Jumat, 24 Juli 2020

ZAID BIN TSABIT RADHIALLAHU’ANHU "PEMUDA CERDAS BERWAWASAN LUAS"

                               ۞﷽۞

            ╭⊰✿️┈•┈•⊰✿๐ŸŒŸ✿⊱•┈•┈✿️⊱╮
"PEMUDA CERDAS BERWAWASAN LUAS"
( ZAID BIN TSABIT RADHIALLAHU’ANHU ) 
           •┈┈•⊰✿┈•๐Ÿ”ธ️๐ŸŒน๐Ÿ”ธ️•┈✿⊱•┈┈•
                           ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ 
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ 

A. #Kehidupan_masa_kecil_Zaid_bin_Tsabit

Dilahirkan pada tahun 10 sebelum hijrah, atau 10 tahun lebih muda dari Ali bin Abi Thalib, Zaid dan keluarganya berasal dari kabilah Bani An-Najjar. Keluarganya termasuk kelompok awal penduduk Madinah yang menerima Islam. Di bawah bimbingan dan pendidikan orang tuanya, Zaid tumbuh menjadi seorang pemuda cilik yang cerdas dan berwawasan luas.
Nama lengkapnya adalah Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahak bin Zaid Ludzan bin Amru. Dia adalah seorang Anshar yang kelak akan menjadi seorang ulama terkenal, dan pengumpul al-Qur’an. Beliau telah meenjadi yatim pada usia enam tahun.
Pada umur 11 tahun, ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau masuk Islam bersama dengan keluarganya. Dua tahun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, terjadi Perang Badar. Di usia 13 tahun, Zaid bin Tsabit datang menemui Rasulullah Muhammad saw. Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi tinggi badannya.
Tanpa rasa takut dan penuh percaya diri, ia memohon kepada Rasulullah agar diijinkan ikut berperang.
“Saya bersedia syahid untuk Anda wahai Rasulullah. Ijinkan saya pergi berjihad bersama Anda untuk memerangi musuh-musuh Allah, di bawah panji-panji Anda,” ucapnya dengan tegas.
Rasulullah tertegun mendengar permintaan itu. Dengan penuh rasa haru, gembira dan takjub, ia menepuk-nepuk bahu Zaid. Sayangnya, Rasulullah tidak bisa memenuhi permintaan itu karena Zaid masih terlalu muda untuk ikut berperang.
Bocah itu pulang sambil menyeret pedangnya. Wajahnya murung karena tak mendapat kehormatan menyertai Rasulullah dalam perangnya yang pertama.
Sang ibu, Nuwar binti Malik, menyusul di belakangnya. Tak kurang kesedihannya daripada putranya. Ingin sekali dia melihat putranya berangkat sebagai mujahid bersama kaum lelaki yang lain di bawah panji-panji Rasulullah. Ingin sekali dia menyaksikan putranya mengantikan kedudukan ayahnya yang telah tiada.

B. #Zaid_bin_Tsabit_Sektretais_Nabi

Meskipun telah ditolak oleh Rasulullah untuk ikut berjihad di jalan Allah dalam perang Badar karena terhalang usia yang masih muda. Tapi, kecintaan Zaid bin Tsabit yang tinggi terhadap Islam tidak pupus. Dengan kecerdasannya, ia memikirkan hal lain yang mungkin bisa ia lakukan tanpa terhalang usia. Dibantu ibunya, Nuwar binti Malik, ia mengajukan permohonan baru untuk ikut berjuang di jalan Allah.
Sang ibu pergi menghadap Rasulullah menyampaikan kelebihan Zaid yang hafal tujuh belas surah dengan bacaan yang baik dan benar serta mampu membaca dan menulis dengan bahasa Arab dengan tulisan yang indah dan bacaan yang lancar.
Lalu, Rasulullah meminta Zaid mempraktekkan apa yang dikatakan ibunya. Rasulullah kagum, ternyata kemampuan Zai lebih bagus dari yang disampaikan ibunya.
Rasulullah lalu meminta Zaid agar belajar bahasa Ibrani, bahasa orang Yahudi agar mereka tidak mudah menipu Rasulullah.
Sebentar saja, Zaid mampu menguasai bahasa itu. Setiap kali Rasulullah mendapatkan surat atau akan membalas surat kepada orang Yahudi, maka beliau meminta Zaid membantunya.
Rasulullah juga meminta Zaid belajar bahasa Suryani. Ternyata Zaid mampu melakukannya. Di usia yang masih muda, Zaid sudah menjadi orang kepercayaan Rasulullah untuk menjadi sekretaris pribadi beliau. Tidak hanya itu. Karena kemampuannya membaca dan menghafal Al Quran, Rasulullah juga memercayakan Zaid menuliskan wahyu yang turun kepada Rasulullah. Setiap kali wahyu turun, Rasulullah memanggil Zaid, mendiktekan dan meminta Zaid menuliskannya.
Kekuatan daya ingat Zaid bin Tsabit telah membuatnya diangkat menjadi penulis wahyu dan surat-surat Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya, dan menjadikannya tokoh yang terkemuka di antara para sahabat lainnya. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit bahwa:
Rasulullah SAW berkata kepadanya "Aku berkirim surat kepada orang, dan aku khawatir, mereka akan menambah atau mengurangi surat-suratku itu, maka pelajarilah bahasa Suryani", kemudian aku mempelajarinya selama 17 hari, dan bahasa Ibrani selama 15 hari.

C. #Peranan_Zaid_bin_Tsabit_dalam_pemilihan

 Khalifah setelah Rasulullah Meninggal
Keberadaan Zaid tak terbatas pada posisinya sebagai penulis al-Qur’an. Ia pun menjadi sumber solusi suatu persoalan. Salah satu peranan Zaid bin Tsabit yang sangat besar bagi ummat Islam adalah pada peristiwa pengangkatan Khalifah pengganti Rasulullah.
Posisi Rasulullah sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir mutlak tidak dapat tergantikan, namun posisinya sebagainya sebagai kepala negara harus ada yang menggantikan karena dikhawatirkan akan mendatangkan perpecahan dikalangan ummat Islam.
Maka saat Rasulullah meninggal ummat Islam melakukan musyawarah untuk mengangkat khalifah pengganti Rasul. Kaum Muhajirin berkata, “Pihak kami lebih berhak menjadi khalifah.” Sementara kaum Anshar berkata, “Pihak kami dan kalian sama-sama berhak. Kalau Rasulullah mengangkat seseorang dari kalian untuk suatu urusan, maka beliau mengangkat pula seorang dari pihak kami untuk menyertainya.” Artinya mereka menginginkan ada dua orang khalifah.
Perbedaan pendapat hampir saja memicu konflik fisik. Padahal jenazah Rasulullah masih terbaring. Di tengah meruncingnya masalah itulah, Zaid muncul dan berkata kepada kaumnya, orang-orang Anshar, “Wahai kaum Anshar, sesungguhnya Rasulullah saw. adalah orang Muhajirin. Karena itu, sepantasnyalah penggantinya orang Muhajirin pula. Kita adalah pembantu-pembantu (Anshar) Rasulullah. Maka sepantasnyalah pula kita menjadi pembantu bagi pengganti (khalifah)-nya, sesudah beliau wafat, dan memperkuat kedudukan khalifah dalam menegakkan agama.” Setelah mengatakan hal itu, Zaid bin Tsabit mengulurkan tangannya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq, seraya berkata, “Inilah Khalifah kalian. Baiatlah kalian dengannya!” dengan begitu Zaid bin Tsabit telah membai’at Abu Bakar, disusul oleh Umar bin Khattab dan seluruh yang hadir dalam musyawarah itu. Dan diangkatlah Abu Bakar sebagai Khalifah.


Baca juga :


