agama, dan tanda kesempurnaan seseorang yang memiliki sifat tersebut. Dengan kejujuran, seorang hamba memiliki kedudukan yang tinggi, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Dengan kejujuran pula, dia akan mencapai kedudukan orang-orang yang mulia.

Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan tentang para pelaku kebaikan dan memuji mereka atas kebaikan amalan mereka, yaitu amalan iman, Islam, sedekah, dan kesabaran, dengan menyebut mereka sebagai golongan orang yang jujur.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi; memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janji apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang jujur (keimanannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)

Dengan kejujuran pula, seorang hamba akan selamat dari berbagai kejelekan. Keberuntungan yang besar didapatkan oleh orang-orang yang memiliki sifat jujur.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kejujuran mereka.” Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar." (al-Maidah: 119)

🌹 KEJUJURAN ADALAH KETENANGAN, KEDUSTAAN ADALAH KEBIMBANGAN

Orang yang jujur adalah orang yang tepercaya dalam mengemban setiap amanah, baik yang berkaitan dengan harta benda, hak-hak, maupun rahasia-rahasia. Orang yang jujur akan mendapatkan ketenteraman hati.

Barang siapa senantiasa menjaga kejujuran ucapannya, baik ketika memerintah dan melarang, ketika membaca al-Qur’an dan berzikir, maupun ketika memberi dan menerima, ia akan tercatat di sisi Allah dan di sisi manusia sebagai orang yang jujur, dicintai, dimuliakan, dan tepercaya. Persaksiannya adalah kebaikan, hukumnya penuh keadilan, berbagai muamalahnya dipenuhi kemanfaatan, dan majelisnya dipenuhi keberkahan.

Orang yang jujur pada setiap amalannya ialah yang terjauhkan dari riya’ dan sum’ah (mencari popularitas). Yang dia inginkan dari amalannya hanyalah wajah Allah subhanahu wa ta’ala semata. Demikian pula seluruh aktivitasnya, ia tidak menginginkan darinya berbagai bentuk makar dan tipu daya.

Dengan kejujuran, seseorang tidak akan mengharapkan balasan selain dari Allah subhanahu wa ta’ala. Dia akan tegas menyuarakan kebenaran sekalipun pahit dirasakan. Orang yang berlaku jujur tidak akan terpengaruh oleh celaan orang-orang.

Seorang mukmin yang terhiasi akhlak kejujuran tidak akan berdusta. Tidaklah ia berkata selain kebaikan. Ketenteraman hati dan ketenangan sikap terpancar dari hamba yang senantiasa berlaku jujur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu. Kejujuran adalah ketenangan, sedangkankedustaan adalah kebimbangan.” (HR. at-Tirmidzi, beliau mengatakan, “Hadits shahih”; dari al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma)

🌹 PENGARUH KEJUJURAN DAN PENGARUH KEDUSTAAN

Kejujuran dalam bertutur kata dan berbuat menyebabkan diterimanya sebuah perkataan.

Disebutkan dalam hadits riwayat al-Bukhari rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kaum musyrikin, “Bagaimana pendapat kalian kalau aku kabarkan kepada kalian bahwa di balik bukit ini ada pasukan berkuda yang akan menyerbu, apakah kalian membenarkan perkataanku?” Mereka menjawab, “Ya, kami belum pernah mendengarmu berdusta.” (HR. al-Bukhari dalam Shahih-nya “Kitab at-Tafsir”, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu)

Kaisar Heraklius bertanya kepada kaum musyrikin Makkah (di antaranya Abu Sufyan yang ketika itu belum masuk Islam) tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah dahulu kalian menuduhnya berdusta sebelum ia (Muhammad) menyampaikan apa yang ia sampaikan?”

Abu Sufyan menjawab, “Tidak.”

Kaisar Heraklius mengatakan, “Sungguh, aku mengetahui, tidak mungkin ia meninggalkan perkataan dusta terhadap manusia lantas berani berdusta terhadap Allah subhanahu wa ta’ala.” (HR. al-Bukhari, “Kitab at-Tafsir”, “Bab surat Ali ‘Imran: 64”)

Sebaliknya, kedustaan menyebabkan ditolaknya sebuah perkataan, sekalipun benar. Minimalnya, perkataan tersebut akan diragukan.

Karena pengaruh kedustaan, seseorang digolongkan sebagai orang fasik, sebagaimana halnya firman Allah subhanahu wa ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu.” (al-Hujurat: 6)

🌹 PENGARUH KEDUSTAAN TAMPAK PADA WAJAH-WAJAH PENDUSTA

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kalian.” (Muhammad: 30)

Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menerangkan ayat ini, “Maksudnya, dengan tanda-tanda yang ada pada wajah mereka. Adalah kelaziman apabila isi hati mereka diungkapkan oleh lisan mereka. Lisan adalah gayungnya hati. Pada lisan tersebut akan tampak isi hati, baik kebaikan maupun kejelekan.” (Taisirul Karimir Rahman, asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah )

🌹 KEDUSTAAN TERMASUK SIFAT-SIFAT KEMUNAFIKAN 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa "tanda-tanda orang munafik ada tiga : jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika dipercaya ia berkhianat." (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Selain itu, kedustaan akan menghilangkan keberkahan, sedangkan kejujuran akan membuahkan keberkahan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Penjual dan pembeli memiliki hak untuk menentukan pilihan selama keduanya belum berpisah dari tempat transaksi. Jika keduanya berlaku jujur (pada sifat barang) dan menjelaskan (seandainya ada cacat pada barang), niscaya transaksi jual beli tersebut diberkahi. Akan tetapi, kalau keduanya berdusta dan menyembunyikan cacat (barang dagangan), akan dihilangkan keberkahan transaksi jual beli tersebut.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Demikian beberapa pengaruh kejujuran dan kedustaan, dan masih banyak pengaruh lainnya. Kesimpulannya, akhlak kejujuran adalah pembuka dan sarana menuju seluruh akhlak kebaikan, sedangkan kedustaan adalah sarana menuju berbagai bentuk kerusakan akhlak.

Wallahu a’lam bish shawab