۞﷽۞
╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿เงกৢ˚❁๐❁˚เงก✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
"KISAH GUS MIEK MENAKLUKKAN PARA BOS BANDAR PERJUDIAN"
•┈┈•⊰✿┈•เงกৢ❁˚๐น๐๐น˚❁เงก•┈✿⊱•┈┈•
╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊
ุจِุณْููููููููููููููู ِ ุงِููู ุงูุฑَّุญْู َِู ุงูุฑَّุญِْููููููููู ِ
ุงูุณَّูุงَู ُ ุนََُْูููู ْ َูุฑَุญْู َุฉُ ุงِููู َูุจَุฑََูุงุชُُู
♦️Dialah sosok Gus Miek. Cara dakwahnya selalu berbeda dari para kiai biasanya. Gus Miek mampu hadir di tempat-tempat yang tidak lazim. Klub malam, diskotik, prostitusi, perjudian dan lain sebagainya. Semua ditaklukkan alias disadarkan Gus Miek dengan caranya yang unik dan mengesankan.
♦️Salah satunya adalah tempat perjudian di Semarang. Saat itu, ada surga perjudian yang dikenal sebagai NIAC, yang kemudian menjadi neraka perjudian setelah “ditaklukkan” oleh Gus Miek. Begitu pula dengan BONANSA dan THR, yang terkenal memiliki bandar dan backing yang kuat.
♦️Pada masa itu, sekitar 1970-1972, orang-orang dari massa partai berbasis Islam gencar menggelar aksinya memberantas kemaksiatan di tempat-tempat ini, tapi selalu gagal, karena memang, tempat seperti NIAC memiliki backing yang tak bisa dianggap remah, baik backing fisik maupun politik.
♦️Lalu bagaimana jika seorang kyai turut masuk ke dalam tempat seperti ini? Apalagi ikut permainan-permainan judi?
♦️Dialah sosok Gus Miek. Beliau kerap menyambangi NIAC maupun THR, di sana ia turut bermain, dengan segala kelebihannya, ia mampu memenangkan hampir di setiap permainan sehingga membuat cukong-cukong itu menanggung kekalahan yang sangat besar.
♦️Mungkin para bos bandar ini tak takut dosa, apalagi ancaman-ancaman ayat Al-Quran. Tapi tak dapat dipungkiri, yang mereka takutkan adalah kerugian, kebangkrutan dan akhirnya kapok dan sadar. Pada akhirnya, tempat perjudian ini pun hancur dengan sendirinya, hancur dari dalam, hancur sebab para pelakunya kapok dengan judi, “ditaklukkan” oleh Gus Miek.
♦️Namun seperti biasa, uang hasil kemenangan perjudian tak pernah dinikmatinya.
♦️Pernah suatu ketika, setelah menang banyak sambil membawa satu kantong terigu penuh dengan uang, Gus Miek berkata kepada Shodiq, salah satu ‘santrinya’ dari Pakunden-Blitar,
➖“Kamu jangan ikut menikmati. Uang ini tidak bisa kita makan. Uang ini sudah ada yang berhak.”
♦️Kemudian Gus Miek berkeliling naik becak, uang itu disebar di sepanjang jalan untuk para tukang becak dan penjual kopi di pinggir jalan. Pada lain kesempatan, Gus Miek membuang uang itu ke laut.
♦️Memang, walaupun Gus Miek banyak bertingkah ‘khariqul-adah’ (di luar kebiasaan), ia sangat keras melarang pengikutnya untuk menirukan tingkah lakunya, seperti bergaul dengan orang-orang ‘dunia hitam’. Ia tetap memerintahkan santrinya untuk shalat dan menghindari maksiat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dan saran anda akan sangat bermanfaat untuk kemajuan blog ini.