D. #Zaid_bin_Tsabit_pengumpul_Al_Quran

Ketika pecah pertempuran Yamamah pada masa Khalifah Abu Bakar, banyak sekali sahabat yang ahli baca (Qary) dan ahli hafal (Huffadz) yang gugur menemui syahidnya. Hal yang cukup mengkhawatirkan ini ‘ditangkap’ oleh Umar bin Khaththab. Segera saja menghadap khalifah Abu Bakar dan mengusulkan agar segera menghimpun Al Qur’an dari catatan-catatan dan hafalan-hafalan para sahabat yang masih hidup. Tetapi Abu Bakar berkata tegas, “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah saw. (yakni, bid’ah) ?”
“Demi Allah, ini adalah perbuatan yang baik!!” Kata Umar, agak sedikit memaksa.
Abu Bakar masih dalam keraguan. Ia shalat istikharah, dan kemudian Allah membukakan hatinya untuk menerima usulan Umar. Abu Bakar dan Umar bermusyawarah, dan mereka memutuskan untuk menyerahkan tugas tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Ketika Zaid menghadap Abu Bakar dan diberikan tugas tersebut, reaksinya sama seperti Abu Bakar, ia berkata “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah SAW (yakni, bid’ah) ?”
Abu Bakar dan Umar menjelaskan tentang keadaan yang terjadi dan bahaya yang mungkin bisa terjadi, dan akhirnya Abu Bakar berkata, “Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas, dan kami tidak pernah meragukan dirimu. Engkau juga selalu diperintahkan Nabi untuk menuliskan wahyu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Qur’an tersebut….”
Zaid bin Tsabit berkata, “Demi Allah, ini adalah pekerjaan yang berat. Seandainya kalian memerintahkan aku untuk memindahkan sebuah gunung, rasanya itu lebih ringan daripada tugas menghimpun al Qur’an yang engkau perintahkan tersebut!!”
Seperti halnya Abu Bakar, akhirnya Zaid bisa diyakinkan akan pentingnya pekerjaan tersebut demi kelangsungan Islam di masa mendatang.
Zaid bin Tsabit sendiri sebenarnya hafal al Qur’an dari awal sampai akhirnya, bahkan Nabi sendiri sering mengecek hafalannya. Namun demikian, ia tidak mau menggunakan hafalannya saja. Ia berjalan menemui para sahabat yang mempunyai catatan dan hafalan, mengumpulkan catatan yang terserak pada kulit, tulang, pelepah kurma, daun dan sebagainya dan juga membandingkannya dengan hafalan para sahabat tersebut. Setelah semua terkumpul dan dicek ulang dengan hafalannya dan juga hafalan para sahabat, Zaid menuliskannya lagi dalam lembaran-lembaran dan menyatukannya dalam satu ikatan. Semuanya disusun menurut urutan surat dan urutan ayat-ayat seperti yang pernah di-imla’-kan (didiktekan) Nabi kepadanya. Itulah mushhaf pertama yang dibuat dalam Islam, dan peran Zaid bin Tsabit sangat besar dalam penyusunannya. Ia menghabiskan waktu hampir satu tahun untuk menyelesaikannya.
Al Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bacaan (qiraat sab’ah). Hal ini memang diminta Nabi SAW sendiri untuk kemudahan umat beliau yang karakter lafal dan ucapannya berbeda-beda, sehingga jika telah cocok dengan salah satu bacaan (qiraat) tersebut sudah dianggap benar. Di masa Nabi saw. hidup dan Islam masih di sekitar jazirah Arab, hal itu tidak jadi masalah. Tetapi ketika wilayah Islam makin meluas ke Romawi, Persia dan tempat-tempat lainnya, sementara pemeluk Islam juga makin beragam dari berbagai bangsa, bukan hanya Arab, hal itu bisa menimbulkan perpecahan.
Pada masa khalifah Utsman, di mana Islam sudah mulai menjamah wilayah Eropa, yakni Siprus dan sekitarnya, benih berbahaya ini ditangkap oleh Hudzaifah bin Yaman dan beberapa sahabat lainnya. Karena itu mereka menghadap khalifah Utsman menyampaikan usulan untuk menyatukan mush’af dalam satu bacaan/qiraat saja, dan menyebar-luaskannya sebagai pedoman bagi masyarakat Islam yang makin meluas saja. Untuk qiraat sab’ah (bacaan yang tujuh), biarlah hanya diketahui para ulama dan ahlinya saja.
Khalifah Utsman tidak serta-merta menerima usulan tersebut karena takut terjatuh dalam bid’ah, sebagaimana yang dikhawatirkan Abu Bakar. Tetapi setelah melakukan istikharah dan mempertimbangkan persatuan umat, serta madharat dan manfaat dari adanya Qiraat Sab’ah, akhirnya ia menyetujui usulan ini. Dan seperti halnya Abu Bakar, khalifah Utsman menugaskan Zaid bin Tsabit untuk memimpin proyek besar ini, sehingga tersusun kodifikasi Mush’af Utsmani, yang menjadi cikal bakal dari hampir seluruh Mush’af al-Qur’an yang sekarang beredar di antara kita. Sungguh kita semua berhutang jasa kepada Zaid bin Tsabit.

E. #Zaid_bin_Tsabit_Sang_Ulama_Besar

Zaid bin Tsabit adalah seorang ulama yang kedudukannya sama dengan para ulama dari kalangan sahabat lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,” Umatku yang paling menguasai ilmu Faraidh adalah Zaid bin Tsabit”. Riwayat lain yang senada terdapat dalam riwayat Imam an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dimana Nabi bersabda,” Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling kuat kesaksiannya dihadapan Allah adalah Umar, yang paling diakui perasaan malunya adalah Utsman dan yang paling menguasai faraidh adalah Zaid bin Tsabit.”.
Zaid bin Tsabit telah meriwayatkan sembilan puluh dua hadist, yang lima daripadanya disepakati bersama oleh Iman Bukhari dan Imam Muslim. Bukhari juga meriwayatkan empat hadist yang lainnya bersumberkan dari Zaid bin Tsabit, sementara Muslim meriwayatkan satu hadist lainnya yang bersumberkan dari Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit diakui sebagai ulama di Madinah yang keahliannya meliputi bidang fiqih, fatwa dan faraidh (waris).
Karena kedalaman pengetahuannya akan al-Quran, Zaid bin Tsabit diangkat menjadi penasehat umat Islam di masanya. Ia menjadi tempat bertannya bila ada masalah yang terkait dengan hukum Islam, terutama masalah warisan. Di masa itu, hanya Zaid bin Tsabit yang mahir membagi warisan sesuai aturan Islam.
Karena kemampuan itu, saat Umar bin Khatab menadji khalifah, Umar pernah berfatwa, “Hai manusia, siapa yang ingin bertanya tentang Al Quran, datanglah kepada Zaid bin Tsabit…”
Meski sudah menjadi ulama besar, namun Zaid bin Tsabit tetap zuhud dan tawadhu. Suatu hari, saat ia sedang mengendarai seekor hewan, ia kesulitan mengendalikan hewan itu. Saat itu, Ibnu Abbas melintas di depannya. Ia membantu Zaid bin Tsabit mengendalikan hewannya.
Lalu Zaid berkata, “Biarkan saja hewan itu, wahai anak paman Rasulullah,” katanya.
Ibnu Abbas menjawab, “Beginilah kami diperintahkan oleh Rasulullah menghormati ulama kami,”
Lalu Zaid menjawab,”Kalau begitu, berikan tanganmu padaku.”
Ibnu Abbas memberikan tangannya. Zaid menciumnya dan berkata, “Begitulah cara kami diperintahkan Rasulullah untuk menghormati keluarga nabi kami.”
Mengenai kedalaman ilmunya, Ibnu Abbas berkata, “Sebagaimana diketahui bahwa para penghafal al-Quran dari kalangan sahabat dan Zaid bin Tsabit, termasuk orang-orang luas ilmunya.”

F. #Zaid_bin_Tsabit_Sebagai_Pejabat

Zaid bin Tsabit tidak hanya sebagai seorang Ulama, pengumpul al-Qur’an, sekretaris Nabi, ia juga pernah diangkat menjadi bendahara pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar. Ketika pemerintahan Khalifah Utsman, Zaid bin Tsabit diangkat menjadi pengurus Baitul Maal. Umar dan Utsman juga mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai pemegang jabatan khalifah sementara ketika mereka menunaikan ibadah haji.
Saat Umar menjadi Khalifah dia diangkat sebagai amir (gubernur) Madinah sebanyak tiga kali di ibukota atau di wilayah pusat kekuasaan, dan dia juga ditugaskan untuk mengumpulkan al-Quran atas perintah Abu Bakar dan Umar.

G. #Wafat

Ia wafat di Madinah pada tahun 45 H dalam usia 56 tahun (dalam riwayat lain ia wafat tahun 51 H atau 52 H).
Kebesaran nama Zaid bin Tsabit dan kedalaman ilmu yang dimilikinya, menjadi suatu kehilangan besar ketika tiba waktunya ia pergi menghadap Illahi. Kaum muslimin bersedih karena mereka kehilangan seseorang yang dihatinya bersarang ilmu al-Quran. Bahkan Abu Hurairah mengungkapkannya sebagai kepergian Samudera Ilmu.
“Hari ini orang yang paling alim di antara umat Islam telah wafat. Semoga Allah memberikan ganti dari keluarga Ibnu Abbas.”

Beliau meninggalkan seorang anak bernama Khorijah bin Zaid, salah seorang ahli fiqih tujuh yang terkenal di Madinah. Anaknya termasuk dari golongan tabi’in yang sangat berpengaruh.


Baca juga :

Kamis, 23 Juli 2020

KISAH HIKMAH : FITNAH DAN KEMOCENG

                                ۞﷽۞

            ╭⊰✿️┈•┈•⊰✿๐ŸŒŸ✿⊱•┈•┈✿️⊱╮
                      KISAH_HIKMAH:
          ๐Ÿ‚ FITNAH DAN KEMOCENG ๐Ÿ‚
           •┈┈•⊰✿┈•๐Ÿ”ธ️๐ŸŒน๐Ÿ”ธ️•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊


ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ 
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ 

Kyai , ajarkan saya sesuatu yang bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosa saya! 

Kyai tersenyum. “Apa kau serius?” Katanya.

Aku menganggukkan kepalaku dengan penuh keyakinan. “Saya serius, Kyai. 
Saya benar-benar ingin menebus kesalahan saya.”

Kyai terdiam beberapa saat. Ia tampak berfikir. Aku sudah membayangkan sebuah doa yang akan diajarkan Kyai kepadaku, yang jika aku membacanya beberapa kali maka Allah akan mengampuni dosa-dosaku. 
Aku juga membayangkan sebuah laku, atau tirakat, atau apa saja yang bisa menebus kesalahan dan menghapuskan dosa-dosaku. Beberapa saat kemudian, Kyai mengucapkan sesuatu yang benar-benar di luar perkiraanku.

“Apakah kau punya sebuah kemoceng di rumahmu?” 
Aku benar-benar heran Kyai justru menanyakan sesuatu yang tidak relevan untuk permintaanku tadi.

“Maaf, Kyai ?” Aku berusaha memperjelas maksud Kyai. 

Kyai tersenyum, ia sedikit terbatuk. 
Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, ia menghampiriku, “Ya, temukanlah sebuah kemoceng di rumahmu,” katanya.

Tampaknya Kyai benar-benar serius dengan permintaannya. 
“Ya, saya punya sebuah kemoceng di rumah, Kiai. Apa yang harus saya lakukan dengan kemoceng itu?”

Kyai tersenyum sambil berbisik........

“Besok pagi, berjalanlah dari rumahmu ke pesantrenku,” katanya, “Berjalanlah sambil mencabuti bulu-bulu dari kemoceng itu. 
Setiap kali kau mencabut sehelai bulu, ingat-ingat perkataan burukmu yang telah melukai hati orang lain, lalu jatuhkan di jalanan yang kau lalui.”

Aku hanya bisa mengangguk, tak berani membantahnya. 
Barangkali maksud Kyai adalah : agar aku merenungkan kesalahan-kesalahanku. 
Dan dengan menjatuhkan bulu-bulunya satu per satu, maka kesalahan-kesalahan itu akan gugur diterbangkan waktu…

“Kau akan belajar sesuatu darinya,” kata Kyai. Ada senyum yang sedikit terkembang di wajahku.

Keesokan harinya, aku menemui Kyai dengan sebuah kemoceng yang sudah tak memiliki sehelai bulupun pada gagangnya. 
Aku segera menyerahkan gagang kemoceng itu pada beliau.

“Ini Kyai , bulu-bulu kemoceng ini sudah saya jatuhkan satu per satu sepanjang perjalanan. Saya berjalan lebih dari 2 km dari rumah saya ke pesantren pak kyai. 
Saya mengingat semua perkataan buruk saya yang telah melukai perasaan orang.

Kyai mengangguk-angguk sambil tersenyum. Ada kehangatan yang aku rasakan dari raut mukanya. 
Tetapi kau harus belajar seusatu…,” katanya.

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Kyai yang lembut, menyejukkan hatiku.

“Kini pulanglah…” kata pak kyai kepadaku.

Aku baru saja akan segera beranjak untuk pamit dan mencium tangannya, tetapi Kyai melanjutkan kalimatnya, “Pulanglah dengan kembali berjalan kaki dan menempuh jalan yang sama dengan saat kau menuju pesantrenku tadi…”

Aku terkejut mendengarkan permintaan Kyai kali ini, apalagi mendengarkan “syarat” berikutnya: 
“Di sepanjang jalan kepulanganmu, pungutlah kembali bulu-bulu kemoceng yang tadi kaucabuti satu per satu. 
Esok hari, laporkan kepadaku berapa banyak bulu yang bisa kau kumpulkan.”

Aku terdiam. Aku tak mungkin menolak permintaan Kyai Husain.

“Kau akan mempelajari sesuatu dari semua ini,” tutur Kyai padaku. 
Sepanjang perjalanan pulang, aku berusaha menemukan bulu-bulu kemoceng yang tadi kulepaskan di sepanjang jalan. 
Hari yang terik. Perjalanan yang melelahkan. Betapa sulit menemukan bulu-bulu itu. Mereka tentu saja telah tertiup angin, atau menempel di sebuah kendaraan yang sedang menuju kota yang jauh, atau tersapu ke mana saja ke tempat yang kini tak mungkin aku ketahui.

Tapi aku harus menemukan mereka! 
Aku harus terus mencari ke setiap sudut jalanan, ke gang-gang sempit, ke mana saja!

Aku terus berjalan.

Setelah berjam-jam, aku berdiri di depan rumahku dengan pakaian yang dibasahi keringat. Nafasku berat. Tenggorokanku kering. Di tanganku, kugenggam lima helai bulu kemoceng yang berhasil kutemukan di sepanjang perjalanan.


Baca juga :


Hari sudah menjelang petang. Dari ratusan yang kucabuti dan kujatuhkan dalam perjalanan pergi, hanya lima helai yang berhasil kutemukan dan kupungut lagi di perjalanan pulang. 
Ya, hanya lima helai. Lima helai tak lebih dari itu.

Hari berikutnya aku menemui Kiai lagi dengan wajah yang murung. 
Aku menyerahkan lima helai bulu kemoceng itu pada Kyai. 
“Ini Kyai , hanya ini yang berhasil saya temukan.” Aku membuka genggaman tanganku dan menyodorkannya pada Kyai Husain.

Kyai Husain terkekeh. “Kini kau telah belajar sesuatu,”katanya.

Aku mengernyitkan dahiku. “Apa yang telah aku pelajari, Kyai ?
” Aku benar-benar tak mengerti maksud Kyai.

“Tentang perkataanmu yang bisa menyakiti perasaan orang lain,” jawab Kyai. 

Tiba-tiba aku tersentak. Dadaku berdebar. Kepalaku mulai berkeringat.

“Bulu-bulu yang kaucabuti dan kaujatuhkan sepanjang perjalanan adalah fitnah-fitnah yang kausebarkan. Meskipun kau benar-benar menyesali perbuatanmu dan berusaha memperbaikinya, fitnah-fitnah itu telah menjadi bulu-bulu yang beterbangan entah kemana. Bulu-bulu itu di ibaratkan kata-katamu. Mereka dibawa angin waktu ke mana saja, ke berbagai tempat yang tak mungkin bisa kau duga-duga, ke berbagai wilayah yang tak mungkin bisa kauhitung!”

Tiba-tiba aku menggigil mendengarkan kata-kata Kyai. Seolah-olah ada tabrakan pesawat yang paling dahsyat di dalam kepalaku. Seolah-olah ada hujan mata pisau yang menghujam jantungku. Aku ingin menangis sekeras-kerasnya. Aku ingin mencabut lidahku sendiri.

“Bayangkan salah satu dari fitnah-fitnah itu suatu saat kembali pada dirimu sendiri… Barangkali kau akan berusaha meluruskannya, karena kau benar-benar merasa bersalah telah menyakiti orang lain dengan kata-katamu itu. Barangkali kau tak tak ingin mendengarnya lagi. Tetapi kau tak bisa menghentikan semua itu! Kata-katamu yang telah terlanjur tersebar dan terus disebarkan di luar kendalimu, tak bisa kau bungkus lagi dalam sebuah kotak besi untuk kau kubur dalam-dalam sehingga tak ada orang lain lagi yang mendengarnya. Angin waktu telah mengabadikannya.”

“Fitnah-fitnah itu telah menjadi dosa yang terus beranak-pinak tak ada ujungnya. Agama menyebutnya sebagai dosa jariyah. (Dosa yang terus berjalan diluar kendali pelaku pertamanya).
Maka tentang fitnah-fitnah itu, meskipun aku atau siapapun saja yang kau fitnah telah memaafkanmu sepenuh hati, fitnah-fitnah itu terus mengalir hingga kau tak bisa membayangkan ujung dari semuanya. Bahkan meskipun kau telah meninggal dunia, fitnah-fitnah itu terus hidup karena angin waktu telah membuatnya abadi. Maka kau tak bisa menghitung lagi berapa banyak fitnah-fitnah itu telah memberatkan timbangan keburukanmu kelak.”

Tangisku benar-benar pecah. Aku tersungkur di lantai. “Astagfirullah al-adzhim… Astagfirullahal-adzhim… Astagfirullah al-adzhim…” Aku hanya bisa terus mengulangi istighfar. 
Dadaku gemuruh. Air mata menderas dari kedua ujung mataku.

“Ajari saya apa saja untuk membunuh fitnah-fitnah itu, Kyai. Ajari saya! Ajari saya! Astagfirullahal-adzhim…” Aku terus menangis menyesali apa yang telah aku perbuat.

Kyai tertunduk. Beliau tampak meneteskan air matanya.“ Aku telah memaafkanmu setulus hatiku, Nak,” katanya, “Kini, aku hanya bisa mendoakanmu agar Allah mengampunimu, mengampuni kita semua. Kita harus percaya bahwa Allah, dengan kasih sayangnya, adalah zat yang maha terus menerus menerima taubat manusia… Innallaha tawwabur-rahiim...”

Aku bagai disambar halilintar jutaan megawatt yang mengguncangkan batinku! Aku ingin mengucapkan sejuta atau semiliar istighfar untuk semua yang sudah kulakukan! Aku ingin membacakan doa-doa apa saja untuk menghentikan fitnah-fitnah itu!

“Kini kau telah belajar sesuatu,” kata Kyai kepadaku, setengah berbisik. Pipinya masih basah oleh air mata, “Fitnah-fitnah itu bukan hanya tentang dirimu dan seseorang yang kausakiti. Ia lebih luas lagi. Demikianlah, anakku, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan...”

Semoga kita mampu berusaha memohon ampun dan semoga Allah meridhoi usaha kita bertaubat. 
Tetap berjuang , tetap berdo'a, tetap semangat! 

Masih ada waktu untuk bertaubat, pakailah rizki kesempatan itu. 
Memohon ampun tak menjadikan kita hina,malah mengangkat kita ketempat yang terpuji sebagai hamba yang tahu diri sebagai fitrah manusia.

ุขู…ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ูŠู† ูŠَุง ุฑَุจَّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِู€ู€ู€ู€ูŠْู†َ.


Baca juga :

4 TIPS MERAWAT WAJAH ALA ISLAMI DAN 5 PERKARA BERKENAAN DG KESEHATAN MENURUT ISLAM

                            ۞﷽۞

╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿เงกৢ˚❁๐Ÿ•Œ❁˚เงก✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
4 TIPS MERAWAT WAJAH ALA ISLAMI DAN 5 PERKARA BERKENAAN DG KESEHATAN MENURUT ISLAM
•┈┈•⊰✿┈•เงกৢ❁˚๐ŸŒน๐ŸŒŸ๐ŸŒน˚❁เงก•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊

ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ

=========================================

4 TIPS MERAWAT WAJAH ALA ISLAMI 
___________________________________________________

Keinginan untuk tampil menarik dalam segi fisik adalah naluri alami setiap manusia. Dan salah satu faktor pendukung paling utama, yakni terdapat pada wajah kita, sehingga apabila kita memiliki wajah yang bersih, cerah dan berseri, maka itu akan mendukung penampilan fisik kita secara keseluruhan. Walaupun dalam hukum Islam hal tersebut hanya wajib dilakukan karena Allah SWT, tetapi menjaga penampilan adalah salah satu perwujudan rasa syukur kita terhadap karunia fisik yang diberi oleh Allah SWT. Dengan tujuan agar segala upaya kita sesuai dengan syari’at Islam dan hasilnya pun bisa diridhoi oleh Allah SWT.

Berikut 4 tips merawat wajah ala Islami, insyaallah penting untuk diketahui ;

1. Bersihkan wajah secara rutin

Dengan melakukan hal ini secara rutin, maka kotoran dan debu yang menempel di wajah bisa dihilangkan. Jangan pernah melewatkan kebiasaan ini, karena pori pori wajah yang tertutup debu dan kotoran akan menyebabkan banyak masalah seperti wajah berjerawat, flek hitam, dan lain sebagainya. serta yang paling penting biasakanlah membersihkan wajah sambil (dibarengi) membaca sholawat nabi, seikhlas anda.

2. Gunakan air yang suci (air bersih)

Untuk mendapatkan khasiat yang lebih baik secara lahir dan bathin, maka air yang sebaiknya digunakan tersebut adalah yang suci, bersih dan tidak terkena najis.

3. Rutin berwudhu

Jika Anda rutin berwudhu, minimal 5 kali dalam sehari, maka itu akan membuat wajah Anda menjadi lebih bersih, dan kotoran yang menempel bisa luntur. Selain itu, secara bathiniah dengan melakukan wudhu, niscaya akan menjadikan wajah orang yang melakukannya akan terlihat lebih cerah, berseri-seri, dan bercahaya.

4. Perbanyak senyum

Keriput, penuaan dini, dan kesan wajah yang cepat tua dominan terlihat pada orang yang sering manyun, murung, dan sedikit senyum. Oleh karena itu, tips merawat wajah ala Islami dengan memperbanyak senyum menjadi salah cara satu yang cukup efektif.

Itulah 4 tips merawat wajah ala Islami yang bisa Anda coba praktekkan langsung. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat banyak bagi anda.

Aamiin yaa Robbal'aalamiin

___________________________________________________

5 PERKARA BERKENAAN DENGAN KESEHATAN MENURUT ISLAM
___________________________________________________

Al-Quran ada mengajar kita menjaga kesehatan dengan membuat amalan seperti berikut :

1. Mandi pagi sebelum subuh atau sekurang-kurangnya sejam sebelum matahari naik.
Air sejuk yang meresap ke dalam badan bisa mengurangkan lemak yg terkumpul. Kita bisa lihat orang yg mengamal mandi pagi kebanyakan badan nya tidak gemuk.

2. Rasulullah SAW mengamalkan minum segelas air sejuk (bukan air es) setiap pagi.
Mujarabnya, Insya Allah jauh dari penyakit (susah kena penyakit).

3. Waktu sholat Subuh disunatkan kita bertafakur (yaitu sujud sekurang kurangnya semenit selepas membaca doa).
Ia bisa mengelak dari sakit pening atau migrain.
Ini terbukti oleh para saintis yg membuat kajian kenapa dalam sehari perlu kita sujud.
Ahli-ahli sains telah menemui beberapa milimeter ruang udara dalam saluran darah di kepala yang tidak dipenuhi darah. Dengan bersujud maka darah akan mengalir ke ruang tersebut.

4. Dalam kitab juga ada melarang kita makan makanan darat bercampur dengan makanan laut.
Nabi pernah mencegah kita makan ikan bersama ayam. Dikhawatirkan akan cepat mendapat penyakit.
Ini terbukti oleh saintis yang menemukan dimana dalam badan ayam mengandungi ion + ve, manakala dalam ikan mengandung ion-ve, jika dalam suapan ayam bercampur dengan ikan maka terjadi tindak balas biokimia yang terhasil yg bisa merusak USUS kita.

5. Nabi juga mengajar kita makan dengan tangan kanan dan bila habis hendaklah menjilat jari.
Begitu juga ahli sains telah menemukan bahwa ENZYME banyak terkandung di celah jari, yaitu 10 kali lipat terdapat dalam air liur. (Enzyme sejenis alat percerna makanan, tanpanya makanan tidak terurai).

=========================================


Baca juga :



Rabu, 22 Juli 2020

HISHAM BIN ASH RADHIALLAHU’ANHU "DIPAKSA MURTAD, KEMBALI KE ISLAM HINGGA MENEMUI SYAHIDNYA"

                                ۞﷽۞

            ╭⊰✿️┈•┈•⊰✿๐ŸŒŸ✿⊱•┈•┈✿️⊱╮
"DIPAKSA MURTAD, KEMBALI KE ISLAM HINGGA MENEMUI SYAHIDNYA" 
       (HISHAM BIN ASH RADHIALLAHU’ANHU) 
           •┈┈•⊰✿┈•๐Ÿ”ธ️๐ŸŒน๐Ÿ”ธ️•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ 
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ 

Hisyam bin Ash RA adalah adik dari Amr bin Ash, tetapi kalau kakaknya tersebut gencar memusuhi Nabi SAW pada awal Islam didakwahkan di Makkah, ia termasuk dalam kelompok awal sahabat yang memenuhi seruan Nabi SAW untuk memeluk Islam. Kelompok as Sabiqunal Awwalun yang mendapat jaminan keselamatan dari Allah, radhiyallaahu ‘anhum wa radhuu ‘anhu (Allah ridha kepada mereka dan mereka juga ridha kepada Allah, QS At Taubah 100).

Hisyam bin Ash ikut serta dalam kelompok muhajirin pertama, yakni yang berhijrah ke Habasyah. Ketika Amr bin Ash menjadi utusan kaum Quraisy kepada Raja Najasyi, misinya untuk mengembalikan Kaum Muhajirin tersebut ke Makkah mengalami kegagalan, tetapi ia berhasil memperdaya adiknya tersebut dan membawanya kembali ke Makkah. 
Di Makkah, Hisyam dipenjarakan oleh ayahnya, tetapi beberapa waktu kemudian dilepaskan lagi, tetapi dalam pengawasan ketat kaum kerabatnya sehingga ia tidak leluasa menemui Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya.

Ketika Nabi SAW memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Madinah, Hisyam berencana berangkat bersama Umar bin Khaththab dan Ayyasy bin Rabiah (sebagian riwayat menyebut Iyyasy). Tetapi ia dihalangi oleh kaum Quraisy dan lagi-lagi dipenjarakan, bahkan kali ini diikuti dengan siksaan demi siksaan yang tak terperikan. Sebagian riwayat menyebutkan, ia dipaksa murtad dan sempat mengikuti kemauan mereka karena beratnya siksaan. Tetapi sepertinya ia ‘tidak tahan” untuk hidup dalam kekafiran, karena itu kembali ia menyatakan keislamannya, dan tentu saja ia kembali mengalami siksaan dan pemenjaraan, namun hatinya terasa lebih tentram dan tidak lagi merasakan beratnya siksaan yang ditimpakan kaum Quraisy. 

Akan halnya Ayyasy bin Abi Rabiah, setelah tiba di Madinah bersama Umar dan beberapa sahabat lainnya, Abu Jahal dan saudaranya Harits bin Hisyam menyusulnya dan memberitahukan kalau ibunya bernadzar tidak akan menyisir rambutnya dan tidak akan berteduh dari sinar matahari sebelum melihat anaknya tersebut. Ayyasy sangat sedih dan kasihan kepada ibunya mendengar berita tersebut. Walaupun Umar mengingatkannya bahwa semua itu hanya akal-akalan Abu Jahal, tetapi ia tetap kembali ke Makkah karena kecintaannya kepada ibunya. Tetapi ternyata benar perkiraan Umar, di tengah perjalanan ia diperdaya dan kemudian diikat. Sesampainya di Makkah ia langsung dipenjarakan bersama Hisyam bin Ash, sama sekali tidak dipertemukan dengan ibunya.

Suatu ketika Nabi SAW bersabda kepada para sahabat yang sedang berkumpul, “Siapakah yang sanggup mempertemukan aku dengan Ayyasy (bin Abi Rabiah) dan Hisyam (bin Amr)??”
Walid bin Walid, yakni saudara Khalid bin Walid yang telah memeluk Islam sejak awal didakwahkan, berkata, “Wahai Rasulullah, sayalah yang akan membawa keduanya ke hadapan engkau!!”

Setelah berpamitan kepada Nabi SAW, Walid segera memacu untanya menuju Makkah.
Ia memasuki kota Makkah dengan sembunyi-sembunyi, dan secara kebetulan ia bertemu dengan wanita yang ditugaskan mengantar makanan untuk Hisyam dan Ayyasy. 
Iapun mengikuti wanita tersebut, hingga mengetahui tempat penahanan keduanya, yakni sebuah rumah tanpa atap, tetapi pintunya dikunci dengan kuat.

Ketika keadaan sepi dan aman, Walid memanjat tembok rumah tersebut untuk memasukinya. Setelah melepaskan ikatan yang membelenggu Hisyam dan Ayyasy, ketiganya keluar dengan memanjat tembok juga, dan meninggalkan Makkah dengan menunggang unta milik Walid yang memang cukup kuat, sehingga mampu membawa tiga orang tersebut hingga sampai di Madinah dengan selamat.

Sebagian riwayat menceritakan, ketika Hisyam terpaksa murtad akibat tekanan dan siksaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy, ia merasa dunianya runtuh dan tidak ada jalan lagi baginya kepada keislaman. Apalagi kaum Quraisy “memprovokasi” bahwa Nabi SAW dan para sahabat di Madinah telah mengetahui kemurtadannya, dan mereka telah menghalalkan darahnya. 

Kemudian turun wahyu Allah, QS az Zumar ayat 53-55, yang intinya larangan untuk berputus asa dari rahmat Allah dan anjuran segera bertaubat. Umar bin Khaththab mengirim seseorang dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui Hisyam bin Ash, mengabarkan tentang ayat tersebut. 

Akhirnya Hisyam mengikuti utusan Umar ini ke Madinah, dan ia kembali menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW.
Sejak tinggal di Madinah bersama dengan Nabi SAW, Hisyam hampir tak pernah tertinggal dalam berbagai pertempuran, baik bersama atau tidak dengan Rasulullah SAW. Semangat jihadnya begitu tinggi untuk memperoleh predikat syahid, dan itu tetap berlanjut ketika Nabi SAW telah wafat.

Pada pertempuran untuk menaklukan Ajnadin, suatu kota yang dikuasai oleh imperium Romawi, Hisyam berjuang bersama dengan kakaknya, Amr bin Ash. Serangan pasukan muslim sempat mengalami kebuntuan karena pasukan Romawi membuat pertahanan dengan parit yang diisi dengan bara api. Melihat keadaan ini, Hisyam berteriak untuk membangkitkan semangat, “Wahai kaum muslimin, ayolah maju bersama Hisyam, apakah kalian ingin lari dari Surga??”
Setelah itu Hisyam melompat dengan kudanya untuk menyeberangi parit api tersebut. Tetapi malang, kudanya terjerembab dan jatuh ke parit berapi beserta Hisyam. 

Amr bin Ash mengamati keadaannya adiknya, dan tampaknya ia telah menemui syahidnya. Tiba-tiba Amr berkata, “Hisyam telah menemui syahidnya, dan jadikanlah tubuhnya untuk menyeberang…!!”
Karena Amr bin Ash adalah komandan pasukan muslim tersebut, kaum muslimin mematuhi perintahnya tersebut. Kuda dan tubuh Hisyam bin Ash dijadikan pijakan sehingga akhirnya mereka semua berhasil menyeberangi parit api tersebut dan memerangi pasukan Romawi sehingga mereka kocar-kacir melarikan diri.

 Kota Ajnadin pun jatuh ke tangan pasukan muslim. Usai pertempuran, Amr bin Ash mengumpulan potongan-potongan tubuh Hisyam yang berserakan, dan membungkusnya dengan kain kemudian memakamkannya. Sambil matanya berkaca-kaca, ia berkata, “Sungguh, Hisyam lebih hebat daripada diriku..!!”


Baca juga :

SAAD BIN ABI WAQQASH RADHIALLAHU’ANHU "SANG PEMILIK DO'A MUSTAJAB" "SANG PEMANAH ULUNG"

                                 ۞﷽۞

            ╭⊰✿️┈•┈•⊰✿๐ŸŒŸ✿⊱•┈•┈✿️⊱╮
       "SANG PEMILIK DO'A MUSTAJAB" 
             "SANG PEMANAH ULUNG"
(SAAD BIN ABI WAQQASH RADHIALLAHU’ANHU) 
           •┈┈•⊰✿┈•๐Ÿ”ธ️๐ŸŒน๐Ÿ”ธ️•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊



ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ 
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ

Saad bin Abi Waqqash adalah salah seorang sahabat yang paling pertama memeluk Islam. 
Hanya beberapa orang sahabat saja yang mendahuluinya. 
Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu ajma’in merekalah orangnya. 
Laki-laki Quraisy ini mengucapkan dua kalimat syahadat ketika berusia 27 tahun. 
Di masa kemudian, ia menjadi tokoh utama di kalangan sahabat. 
Dan termasuk 10 orang yang diberi kabar gembira sebagai penghuni surga.

NASAB_SAAD_BIN_ABI_WAQQASH 

Merupakan bagian penting dalam rekam jejak seseorang adalah nasab keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang. Ayah Saad adalah anak dari seorang pembesar bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.

Adnan adalah keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam.

Malik, ayah Saad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ๏ทบ. Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muthalib dan Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk nasab yang terhormat dan mulia. Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ๏ทบ.

Ibunya adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.

Ketika Rasulullah ๏ทบ sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji dan mencandai Saad dengan mengatakan,

ู‡َุฐَุง ุฎَุงู„ِูŠ ูَู„ْูŠُุฑِู†ِูŠ ุงู…ْุฑُุคٌ ุฎَุงู„َู‡ُ

“Ini pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan pamannya kepadaku.” (HR. al-Hakim 6113 dan at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi mengatakan hadist ini hasan).

MASA_PERTUMBUHAN 

Saad dilahirkan di Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh dan terdidik di lingkungan Quraisy. Bergaul bersama para pemuda Quraisy dan pemimpin-pemimpin Arab. Sejak kecil, Saad gemar memanah dan membuat busur panah sendiri. Kedatangan jamaah haji ke Mekah menambah khazanah pengetahuannya tentang dunia luar. Dari mereka ia mengenal bahwa dunia itu tidak sama dan seragam. Sebagaimana samanya warna pasir gurun dan gunung-gunung batu. Banyak kepentingan dan tujuan yang mengisi kehidupan manusia.

MEMELUK_ISLAM 

Mengenal Islam sejak lahir adalah sebuah karunia yang besar. Karena hidayah yang mahal harganya itu, Allah beri tanpa kita minta. Berbeda bagi mereka yang mengenal Islam di tengah jalannya usia. Keadaan ini tentu lebih sulit. Banyak batu sandungan dan pemikiran yang membingungkan.

Saad bin Waqqash memeluk Islam saat berusia 17 tahun. Ia menyaksikan masa jahiliyah. Abu Bakar ash-Shiddiq berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini. Ia menyatakan keislamannya bersama orang yang didakwahi Abu Bakar: Utsman bin Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah. Hanya tiga orang yang mendahului keislaman mereka.

DIPAKSA_MENINGGALKAN_ISLAM 

Ketika Saad bin Abi Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad ๏ทบ, dan meninggalkan agama nenek moyangnya, ibunya sangat menentangnya. Sang ibu ingin agar putranya kembali satu keyakinan bersamanya. Menyembah berhala dan melestarikan ajaran leluhur.

Ibunya mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati putranya yang sangat menyayanginya. Ia baru akan makan dan minum kalau Saad meninggalkan agama baru tersebut.

Setelah beberapa lama, kondisi ibu Saad terlihat mengkhawatirkan. Keluarganya pun memanggil Saad dan memperlihatkan keadaan ibunya yang sekarat. Pertemuan ini seolah-olah hari perpisahan jelang kematian. Keluarganya berharap Saad iba kepada ibunda.

Saad menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia berkata, “Ibu… demi Allah, seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu per satu nyawa itu binasa. Aku tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun. Makanlah wahai ibu.. jika ibu menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.

Ibunya pun menghentikan mogok makan dan minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan. Berkaitan dengan persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin Abi Waqqash.

ูˆَุฅِู†ْ ุฌَุงู‡َุฏَุงูƒَ ุนَู„َู‰ ุฃَู†ْ ุชُุดْุฑِูƒَ ุจِูŠ ู…َุง ู„َูŠْุณَ ู„َูƒَ ุจِู‡ِ ุนِู„ْู…ٌ ูَู„َุง ุชُุทِุนْู‡ُู…َุง ูˆَุตَุงุญِุจْู‡ُู…َุง ูِูŠ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ู…َุนْุฑُูˆูًุง ูˆَุงุชَّุจِุนْ ุณَุจِูŠู„َ ู…َู†ْ ุฃَู†َุงุจَ ุฅِู„َูŠَّ ุซُู…َّ ุฅِู„َูŠَّ ู…َุฑْุฌِุนُูƒُู…ْ ูَุฃُู†َุจِّุฆُูƒُู…ْ ุจِู…َุง ูƒُู†ْุชُู…ْ ุชَุนْู…َู„ُูˆู†َ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS: Luqman | Ayat: 15).

Baca juga :


DOANYA_TIDAK_TERTOLAK 

Saad bin Abi Waqqash adalah seorang sahabat Rasulullah ๏ทบ yang memiliki doa yang manjur dan mustajab. Rasulullah ๏ทบ meminta kepada Allah ๏ทป agar doa Saad menjadi doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau ๏ทบ bersabda,

ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุณَุฏِّุฏْ ุฑَู…َูŠْุชَู‡ُ، ูˆَุฃَุฌِุจْ ุฏَุนْูˆَุชَู‡ُ

“Ya Allah, tepatkan lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.” (HR. al-Hakim, 3/ 500).

Doa Rasulullah ๏ทบ ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli ibadah yang terkabul doanya.

SEORANG_MUJAHID 

Saad bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata “tebusan” untuknya. Seperti dalam sabda beliau ๏ทบ dalam Perang Uhud:

ุงِุฑْู…ِ ุณَุนْุฏُ … ูِุฏَุงูƒَ ุฃَุจِูŠْ ูˆَุฃُู…ِّูŠْ

“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah ๏ทบ menebus seseorang dengan ayah dan ibunya kecuali Saad. Sungguh dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan,

ุงِุฑْู…ِ ุณَุนْุฏُ … ูِุฏَุงูƒَ ุฃَุจِูŠْ ูˆَุฃُู…ِّูŠْ

“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).

Dan Saad sangat merasa terhormat dengan motivasi Rasulullah ๏ทบ ini.

Di antara keistimewaan lain, yang ada pada diri Saad bin Abi Waqqash termasuk seorang penunggang kuda yang paling berani di kalangan bangsa Arab dan di antara kaum muslimin. Ia memiliki dua senjata yang luar biasa; panah dan doa.

Peperangan besar yang pernah ia pimpin adalah Perang Qadisiyah. Sebuah perang legendaris antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia. 3000 pasukan kaum muslimin beradapan dengan 100.000 lebih pasukan negara adidaya Persia bersenjata lengkap. Prajurit Persia dipimpin oleh palingma mereka yang bernama Rustum. Melaui Saad lah, Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas negara adidaya Persia.

UMAR_MENGAKUI_AMANAHNYA_DALAM_MEMIMPIN 

Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak. Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya. Permasalahan shalat bukanlah permsalahan yang ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya. Sehingga Umar pun merespon laporan tersebut dengan memanggil Saad ke Madinah.

Mendengar laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat terakhir”.

Mendengar klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di Madinah dan Umar mengizinkannya.

Ketika Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi ๏ทบ -salah satunya Saad- untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata, “Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.

SIKAPNYA_SAAT_TERJADI_PERSELISIHAN_ANTARA_ALI_DAN_MUAWIYAH 

Saad bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada kaum muslimin. Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, radhiallahu ‘anhum ajma’in. Sikap Saad pada saat itu adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga adan anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.

Keponakannya, Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya, “Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang (pasukan) yang menganggap Andalah yang berhak menjadi khalifah”. Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”. Mendengar jawaban pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.

WAFAT 

Saad bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi Allah ๏ทป harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol. Jenis kain yang dikenal murah kala itu. Ia berkata, “Kafani aku dengan kain ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di Perang Badar”.

Beliau wafat pada tahun 55 H. Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya. Semoga Allah meridhainya.


Baca juga :

Selasa, 21 Juli 2020

5 CARA MELEMBUTKAN HATI

                             ۞﷽۞

╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿เงกৢ˚❁๐Ÿ•Œ❁˚เงก✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
          " 5 CARA MELEMBUTKAN HATI "
•┈┈•⊰✿┈•เงกৢ❁˚๐ŸŒน๐ŸŒŸ๐ŸŒน˚❁เงก•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊

ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ

===================================

๐Ÿ’“Tatkala badan merasa enggan untuk beramal, tatkala hati mulai sulit untuk terenyuh, mungkin itu salah satu tanda kerasnya hati, dengan kata lain hati ini sedang sakit.

๐Ÿ’“Lantas apa yang akan dilakukan ketika tahu bahwa hati ini sedang sakit? Orang yang sakit pasti akan mencari obat, sebagaimana orang sakit akan pergi ke dokter.

๐Ÿ’“Berikut ini adalah obat agar hati menjadi lembut kembali.

√ 1️⃣. Perbanyak Baca Al-Quran dengan Mentadabburinya.

Di antara sebab lembutnya hati adalah dengan membaca Al Qur’an.

Al Qur’an adalah kalamullah, perkataan Allah, Rabb pencipta langit dan bumi, bukan perkataan makhluk. Selain dapat menenangkan hati, membaca Al Qur’an akan diganjar banyak pahala.

Bayangkan saja, 1 huruf dari Al Qur’an diganjar 1 pahala, dan 1 pahala akan dibalas dengan 10 kebaikan. Namun syarat untuk menenangkan hati tidaklah hanya sekedar membaca, tapi ditadabburi, direnungkan maknanya sehingga dapat diamalkan.

√ 2️⃣. Perbanyak Dzikir Mengingat Allah.

Tidak diragukan lagi, berdzikir dapat melembutkan hati. Karena dengan mengingat Allah, maka hati pun menjadi tenang.

Sebagaimana Allah firmankan dalam surah Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya, “Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang.”

Dzikir adalah suatu amalan yang mudah, cukup menggerakkan lisan dan bibir saja. Sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk enggan berdzikir.

√ 3️⃣. Berteman Dengan Kawan yang Baik Agamanya.

Jika seseorang memiliki teman yang baik agamanya, maka ia akan mendapatkan kebaikan yang banyak pula.

Nabi permisalkan dalam suatu hadits riwayat Al-Bukhari, dimana kawan yang baik dimisalkan sebagai penjual misk (minyak wangi). Boleh jadi ia diberi minyak wangi tersebut, boleh jadi ia membelinya, atau minimal mendapakan bau yang wangi dengan sebab berdekatan dengan penjual minyak wangi.

Maka, carilah kawan akrab yang baik agamanya, sehingga ketika sedang futur (malas, kondisi hati melemah), maka ada yang mengingatkan, menasehati dan kembali membawa kita ke dalam majelis ilmu. Jangan sampai ketika kondisi hati melemah, kita malah menjauhi kawan-kawan yang semangat dalam kebaikan.

√ 4️⃣. Menyayangi Anak Kecil.

Menyayangi anak kecil dapat melembutkan hati, terutama anak kecil yatim (bapaknya sudah meninggal). Sebagai contoh, kita bisa mengajar anak-anak kecil di TPA, atau bisa berkunjung ke panti asuhan untuk bercengkrama dan mengajarkan mereka hal yang baik.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya),  
➖ “Sayangilah semua yang ada di bumi, niscaya Dzat yang ada di langit akan menyayangi kalian.” 
๐Ÿ“™(HR. At-Tirmidzi no. 1924 dan HR. Abu Dawud no. 4941).

Hadits di atas memerintahkan kita untuk menyayangi semua yang ada di bumi, termasuk semua hewan dan tumbuhan. Misalnya, tidak memberikan beban yang berat pada onta jika kita menaikinya, atau tidak melakukan penebangan liar yang dapat merusak lingkungan sekitar.

Hadits tersebut juga sebagai dalil bahwa Allah berada di atas sana, di atas langit, bukan berada dimana mana seperti anggapan sebagian orang.

√ 5️⃣. Berdoa Kepada Allah.

Doa adalah senjata seorang mukmin, jangan sampai seorang mukmin melupakan bahwa urusannya tergantung kehendak Allah Ta’ala.

Banyak-banyaklah berdoa kepada Allah agar dimudahkan dalam ketaatan dan diberikan kelembutan hati, dan dijauhkan dari rasa malas yang terus menerus sehingga hati menjadi mati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita sebuah doa agar berlindung dari rasa malas.

Berikut adalah doanya:

ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฅِู†ِّู‰ ุฃَุนُูˆุฐُ ุจِูƒَ ู…ِู†َ ุงู„ْุนَุฌْุฒِ ูˆَุงู„ْูƒَุณَู„ِ ูˆَุงู„ْุฌُุจْู†ِ ูˆَุงู„ْู‡َุฑَู…ِ ูˆَุงู„ْุจُุฎْู„ِ ูˆَุฃَุนُูˆุฐُ ุจِูƒَ ู…ِู†ْ ุนَุฐَุงุจِ ุงู„ْู‚َุจْุฑِ ูˆَู…ِู†ْ ูِุชْู†َุฉِ ุงู„ْู…َุญْูŠَุง ูˆَุงู„ْู…َู…َุงุชِ

/Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat/

➖"(Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” 
๐Ÿ“™(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

๐Ÿ’“Demikianlah 5 kiat-kiat dalam melembutkan hati, semoga kita senantiasa diberikan kemudahan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala, dan dijauhkan dari hati yang keras lagi mati. 

Wallahul Muwaffiq.


Baca juga :

7 GOLONGAN ORANG YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN ALLAH DAN 14 SIFAT-SIFAT HATI YANG TELAH MATI

                            ۞﷽۞

╭⊰✿️•┈•┈•⊰✿เงกৢ˚❁๐Ÿ•Œ❁˚เงก✿⊱•┈•┈•✿️⊱╮
"7 GOLONGAN ORANG YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN ALLAH" DAN 
"14 SIFAT-SIFAT HATI YANG TELAH MATI"
•┈┈•⊰✿┈•เงกৢ❁˚๐ŸŒน๐ŸŒŸ๐ŸŒน˚❁เงก•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊

ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ

=========================================
___________________________________________________

7 GOLONGAN ORANG YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN ALLAH
___________________________________________________

๐ŸŒ€ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu dari Nabi Shalallaahu 'alaihi wassalam , sabdanya:
➖"Allah Subhanahu wata'ala akan memberikan naungan kepada tujuh jenis orang pada hari kiamat, dimana tidak ada naungan ketika itu kecuali naungan Allah.

1️⃣. SATU, Imam (pemimpin, kepala pemerintahan) yang adil.

2️⃣. DUA, Pemuda yang terdidik atau terlatih sejak kecil dalam menyembah Allah.

3️⃣. TIGA, Seorang yang hatinya tergantung di masjid. 

4️⃣. EMPAT, Dua orang yang saling mengasihi karena Allah, mereka berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah.

5️⃣. LIMA, Seorang laki-laki yang dirayu untuk berbuat mesum oleh wanita bangsawan yang cantik, lantas ia menolah dengan berkata halus, "Aku takut kepada Allah".

6️⃣. ENAM, Seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan tangan kanannya.

7️⃣. TUJUH, Seorang yang mengingat Allah waktu bersunyi-sunyi, lantas melelehlah air matanya.

๐Ÿ“™ (HR Bukhari 376) 


Baca juga :

___________________________________________________

14 SIFAT-SIFAT HATI YANG TELAH MATI
___________________________________________________

Sifat-sifat seseorang yang hatinya telah mati antara lain:

1. "Tarkush sholah" 
Berani meninggalkan sholat fardhu.

2. "Adzdzanbu bil farhi" 
Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar (QS. al A'raf 3).

3. "Karhul Qur'an" 
Tidak mau membaca Al-Qur'an.

4. "Hubbul ma'asyi" 
Terus menerus maksiat.

5. "Asikhru" 
Sibuknya hanya mempergunjing dan buruk sangka, serta merasa dirinya selalu lebih suci.
 
6. "Ghodbul ulamai" 
Sangat benci dengan nasehat baik dan ulama.

7, "Qolbul hajari" 
Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, kuburan dan akhirat.

8. "Himmatuhul bathni" 
Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya.

10. "Anaaniyyun" 
Tidak mau tau, cuek atau masa bodoh keadaan orang lain, bahkan pada keluarganya sendiri sekalipun menderita.
 
11. "Al intiqoom" 
Pendendam hebat.

12. "Albukhlu" 
Sangat pelit.

13. "Ghodhbaanun" 
Cepat marah karena keangkuhan dan dengki.

14. "Asysyirku" 
Syirik dan percaya sekali kpd dukun & prakteknya.

Semoga bermanfaat
Barakallaahu fiikum


Baca juga :

Senin, 20 Juli 2020

THALHAH BIN UBAIDILLAH RADHIALLAHU’ANHU "PELINDUNG DAN PEMBELA RASULULLAH"

                               ۞﷽۞

            ╭⊰✿️┈•┈•⊰✿๐ŸŒŸ✿⊱•┈•┈✿️⊱╮
 "PELINDUNG DAN PEMBELA RASULULLAH"
( THALHAH BIN UBAIDILLAH RADHIALLAHU’ANHU ) 
           •┈┈•⊰✿┈•๐Ÿ”ธ️๐ŸŒน๐Ÿ”ธ️•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊


ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ 
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ

Dia adalah putra Utsman al-Qurasyi at-Taimi al-Makki. 

Keutamaan_Keutamaannya

Dia termasuk salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga. 
Menurut penulis kitab Siyar A’lam an-Nubala’, dia termasuk orang yang pertama kali masuk Islam, dianiaya karena Allah, lalu hijrah. Para ulama sepakat bahwa dia adalah sahabat yang tidak ikut perang Badar karena ada urusan dagang di negeri Syam, dan dia merasa menyesal lantaran ketidakikutsertaannya tersebut. 
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyamakannya dengan anak panah dan pahalanya.

๐Ÿ“šDalam kitab Al-Jami’ karya Abu Isa diriwayatkan dengan sanad hasan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda dalam perang Uhud, “Jadilah seperti Thalhah!”

Ibn Abu Khalid meriwayatkan dari Qais, ia berkata, “Aku melihat tangan Thalhah, yang digunakan untuk menjaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu perang Uhud, lumpuh.”


Pembelaanya Terhadap Kebenaran dan Kecintaannya Kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata, “Pada waktu perang Uhud, banyak orang yang mundur, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya dilindungi oleh sepuluh pemuda, salah satunya adalah Thalhah. Ketika mereka bertemu dengan pasukan musyrik, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang akan melawan mereka ?’ Thalhah berkata ‘Aku’. Beliau bersabda, ‘Siapa lagi?’ seorang sahabat berkata, ‘Aku’. Kemudian beliau berkata, ‘Kamu’. Setelah itu dia menyerang hingga akhirnya terbunuh. 

Kemudian beliau menoleh, ternyata pasukan musyrik masih ada, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang akan melawan mereka?’ Thalhah menjawab ‘Aku’, Beliau berkata, ‘Kamu lagi!’ Tak lama kemudian sahabat dari kaum Anshar berkata ‘Aku’. Beliau kemudian berkata,‘Kamu’. Dia pun menyerang, hingga akhirnya terbunuh. Keadaan terus berjalan seperti itu sampai akhirnya yang tersisa hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Thalhah. Nabi pun berkata, ‘Siapa yang akan melawan mereka?’ Thalhah menjawab, ‘Aku’. Thalhah pun menyerang, dan dia berhasil membunuh sebelas orang dari pasukan musyrik, dan jari Thalhah terpotong, maka ia menjerit, ‘Aduh’. Mendengar itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Andai kamu menyebut nama Allah maka malaikat akan menolongmu dan manusia menyaksikan’. Akhirnya Allah Ta’ala mengusir pasukan musyrik.

๐Ÿ“šDalam kitab Shahih Muslim, Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di gua Hira bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Zubair, tiba-tiba batu besar bergerak, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tenanglah, sesungguhnya orang yang berada diatasmu tidak lain adalah Nabi, ash-Shiddiq, dan Syahid’.

Baca juga :


Diriwayatkan dari Thalhah bin Yahya, ia menceritakan kepadaku: Nenekku, Su’da binti Auf al-Mariyah, berkata, “Suatu hari aku bertemu Thalhah saat ia sedang merintih kesakitan. Aku kemudian berkata, ‘Apa yang terjadi padamu? Apakah ada masalah dengan keluargamu?’ Thalhah menjawab, ‘Demi Allah, tidak ada, kamu adalah sebaik-baik saudari muslim, tetapi uangku telah meresahkanku’. Aku lalu berkata, ‘Apa yang kamu resahkan? Kamu bertanggung jawab atas kaummu’. Thalhah berkata, ‘Wahai para ghulamku (baca: budak), tolong panggilkan kaumku!’ setelah itu dia membaginya kepada mereka. Lalu aku bertanya kepada penjaga, ‘Berapa jumlah yang diberikannya?’ Dia menjawab, ‘Empat ratus ribu’.”

Al-Qamah bin Waqqas al-Laitsi berkata, “Pada waktu Thalhah, Zubair, dan Aisyah keluar untuk menuntut balas kematian Utsman, banyak orang yang menghadang mereka di Dzatu Irqin, karena mereka masih memandang remeh Urwah bin Az-Zubair dan Abu Bakar bin Abdurrahman. Mereka mengusir keduanya. 

Ketika itu aku melihat Thalhah, sedangkan majelis yang paling disukainya adalah majelis yang kosong. Dia memanjangkan jenggotnya hingga ke dada. Aku lalu berkata, ‘Hai Abu Muhammad, aku melihat bahwa tempat yang paling kamu sukai adalah tempat yang sepi, maka jika kamu tidak suka tempat ini (keramaian ini), tinggalkanlah!’ Thalhah berkata, ‘Wahai Al-Qamah, jangan menghina diriku, kita dahulu satu kesatuan ketika menyerang musuh (orang-orang kafir), tetapi kita sekarang malah menjadi dua gunung besi yang saling memusuhi. Tetapi ada satu perkara berkaitan dengan masalah Utsman yang menurutku kafaratnya hanya bisa ditebus dengan menumpahkan darahku dan membalas kematiannya,”.

Menurut penulis kitab Siyar A’lam an-Nubala’, persepsi Thalhah tentang masalah pembunuhan Utsman keliru dan salah paham belaka, yang dia ambil berdasarkan ijtihad. Tetapi persepsinya itu berubah pada saat dia menyaksikan pertempuran Utsman, lalu menyesal tidak menolongnya. Thalhah juga orang pertama yang membai’at Ali, dipaksa oleh para pembunuh Utsman, dan dihadirkan hingga akhirnya dia mau membai’at.

Diriwayatkan dari Qais, ia berkata, “Aku melihat Marwan bin Hakam sedang melepaskan anak panah ke arah Thalhah hingga mengenai lututnya, tetapi dia terus bertempur hingga akhirnya meninggal.”

Masih menurut penulis kitab Siyar A’lam an-Nubala’, dosa orang yang membunuh Thalhah sama seperti dosa pembunuh Ali.

Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu Anhu, bahwa dia mendengar Umar Radhiyallahu Anhu berkata kepada Thalhah, “Mengapa aku melihatmu selalu murung dan sedih semenjak wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Apakah kamu iri kepada kepemimpinan putra pamanmu, yakni Abu Bakar Radhiyallahu Anhu?”

 Thalhah Radhiyallahu Anhu menjawab, “Aku berlindung kepada Allah, aku sebenarnya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang jika dikatakan oleh orang yang akan meninggal maka rohnya akan berbau wangi saat keluar dari jasadnya, dan roh itu akan bercahaya pada Hari Kiamat’. Sementara itu aku belum menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentangnya dan beliau tidak memberitahuku tentang hal tersebut.

 Itulah yang membuatku bersedih.” Umar Radhiyallahu Anhu lalu berkata, “Sesungguhnya aku mengetahuinya”. Thalhah bertanya, ‘Alhamdulillah, apa itu?’ Umar Radhiyallahu Anhu berkata, “Kalimat yang pernah diucapkan beliau kepada pamannya.” Thalhah Radhiyallahu Anhu berkata, “Kamu benar”. (kalimat tersebut adalah LAA ILAAHA ILLALLAH)

WAFATNYA 

Thalhah Radhiyallahu Anhu wafat (terbunuh) pada tahun 36 H, saat berusia sekitar 62 tahun. Jasadnya disemayamkan di daerah Bashrah.

Thalhah Radhiyallahu Anhu mempunyai anak-anak yang baik, dan yang paling baik adalah Muhammad Sajjad, pemuda yang baik, ahli ibadah, dan takwa kepada Allah. Dilahirkan saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup dan wafat pada perang Jamal. Ketika ia meninggal Ali Radhiyallahu Anhu sangat bersedih dan berkata, “Kebaikannya sama dengan kebaikan ayahnya.”


๐Ÿ“šSUMBER: Ringkasan Siyar A’lam an-Nubala’ (Imam adz- Dzahabi), Pustaka Azzam


Baca juga :

SAID BIN ZAID RADHIALLAHU’ANHU "ANAK PEMEGANG BENDERA TAUHID QURAISY"

                                 ۞﷽۞

            ╭⊰✿️┈•┈•⊰✿๐ŸŒŸ✿⊱•┈•┈✿️⊱╮
"ANAK PEMEGANG BENDERA TAUHID QURAISY" 
   (SAID BIN ZAID RADHIALLAHU’ANHU) 
           •┈┈•⊰✿┈•๐Ÿ”ธ️๐ŸŒน๐Ÿ”ธ️•┈✿⊱•┈┈•
                              ╭⊰✿ •̩̩̩͙े༊


ุจِุณْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู€ู€ู€ู€ู€ู€ู€ู…ِ 
ุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชُู‡ُ 

"Aku serahkan diriku kepada Dzat
yang kepada-Nya bumi juga telah berserah diri
dengan memikul batu-batu yang berat
Dzat yang telah menjadikan bumi bulat
Dzat yang telah menciptakan bumi dengan sempurna
Dzat yang telah memancangkan gunung-gunung
dengan kokoh di atasnya
Aku serahkan diriku kepada Dzat 
yang kepada-Nya awan-awan telah menyerahkan diri dengan membawa air yang tawar
Ketika awan-awan itu dibawa ke suatu negeri, dia akan taat
lalu dia akan menurunkan hujan di atasnya…"

Zaid bin ‘Amr bin Nufail (ayah Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu) mendendangkan dan melagukan bait-bait syair tersebut, lalu dia memandang ke arah Ka’bah seraya berucap, “Aku datang untuk memenuhi panggilan-Mu, wahai Tuhanku. Aku datang untuk memenuhi panggilan-Mu dengan sebenar-benarnya.”

Zaib bin ‘Amr bin Nufail merupakan putra dari paman ‘Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu. Dia hidup sebelum Islam datang dan sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan fitrah atau tabiatnya yang lurus, dia pun mendapat petunjuk untuk menyembah Allah, sehingga dia tidak pernah menyembah berhala-berhala ataupun menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada berhala-berhala itu seperti yang biasa dilakukan oleh kaum musyrikin di Makkah pada saat itu.

Dia pernah berkata kepada penduduk Makkah, “Wahai kaum Quraisy, Allah telah menurunkan hujan untuk kalian, menumbuhkan tanaman untuk kalian, dan menciptakan kambing untuk kalian, tetapi mengapa kalian menyembelih binatang-binatang ini untuk selain Allah? Bagaimana hal ini bisa terjadi?”

Mendengar ini, Khaththab bin ‘Amr bin Nufail pun berdiri dan memukul wajahnya, lalu dia berkata kepadanya: ”Celakalah kamu, sungguh kita sudah terlalu bersabar terhadapmu.”

Selanjutnya, Khaththab menyiksanya dengan siksaan yang pedih, hingga akhirnya Zaid pun terpaksa keluar dari Makkah. Dia tidak pernah kembali ke Makkah, kecuali dengan sembunyi-sembunyi. Hal itu karena dia merasa takut kepada pamannya, Khaththab ayah ‘Umar radhiallahu ‘anhu.

Di Makkah Zaid bin ‘Amr mengadakan pertemuan dengan Waraqah bin Naufal, ‘Abdullah bin Jahsy, dan Umaimah binti Harits (bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam). Selain mereka, dalam pertemuan itu ada juga ‘Ustman bin Huwairits.

Zaid berkata kepada mereka, “Demi Allah, kalian semua telah mengetahui bahwa kaum kalian telah menyimpang dari ajaran –ajaran agama Ibrahim. Mengapa kita berthawaf mengelilingi batu yang tidak bisa mendengar dan melihat serta tidak dapat memberikan mudharat dan juga manfaat ? Wahai kaum, carilah agama untuk kalian semua. Demi Tuhan, kita bukanlah apa-apa.”

Mereka kemudian berpencar ke segala penjuru negeri untuk mencari agama yang benar. Adapun Waraqah bin Naufal telah memeluk agama Masehi, sementara ‘Abdullah bin Jahsy dan ‘Utsman bin Huwairits masih melanjutkan pencarian terhadap agama yang benar itu, hingga akhirnya datanglah Islam. ‘Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu pun beriman dan masuk Islam, hingga akhirnya dia terbunuh sebagai syahid dalam perang Uhud, lalu dia dijuluki dengan julukan Asy-Syahid Al-Mujadda’ (syahid yang tangannya terpotong).

Tinggalah Zaid bin ‘Amr yang telah pergi ke negeri Syam untuk mencari agama Ibrahim ‘alaihissalam, hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pendeta di Syam. Dia menceritakan hal itu kepada pendeta tersebut. Sang pendeta pun berkata, “Sesungguhnya kamu sedang mencari agama yang sudah tidak ada. Oleh karena itu, pulanglah ke Makkah, karena sesungguhnya Allah akan mengutus kepada kalian orang yang memperbaharui agama Ibrahim itu. Pergilah, lalu berimanlah kepadanya dan ikutilah dia!”

Ketika Zaid masih berada dalam perjalanan menuju Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah diutus sebagai rasul. Saat itu Zaid belum mengetahui bahwa Rasulullah telah diutus. Sayangnya, kematian telah lebih dulu menjemputnya sebelum dia beriman. Dia telah dibunuh oleh sebagian orang Badui (Arab pedalaman).

Ketika kisah ini diceritakan kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun menceritakan tentang sosok Zaid, “ Sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat (nanti) seorang diri sebagai satu umat (yang terpisah).”

Menjelang hembusan nafas terakhirnya, Zaid berkata, “Ya Allah, jika Engkau memang tidak menghendaki kebaikan ini (agama Islam) untukku, maka janganlah Engkau halangi anakku (Sa’id) darinya.”

Doa Zaid ini masih menggantung di antara langit dan bumi, hingga pada suatu hari ketika Sa’id sedang berada di Makkah, dia mengetahui bahwa Rasulullah telah diutus. Karenanya, dia beserta istrinya, Fatimah binti Khaththab, yang merupakan saudara perempuan ‘Umar bin Khaththab, segera beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Keislaman mereka berdua itu terjadi pada awal munculnya Islam, sebelum masuknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke dalam rumah Arqam bin Abi Arqam (Daarul Arqam).

Sa’id masih merahasiakan keimanannya dan dia sangat sabar menghadapi siksaan yang berasal dari kaumnya, sehingga dia pun tidak diusir dari Makkah,s eperti yang dialami sebelumnya oleh orang tuanya. Akan tetapi kemudian, ‘Umar mengetahui keimanan Sa’id. ‘Umar pun bermaksud membunuhnya, lalu dia memukulnya hingga darah mengalir dari wajah Sa’id . Akan tetapi, kesabaran Sa’id dalam menghadapi sikap ‘Umar inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab masuknya ‘Umar radhiallahu ‘anhu ke dalam Islam, *seperti yang telah kami sebutkan pada kisah masuknya ‘Umar ke dalam Islam.*


Baca juga :


Sa’id pergi berhijrah ke Madinah bersama istrinya, Fathimah. Sebelum terjadinya perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memilihnya dan mengutusnya untuk pergi bersama Thalhah bin Ubaidillah dengan tujuan agar dia mengetahui jumlah pasukan kaum musyrikin dan mematai gerak-gerik mereka. Oleh karena itu, Sa’id pun tidak ikut serta dalam peperangan Badar. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberinya bagian ghanimah (harta rampasan) yang diperoleh dalam perang tersebut. Dia dianggap seperti orang yang ikut serta dalam perang itu.

Setelah itu Sa’id ikut serta dalam setiap peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bertempur dengan menggunakan pedangnya dan beriman dengan menggunakan hatinya. Bahkan pada suatu hari dia pernah berada bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di gua Hira’ dengan para shahabat lainnya. Ketika itu tiba-tiba gunung Hira’ bergetar, maka nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Tenanglah, wahai Hira’, karena sungguhnya tidak ada yang berada di atasmu, kecuali seorang nabi, seorang yang sangat jujur (ash-shiddiq), dan seorang syahid.”

Ketika orang-orang bertanya kepada Sa’id, “Siapa sajakah yang bersamamu pada saat itu ?”

Sa’id pun menjawab, “Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Zubair, Thalhah, ‘Abdur Rahman bin ‘Auf, dan Sa’ad bin Malik.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda tentang Sa’id, “Sa’id bin Zaid di surga.”

Sa’id merupakan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira bakal masuk surga. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhoinya. Dia memegang teguh janjinya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memerangi kaum musyrikin di negeri Persia, sehingga melalui tangannya dan juga tangan shahabat-shahabatnya, Allah pun memadamkan api yang menjadi sesembahan kaum Majusi ; dan berkat perjuangannya pula para penduduk Persia beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Setelah penaklukan terhadap negeri Persia selesai, Sa’id tidak tinggal diam. Dia mengangkat pedang dan barang-barangnya untuk pergi ke negeri-negeri lain yang sedang di perangi oleh kaum muslimin. Kali ini sasarannya adalah negeri Syam dimana pada saat itu sedang berlangsung pertempuran yang sangat menentukan antara kaum muslimin dengan bangsa Romawi, yaitu perang Yarmuk.

Di atas kertas, nampaknya kemenangan lebih dekat kepada pasukan Romawi, karena jumlah mereka sangat banyak, sementara jumlah kaum muslimin sangat sedikit.

Kekalahan bangsa Romawi berarti jatuhnya negeri Syam secara keseluruhan ke tangan kaum muslimin. Karenanya, kedua pasukan itu pun sama-sama mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk menghadapi pertempuran ini. Pasukan Romawi datang dengan jumlah personel seratus dua puluh ribu pasukan, sedangan jumlah pasukan kaum muslimin hanya dua puluh empat ribu pasukan saja. Kedua pasukan ini saling berhadap-hadapan.

Para pendeta dan uskup datang sambil membawa salib-salib mereka sambil mengeraskan suara mereka untuk membaca doa-doa. Ketakutan pun merasuk ke dalam hati kaum muslimin ketika pasukan Romawi mengulang-ulang doa-doa tersebut. Suara mereka laksana gunung-gunung yang bergeser dari tempatnya.

Pemimpin kaum muslimin yang bernama Abu Ubaidah bin Jarrah berdiri untuk memberikan khutbah kepada kaum muslimin. Dia berkata, “Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kaki-kaki kalian. Bersabarlah, sesungguhnya kesabaran akan menyelamatkan kalian dari kekufuran dan akan menyebabkan kalian diridhai oleh Tuhan. Tetaplah kalian diam sampai aku memberikan perintah kepada kalian. Ingatlah selalu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Diantara kaum muslimin, keluarlah seorang laki-laki. Dia berkata kepada Abu Ubaidah, “Wahai Abu Ubaidah, sekarang aku akan pergi dengan harapan aku dapat gugur sebagai syahid dan aku akan keluar untuk memerangi mereka. Apakah kamu mempunyai pesan yang akan kamu kirimkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ?”

Abu Ubaidah menjawab, “Ya. Kirimkan salam dari kami untuk beliau, dan katakan kepada beliau bahwa kami telah mengetahui bahwa apa yang dijanjikan oleh Tuhan kami kepada kami adalah benar.”

Melihat itu, Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu pun berkata, “Ketika aku melihat lelaki tersebut telah menaiki kudanya, menghunus pedangnya, dan melesat menuju musuh-musuh Allah guna memerangi mereka, aku pun meletakkan lututku ke tanah, lalu aku melemparkan anak panahku ke arah seorang anggota pasukan berkuda dari bangsa Romawi. Saat itu Allah menghilangkan rasa takut dari dalam hatiku. Maka, aku pun langsung masuk menembus barisan musuh. Aku memerangi mereka hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemenangan kepada kami.”

Abu Ubaidillah telah mengetahui dengan baik kesungguhan keimanan Sa’id. Karenanya Abu Ubaidillah pun menyerahkan misi penaklukan Damaskus kepada Sa’id, lalu dia menjadikan Sa’id sebagai wali (gubernur) disana. Ketika semua orang yang hidup pada masanya sudah berpulang keharibaan Allah, Sa’id bin Zaid masih tetap hidup sampai masa Dinasti Bani Umayyah.

MASA-MASA AKHIR HAYAT SA’ID BIN ZAID RADHIALLAHU ‘ANHU

Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Sa’id bin Zaid menangisi shahabat-shahabat Islam yang telah meninggal sebelumnya. Tinggalah dia seorang diri menyaksikan terjadinya fitnah (kerusuhan) dan menyaksikan bagaimana kehidupan dunia dengan segala macam perhiasannya telah masuk ke dalam hati kaum muslimin, maka Sa’id pun lebih memilih untuk kembali ke Madinah dan tinggal disana. Pada waktu itu yang menjadi gubernur di Madinah adalah Marwan bin Hakam bin ‘Ash.

Saat itu seorang wanita yang bernama Arwa binti Uwais keluar, lalu dia berkata, “Sesungguhnya Sa’id telah mencuri tanahku dan telah memasukkannya ke bagian tanahnya.” Sungguh perkataan itu sangat menyakitkan hati Sa’id bin Zaid, shahabat Rasulullah dan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira berupa surga. Karenanya, Sa’id pun berkata, “Ya Allah, jika dia berbohong, maka hilangkanlah penglihatannya dan bunuhlah ia di tanahnya sendiri.”

Seketika itu pula hujan turun dari langit sampai diperbatasan tanah yang menurut wanita itu Sa’id telah melampaui batas tersebut. Seketika mata wanita itupun menjadi buta dan hanya selang beberapa hari, wanita itu terjatuh dalam sebuah lubang yang berada di tanah miliknya hingga dia meninggal dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan doa Sa’id bin Zaid yang terzhalimi dan telah dituduh sebagai seorang pembohong dan pendusta.

Pada suatu pagi penduduk Madinah dikagetkan oleh suara seorang pelayat yang menangisi kepergian Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu. Peristiwa itu terjadi pada masa kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan, tepatnya pada tahun ke-50 Hijriyah. Dia di kuburkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu. 
Salam sejahtera baginya.


Baca juga :